Senin, 16 November 2009

Gangguan bicara dan Bahasa

GANGGUAN BICARA DAN BAHASA

Gangguan bicara dan bahasa adalah kelompok gangguan yang meliputi gangguan bicara dan bahasa yang menunjukkan kesulitan dalam memproduksi bunyi bicara atau masalah dalam kualitas suara.
Gangguan bahasa menunjukkan adanya ketidakmampuan untuk memahami dan atau menggunakan kata dalam konteks,secara verbal,non verbal atau keduanya.gangguan ini derajatnya bervaiasi dari tipe subtitusi sampai ketidak mampuan memahami atau menggunakan bahasa.


Penyebab gangguan bicara dan bahasa ada yang tidak diketahui dan ada yang jelas-jelas diketahui penyebabnya meliputi :


Gangguan pendengaran
Gangguan neurologis
Brain injuri seperti trauma atau stroke
Mental retardation
Kecanduan obat
Gangguan phisik seperti cleft palate
Vocal abuse or misuse (kesalahan pengucapan)
Autism

Beberapa tipe-tipe gangguan bicara

Apraxia , kesulitan merangkai bicara secara runtut dan kesulitan melakukan alat artikulasi untuk bicara.

Nonverbal Learning Disorder, kondisi neorologis ini diakibatkan dari damage pada otak hemisphere bagian kanan.
Ada 3 tiga kategori dari gangguan ini : motor, visual-spatial-pengorganisasian, sosial.
Kategori sosial bersinggungan dengan gangguan bicara dan bahasa seperti kesulitan memahami komunikasi non-verbal.


Hyperlexia, Kondisi ini termasuk kemampuan membaca jauh diatas level rata-rata untuk usia sebayanya, kesulitan memahami dan menggunakan bahasa verbal, dan kesulitan dalam melakukan interaksi timbal balik.



Auditory Processing Disorder, gangguan ini yang berpengaruh terhadap bagaimana bunyi diproses dan interpretasikan.

Stuttering, gangguan ini yang menyebabkan seseorang untuk mengulang-ulang suku kata ketika mau mengucapkan kata.
Ini biasanya dibarengi dengan mata berputar-putar, mengejapkan mata, dan hentakan kepala. Stuttering , dipengaruhi oleh factor psikologis akan tetapi bukan gangguan emosi atau nervous.


Speech and Language Delay, anak yang memiliki keterlambatan bicara dan bahasa terlambat perkembangan bicara dan bahasanya disbanding perkembangan anak pada umumnya. Hal ini dapat berkaitan dengan perkembangan kognitif , tapi tidak semua kasus seperti ini.

Perceptive-Expressive Language Disorder, perkembangan bicara dan bahasanya mengalami gangguan.


Pervasive Developmental Disorders, gangguan ini lebih dikenal seperti autism , Rett’s disorders, childhood disintegrative disorder, asperger’syndrom gejalanya dengan gangguan bicara dan bahasa.

Pragmatic Language Disorder, kesulitan menggunakan bahasa untuk digunakan komunikasi efektif dengan orang lain.


Phonological Disorder, kesulitan menggunakan bunyi bicara yang sesuai dengan bunyi yang ingin diucapkan sesuai dengan usianya dan dialek.

dampak ketunarunguan

Dampak kehilangan pendengaran

Pendengaran merupakan sensori terpenting untuk perkembangan bicara dan bahasa, berkomunikasi dan belajar.

Kehilangan pendengaran terjadi sejak lahir, dampaknya lebih serius terhadap perkembangan anak.

Kapan ketunarunguan mulai diketahui dan intervensi yang diberikan terlambat memiliki dampak yang serius terhadap perkembangan anak.



Dampak kehilangan pendengaran terhadap perkempangan anak dapat dikatagorikan Sbb :

1. Terlambatnya perkembangan
Ketrampilan komunikasi ( bicara dan bahasa) secara receptif maupun ekspresif.

2. Keterbatasan bahasa menyebabkan masalah dalam belajar sehingga rendahnya prestasi belajar.

3. Kesulitan berkomunikasi cenderung
mengarah kepada terisolasi dan
rendahnya konsep diri.

“bagaimana gambaran kita pada diri kita sendiri.”

gambaran diri mencakup diri psikologis, diri fisik, diri spiritual, diri sosial, dan diri intelektual.
Dengan demikian, konsep diri merupakan persepsi kita pada bagian-bagian tadi untuk dipadukan dan membentuk keseluruhan gambaran.

4. Mungkin berdampak terhadap kesempatan
peluang kerja.









Dampak khusus :

1. Terhadap keterbatasan kosa kata
2. Perolehan kosa kata berkembang
sangat lambat.
3. Sulit memahami kata-kata yang abstrak
seperti sebelum, sesudah, sama dengan, cemburu dsb. Juga kesulitan dengan fungsi kata seperti sesuatu , mereka, sebuah dsb.
Kesenjangan kosakata antara anak mendengar dan mereka yang kehilangan pendengaran menjadi melebar sesuai perkembangan usia.
Anak dengan kehilangan pendengaran tidak bisa menangkap bunyi tanpa intervensi.

Kesulitan untuk memahami kata yang memiliki arti ganda. Contohnya, kata rumah sakit dapat berarti rumah dan sakit .

Struktur kalaimat
Anak dengan kehilangan pendengeran memahami dan menghasilkan kalimat yang lebih pendek dan sederhana .
Kesulitan dalam memahami tulisan yang kalimatnya kompleks, seperti “guru yang mengajar matematika hari ini sakit.” atau kalimat pasif “bola itu dilemparkan oleh Mary.”


Tidak dapat mendengar kata-kata akhiran seperti an atau i , Ini mengarah pada ketidakpahaman dan kesalah pahaman pada kalimat ,kata kerja, jamak, dan dan kepunyaan.

Bicara

Anak dengan kehilangan pendengaran sering tidak bisa mendengar bunyi seperti “w”, "f," dan v, x dan oleh karena itu agak dihindari masukan bunyi-bunyi tersebut dalam bahasa mereka.

Tidak dapat mendengar suara mereka sendiri ketika berbicara.
Mampu berbicara keras atau tidak terlalu keras.
Kadang Mereka biasanya bergumam , tidak memiliki intonasi.


Prestasi akademik

Anak dengan kehilangan pendengaran memiliki kesulitan dengan semua prestasi akademik, khususnya konsep matematika.

Anak dengan kehilangan pendengaran ringan, rata-ratanya mencapai satu sampai empat tahun lebih rendah dari anak sebaya mereka yang mendengar, kecuali manajemen yang sesuai kebutuhannya sesegera mungkin diberikan.


Anak dengan kehilangan pendengaran yang berat biasanya hanya dapat mencapai kelas yang lebih rendah dari kelas tiga atau empat, kecuali pendidikan intervensi yang tepat terlaksana sejak dini.

Kesenjangan dalam prestasi akademik diantara anak pada umumnya dan anak dengan kehilangan pendengaran biasanya melebar seiring dengan perkembangan sekolah mereka.

Level prestasi berkaitan dengan keterlibatan orang tua dan kuantitas, kualitas, dan tepatnya layanan yang diterima oleh anak.





Fungsi sosial

Anak dengan kehilangan pendengaran berat, perasaan yang tersampaikan sering merasa terisolasi, tanpa teman, tidak senang di sekolah, khususnya ketika bersosialisasi dengan anak lain yang mendengar sangat terbatas.

Masalah sosial ini muncul lebih sering pada anak dengan kehilangan pendengaran ringan dari pada anak dengan kehilangan pendengaran berat.




Yang dapat dilakukan
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa anak-anak diidentifikasi dengan gangguan pendengaran yang layanannya sejak dini mungkin dapat mengembangkan bahasa (lisan dan / atau isyarat) sejajar dengan anak sebaya yang mendengar.

Jika sudah terdeteksi anak mengalami gangguan pendengaran , keluarga sebagai pusat intervensi dini, sebagai lingkungan awal dalam memunculkan kepemilikan bahasa pada anak ( mau oral atau isyarat bergantung kepada pilihan keluarga)dan mengembangkan kemampuan kognitifnya.

Seorang audiolog, sebagai bagian dari tim interdisipliner profesional, akan membantu penyusunan program intervensi yang sesuai.

bahasa dan kognisi

Bahasa dan Kognisi

Hal yang telah lama diperdebatkan dalam bidang pendidikan bagi anak tunarungu adalah apakah ketunarunguan mengakibatkan kelambatan dalam perkembangan kognitif ?


Sekurang-kurangnya sejak masa Aristotle, orang tunarungu dianggap sebagai tidak mampu bernalar.
Pada zaman modern argumen ini mulai munculnya adanya gerakan pengetesan inteligensi selama dan sesudah Perang Dunia I.
Dalam tes kelompok yang menggunakan kertas dan pensil yang dilakukan oleh Rudolf Pintner dan lain-lain, dan kemudian dengan tes inteligensi individual, pada umumnya ditemukan bahwa subyek tunarungu sangat rendah dalam inteligensinya, dengan IQ rata-rata pada kisaran 60-an atau bahkan 50-an.

Akan tetapi, kemudian disadari bahwa skor tes rendah itu mencerminkan adanya defisit bahasa pada individu tunarungu sehingga sering kurang memahami yang ditanyakan dalam tes IQ, tetapi skor tersebut belum tentu mencerminkan kapasitas individu tunarungu yang sesungguhnya bila masalah bahasanya dapat diatasi.


Perkembangan alat-alat tes sesudah Perang Dunia II yang memisahkan antara elemen verbal dan kinerja (performance) dalam item-item tes inteligensi, menunjukkan bahwa meskipun rata-rata skor tes verbalnya sekitar 60 yang mencerminkan defisit bahasa,
tetapi skor rata-rata hasil tes kinerjanya pada umumnya berada pada kisaran normal, baik dalam mean-nya maupun distribusinya, bila ketunarunguan itu tidak disertai ketunaan lain.
Kecenderungan meningkatnya jumlah populasi tunarungu yang menyandang ketunaan tambahan, sebagai akibat dari meningkatnya kemajuan dalam bidang kedokteran, sehingga bayi tunarungu yang menyandang ketunagandaan dapat bertahan hidup (Moores, 1987).
Akibatnya, secara kelompok, skor tes inteligensi individu tunarungu menjadi lebih rendah.

Akhir-akhir ini, minat para ahli bergeser dari masalah tingkat rata-rata inteligensi individu tunarungu secara umum serta distribusinya ke masalah struktur kognitifnya dan ke masalah apakah berpikir itu dapat dilakukan tanpa bahasa.

Yang paling menonjol dalam bidang ini adalah Hans Furth, yang karyanya dituangkan dalam bukunya yang berjudul Thinking Without Language (1966).



Sebagai hasil dari banyak penelitian yang dilakukannya, Furth menyimpulkan bahwa defisit bahasa tidak merintangi orang tunarungu untuk berpikir seperti pada umumnya.

Bagaimana pengaruh bahasa terhadap sejumlah besar tugas kognitif ? Hasil riset ditemukan bahwa kinerja subyek tunarungu sedikit sekali perbedaannya dengan sebayanya yang non-tunarungu.

Jika perbedaan itu muncul, dia berpendapat bahwa hal itu diakibatkan oleh kurangnya pengalaman atau tidak dikenalnya tugas-tugas atau konsep-konsep yang diujikan, bukan karena defisit kognitif secara umum akibat ketunarunguan dan/atau akibat defisit bahasa.
Furth dan rekan-rekan penelitinya menunjukkan bahwa ketunarunguan semata tidak berpengaruh terhadap penalaran, ingatan ataupun variabel-variabel kognitif lainnya.

Referensi Utama

Ashman, A. & Elkins, J. (eds.). (1994, pp. 412-422). Educating Children with Special Needs. Sidney: Prentice Hall of Australia Pty Ltd

Definisi ketunarunguan

Anak Tunarungu
Definisi :
Keadaan kehilangan pendengaran meliputi seluruh gradasi/tingkatan baik ringan, sedang, berat dan sangat berat, yang akan mengakibatkan pada gangguan komunikasi dan bahasa. Keadaan ini walaupun telah diberikan alat bantu mendengar tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

Klasifikasi Ketunarunguan :

Berdasarkan Tingkat Kerusakan/Kehilangan Kemampuan Mendengar

1. Ringan 20 – 40 dB
2. Sedang 40 – 60 dB
3. Berat 70 – 90 dB
4. Berat sekali 90 dB ke atas

Masalah yang Ditimbulkan Akibat Ketunarunguan
(Menurut: Arthur Boothroyd) :

1. Persepsi Auditif
2. Bahasa Dan Komunikasi
3. Kognisi Dan intelektual
4. Pendidikan
5. Vokasional
6. Masy & Ortu
7. Sosial
8. emosi

Gangguan Pendengaran bukan sejak Lahir dapat terdeteksi dengan pemeriksaan speech audiometry

Behaviorial audiometry memeriksa adanya respon anak terhadap rangsang suara-suara tertentu

Landasan Pemberian Layanan Khusus :

1. Akibat ketunarunguannya atr tidak
mengalami masa pemerolehan bahasa
2. Akibat berikutnya atr tidak berkembang
bahasanya
3. Akibat miskin bahasa atr mengalami
masalah dalam komunikasi dan belajarnya/ pendidikannya

Cat : Yang harus diingat kapan terjadi ketunarunguan tersebut




Mengatasi Berbagai Permasalahan yang Timbul Akibat Ketunarunguan :

1. Dengan memberikan keterampilan
berkomunikasi dan berbahasa
2. Dengan mengembangkan intelektual, mental,
sosial dan emosi
3. Mengembangkan seluruh aspek kecakapan
hidup
4. Kata: Ludwig Wetgenstein:
Batas bahasaku adalah batas duniaku. Berikan anak tunarungu kemampuan berbahasa dan berkomunikasi yang cukup agar dunia mereka menjadi lebih luas

Cara berkomunikasi dengan Tunarungu :

* Bicara harus berhadapan dan diusahakan
sejajar
* Harus melihat muka pembicara
* Jarak harus sesuai dengan daya jangkau
penglihatan
* Bicara wajar dan jangan dibuat-buat
* Berekspresi dan melodius
* Cahaya harus cukup terang
* Mulut tidak tertutup oleh benda lain
* Artikulasi jelas
* Kalimat sederhana
* Pemakaian Isyarat harus simultan
Bahasa dan Kognisi

Hal yang telah lama diperdebatkan dalam bidang pendidikan bagi anak tunarungu adalah apakah ketunarunguan mengakibatkan kelambatan dalam perkembangan kognitif ?


Sekurang-kurangnya sejak masa Aristotle, orang tunarungu dianggap sebagai tidak mampu bernalar.
Pada zaman modern argumen ini mulai munculnya adanya gerakan pengetesan inteligensi selama dan sesudah Perang Dunia I.
Dalam tes kelompok yang menggunakan kertas dan pensil yang dilakukan oleh Rudolf Pintner dan lain-lain, dan kemudian dengan tes inteligensi individual, pada umumnya ditemukan bahwa subyek tunarungu sangat rendah dalam inteligensinya, dengan IQ rata-rata pada kisaran 60-an atau bahkan 50-an.

Akan tetapi, kemudian disadari bahwa skor tes rendah itu mencerminkan adanya defisit bahasa pada individu tunarungu sehingga sering kurang memahami yang ditanyakan dalam tes IQ, tetapi skor tersebut belum tentu mencerminkan kapasitas individu tunarungu yang sesungguhnya bila masalah bahasanya dapat diatasi.


Perkembangan alat-alat tes sesudah Perang Dunia II yang memisahkan antara elemen verbal dan kinerja (performance) dalam item-item tes inteligensi, menunjukkan bahwa meskipun rata-rata skor tes verbalnya sekitar 60 yang mencerminkan defisit bahasa,
tetapi skor rata-rata hasil tes kinerjanya pada umumnya berada pada kisaran normal, baik dalam mean-nya maupun distribusinya, bila ketunarunguan itu tidak disertai ketunaan lain.
Kecenderungan meningkatnya jumlah populasi tunarungu yang menyandang ketunaan tambahan, sebagai akibat dari meningkatnya kemajuan dalam bidang kedokteran, sehingga bayi tunarungu yang menyandang ketunagandaan dapat bertahan hidup (Moores, 1987).
Akibatnya, secara kelompok, skor tes inteligensi individu tunarungu menjadi lebih rendah.

Akhir-akhir ini, minat para ahli bergeser dari masalah tingkat rata-rata inteligensi individu tunarungu secara umum serta distribusinya ke masalah struktur kognitifnya dan ke masalah apakah berpikir itu dapat dilakukan tanpa bahasa.

Yang paling menonjol dalam bidang ini adalah Hans Furth, yang karyanya dituangkan dalam bukunya yang berjudul Thinking Without Language (1966).



Sebagai hasil dari banyak penelitian yang dilakukannya, Furth menyimpulkan bahwa defisit bahasa tidak merintangi orang tunarungu untuk berpikir seperti pada umumnya.

Bagaimana pengaruh bahasa terhadap sejumlah besar tugas kognitif ? Hasil riset ditemukan bahwa kinerja subyek tunarungu sedikit sekali perbedaannya dengan sebayanya yang non-tunarungu.

Jika perbedaan itu muncul, dia berpendapat bahwa hal itu diakibatkan oleh kurangnya pengalaman atau tidak dikenalnya tugas-tugas atau konsep-konsep yang diujikan, bukan karena defisit kognitif secara umum akibat ketunarunguan dan/atau akibat defisit bahasa.
Furth dan rekan-rekan penelitinya menunjukkan bahwa ketunarunguan semata tidak berpengaruh terhadap penalaran, ingatan ataupun variabel-variabel kognitif lainnya.

Referensi Utama

Ashman, A. & Elkins, J. (eds.). (1994, pp. 412-422). Educating Children with Special Needs. Sidney: Prentice Hall of Australia Pty Ltd

Senin, 20 Juli 2009

silabus BKBPI,

DESKRIPSI DAN SILABUS
MATA KULIAH
BINA KOMUNIKASI PERSEPSI BUNYI DAN IRAMA


Deskripsi Mata Kuliah

........., Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama, 3 sks, semester ..... Mata kuliah ini merupakan Mata Kuliah Program Studi Pengembangan Profesi yang wajib diikuti semua mahasiswa. Selesai mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan konsep dasar Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI), memahami dan terampil dalam pengembangan kemampuan berbahasa oral serta Bina Persepsi Bunyi dan Irama (BPBI), serta terampil menerapkan dalam praktek Latihan Profesi BKPBI. Dalam perkuliahan ini dibahas tentang Konsep Dasar BKPBI yang meliputi pengertian, tujuan, dan komponen BKPBI. Pengembangan Kemampuan Berbahasa Oral, meliputi perolehan bahasa, pengembangan bahasa oral secara reseptif dan pengembangan bahasa oral secara ekspresif. Bina Persepsi Bunyi dan Irama (BPBI), meliputi ruang lingkup, asesmen, pendekatan dan metode pembelajaran, media pembelajaran dan praktek BPBI. Pembelajaran BKPBI meliputi penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan simulasi pembelajaran BKPBI. Perkuliahan ini diakhiri dengan kegiatan Praktek Latihan Profesi BKPBI. Pelaksanaan perkuliahan menggunakan berbagai pendekatan terutama pendekatan ekspositori dengan menggunakan metode ceramah, demonstrasi, dan tanya jawab; pendekatan inkuiri dengan penyelesaian tugas penyusunan RPP dan simulasi. Media pembelajaran yang digunakan adalah dengan menggunakan LCD, video dan media lain yang disesuaikan dengan topik perkuliahan. Tahap penguasaan mahasiswa, selain evaluasi melalui UTS dan UAS, juga melalui tugas penyusunan RPP, simulasi dan PLP BKPBI.


Buku Sumber:

Cox. G. L. A. (1980). Audiologi. Wonosobo: Sekolah Luar Biasa/B Bagian Putra;
Depdiknas. (2007). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar BKPBI. Jakarta; Hagan
Van. (1990). Latihan Mendengar. Wonosobo: Yayasan Dena Upakara dan Karya Bakti;Hagan Van. (1990). Wicara. Wonosobo: Yayasan Dena Upakara dan Karya Bakti; Ling, Daniel. (1976). Speech and The Hearing Impaired, Theory and Practices. The Alexander Graham Bell Association for Deaf; Marsono. (1986). Fonetik. Jogjakarta: Gajah Mada University Press; Nugroho, B. (2004). Bina Persepsi Bunyi dan Irama. Makalah pada Pelatihan Dosen Pendidikan Luar Biasa. Jakarta; Nugroho, B. (2004). Bina Wicara Anak Tunarungu, Fonetik Khusus. Makalah pada Pelatihan Dosen Pendidikan Luar Biasa. Jakarta; Oraldeafed. Org. (2002). Speaking Volumes, Effective Intervention for Children Who are Deaf and Hard of Hearing. Obberkotter Foundation; Power Des. (1983). Perkembangan Bicara dan Menyimak. Jakarta: Federasi Kesejahteraan Tunarungu Indonesia; Santirama. (1984). Pedoman Latihan Bicara. Jakarta:Yayasan Santi Rama; Verekamp L. C. Vrede. (1973). Perbaikan Bicara. Jakarta; Webster Alec. (1986). Deafness, Development and Litracy. London and New York: Richard Clay.
SILABUS
1. Identitas Mata Kuliah
Nama mata kuliah : Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama
(BKPBI)
Kode :
Jumlah SKS : 3 SKS
Kelompok Mata Kuliah :
Status Mata Kuliah : wajib
Prasyarat :
Dosen : Dr. Budi Susetyo, M.Pd.
Dra. Tati Hernawati, M.Pd.
Drs. Dudi Gunawan, M.Pd.
Drs. Endang Rusyani, M.Pd.

2. Tujuan
Selesai mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan konsep dasar Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI), memahami dan terampil dalam pengembangan kemampuan berbahasa oral serta Bina Persepsi Bunyi dan Irama (BPBI), serta terampil menerapkan dalam praktek Latihan Profesi BKPBI.

3. Deskripsi Isi
Dalam perkuliahan ini dibahas tentang Konsep Dasar BKPBI yang meliputi pengertian, tujuan, dan komponen BKPBI. Pengembangan Kemampuan Berbahasa Oral, meliputi perolehan bahasa, pengembangan bahasa oral secara reseptif dan pengembangan bahasa oral secara ekspresif. Bina Persepsi Bunyi dan Irama (BPBI), meliputi ruang lingkup, asesmen, pendekatan dan metode pembelajaran, media pembelajaran dan praktek BPBI. Pembelajaran BKPBI meliputi penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan simulasi pembelajaran BKPBI. Perkuliahan ini diakhiri dengan kegiatan Praktek Latihan Profesi BKPBI.


4. Pendekatan Pembelajaran
Ekspositori dan inkuiri
- Metode : ceramah, demonstrasi dan tanya jawab
- Tugas : penyusunan RPP dan simulasi
- Media : LCD, video dan media lain yang disesuaikan dengan topik perkuliahan

5. Evaluasi
- UTS
- UAS
- tugas penyusunan RPP
- simulasi dan PLP BKPBI
- kehadiran dan keaktifan di kelas.

6. Rincian Materi Perkuliahan

Pertemuan Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan
1 Orientasi perkuliahan dan Konsep dasar BKBPI:
1. Pengertian BKPBI (termasuk perolehan Bahasa)
2. tujuan BKBPI
3. Komponen BKBPI
a. Sistem Komunikasi ATR
b. Pengembangan kemampuan berbahasa oral
c. Bina Persepsi Bunyi dan Irama (BPBI)
2, 3 Pengembangan Kemampuan Komunikasi Oral Reseptif
1. Tujuan
2. Ruang Lingkup
a. pengembangan kosa kata
b. pengembangan membaca ujaran
3. Asesmen
4. Pendekatan dan Metode Pembelajaran
5. Media Pembelajaran
6. Praktek Pengembangan Bahasa oral reseptif
4, 5, 6 Pengembangan Kemampuan Komunikasi Oral Ekspresif
1. Tujuan
2. Ruang Lingkup
a. latihan prabicara
b. Latihan pernafasan
c. Latihan pembentukan suara
d. Pembentukan fonem
e. Penggemblengan, pembetulan serta penyadaran irama/aksen
3. Asesmen
4. Pendekatan dan Metode Pembelajaran
5. Media Pembelajaran
6. Praktek Pengembangan Bahasa oral eksepresif
7 UTS
8, 9, 10 Bina Persepsi Bunyi dan Irama
1. Tujuan
2. Ruang Lingkup
a. Sasaran
b. materi BPBI
c. Program Latihan BPBI
1) latihan Deteksi/kesadaran terhadap bunyi
2) latihan mengidentifikasi bunyi
3) latihan membedakan/diskriminasi bunyi
4) latihan memahami bunyi latar belakang dan bunyi bahasa.
3. Asesmen
4. Pendekatan dan Metode Pembelajaran
5. Media Pembelajaran
6. Praktek BPBI
11 Pembelajaran BKBPI
1. Komponen RPP
2. Penyusunan RPP
12, 13 Simulasi Pembelajaran BKBPI
14, 15, 16 Praktek Latihan Profesi BKBPI



















DAFTAR RUJUKAN

Cox. G. L. A. (1980). Audiologi. Wonosobo: Sekolah Luar Biasa/B Bagian Putra.

Depdiknas. (2007). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar BKPBI. Jakarta.

Hagan Van. (1990). Latihan Mendengar. Wonosobo: Yayasan Dena Upakara dan Karya Bakti.

Hagan Van. (1990). Wicara. Wonosobo: Yayasan Dena Upakara dan Karya Bakti.

Ling, Daniel. (1976). Speech and The Hearing Impaired, Theory and Practices. The Alexander Graham Bell Association for Deaf.

Marsono. (1986). Fonetik. Jogjakarta: Gajah Mada University Press.

Nugroho, B. (2004). Bina Persepsi Bunyi dan Irama. Makalah pada Pelatihan Dosen Pendidikan Luar Biasa. Jakarta.

Nugroho, B. (2004). Bina Wicara Anak Tunarungu, Fonetik Khusus. Makalah pada Pelatihan Dosen Pendidikan Luar Biasa. Jakarta.

Oraldeafed. Org. (2002). Speaking Volumes, Effective Intervention for Children Who are Deaf and Hard of Hearing. Obberkotter Foundation.

Power Des. (1983). Perkembangan Bicara dan Menyimak. Jakarta: Federasi Kesejahteraan Tunarungu Indonesia.

Santirama. (1984). Pedoman Latihan Bicara. Jakarta:Yayasan Santi Rama.

Verekamp L. C. Vrede. (1973). Perbaikan Bicara. Jakarta.

Webster Alec. (1986). Deafness, Development and Litracy. London and New York: Richard Clay.

Minggu, 19 Juli 2009

buku pedoman pelaksanaan BKPBI

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang sepanjang hidupnya selalu membutuhkan lingkungan dalam pemenuhan berbagai kebutuhannya. Disadari atau tidak, baik secara langsung atau tidak, manusia akan terus berinteraksi dengan lingkungannya, tanpa interaksi itu sulit bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai contoh ;makan sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia tidak akan bisa terpenuhi jika lingkungan tidak menyediakan bahan-bahan makanan yang dapat diolah menjadi makanan.
Setiap manusia memiliki kemampuan berinteraksi dengan lingkungannya. Bahkan kemampuan itu telah dimilikinya ketika masih di dalam kandungan. Dalam kandungan manusia telah belajar berinteraksi dengan kondisi ibunya. Menurut penelitian janin/bayi di dalam usia kandungan tertentu memiliki kemampuan berinteraksi dengan lingkungan di luar kandungan. Misalnya bayi mampu mendengar bunyi-bunyi musik, kendaraan, detak jantung ibunya, merespon belaian pada kandungan, dll. Itu artinya manusia telah dibekali kemampuan interaksi sejak dini oleh Yang Maha Kuasa.
Pada tahap selanjutnya interaksi ini diwujudkan dalam bentuk komunikasi, terutama ketika berinteraksi dengan sesama manusia. Pada masa-masa awal kelahirannya manusia sudah belajar melakukan komunikasi, terutama dengan ibunya. Pada masa itu bayi mulai belajar mengkomunikasikan segala keinginannya dengan suara tangisan dan gerakan-gerakan tertentu dari anggota tubuhnya. Dari tangisan bayi, seorang ibu dapat membedakan apa yang anak inginkan. Ibu dapat membedakan menangis karena “ngompol” atau menangis karena lapar (ingin menyusu). Peristiwa ini menunjukkan bahwa manusia sejak dini telah menunjukkan tanda-tanda komunikatif dalam rangka pemenuhan kebutuhannya.

Dengan berkomunikasi manusia menyampaikan gagasan, keinginan, perasaannya dalam rangka mencapai sesuatu yang dibutuhkannya. Melalui komunikasi, orang lain akan memahami apa yang diinginkanoleh seorang individu.
Manusia memiliki berbagai media dalam melakukan komunikasi apakah secara verbal atau non verbal seperti menggunakan simbol-simbol, isyarat, gerak tubuh, bunyi-bunyian . Cara berkomunikasi yang paling efektif dan paling dominan dipergunakan oleh masyarakat pemakainya adalah bentuk bahasa yang diucapkan atau diartikulasikan (Sardjono, 2005). Dengan komunikasi verbal manusia akan dengan mudah dan sesegera mungkin memenuhi keinginan atau kebutuhannya.
Namun kenyataannya tidak semua mampu berkomunikasi lisan dengan baik, diantaranya adalah anak tunarungu. Mereka tidak mampu berkomunikasi secara lisan dengan baik. Anak tunarungu lebih banyak menggunakan bahasa isyarat dalam berkomunikasi dengan lingkungannya. Sedangkan lingkungan pada umumnya merupakan masyarakat yang lebih banyak memahami bahasa lisan daripada bahasa isyarat sehingga anak tunarungu kesulitan memahami ungkapan lisan dari lingkungannya dan lingkungan juga kesulitan memahami bahasa isyarat yang dipergunakan oleh anak tunarungu. Akibat dari saling tidak memahami ini anak tunarungu menjadi tidak diakui oleh lingkungannya, menarik diri, timbul rasa curiga, dan merasa tidak aman. Padahal jika anak tunarungu diberi kesempatan untuk memperoleh pengembangan kemampuan komunikasinya secara verbal maka mereka akan hidup inklusif ditengah-tengah masyarakat mendengar.
Pada dasarnya, anak tunarungu memiliki potensi komunikasi yang sama dengan anak pada umumnya. Sejak dini anak tunarungu mampu berkomunikasi dengan tangisan dan gerak tubuhnya. Tangisan dan gerak tubuh itu menjadi tahap awal perkembangan bahasa dan digunakan dalam mengungkapkan segala keinginannya. Tahap selanjutnya anak tunarungupun mengalami tahapan perkembangan bahasa meraban; yaitu mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu yang dihasilkan oleh organ bicaranya. Kemampuan ini merupakan potensi yang dapat berkembang menjadi kemampuan berbicara dan berbahasa yang lebih kompleks untuk digunakan dalam berkomunikasi, akan tetapi potensi itu, terhenti pada fase meraban. Sementara itu anak pada umumnya, kemampuannya terus berkembang seiring tumbuh kembang individu.
Perkembangan bahasa anak tunarungu terhenti sampai pada fase meraban karena adanya hambatan pendengaran yang dimilikinya, anak tunarungu tidak memperoleh umpan balik (feedback) dari bunyi raban yang dikeluarkannya dan tidak dapat menangkap berbagai informasi bunyi dan bahasa dari lingkungannya. Akhirnya bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi terhenti, misalnya dengan isyarat saja.
Potensi komunikasi akan semakin tidak berkembang jika lingkungan tidak memberikan stimuli yang dapat menunjang perkembangan kemampuan komunikasi. Stimulasi yang sangat menunjang pada perkembangan itu adalah penyadaran bunyi dan penyadaran linguistik/bahasa. Kemampuan berkomunikasi bagi anak tunarungu merupakan proses yang sistimatis dan melalui proses yang panjang , dan harus disusun suatu program khusus yang berkesinambungan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu suatu upaya agar anak tunarungu memilki kesadaran bunyi dan kesadaran linguistik,
Kesadaran bunyi dan kesadaran linguaistik merupakan kemampuan dasar untuk anak tunarungu memiliki kemampuan berbahasa dan berbicara yang merupakan komponen komunikasi.
Upaya ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan fungsi pendengaran yang masih dimilikinya dan memanfaatkan kemampuan dalam merasakan getaran. Ini dapat dilakukan kerena pada umumnya organ bicara anak tunarungu tidak mengalami gangguan akan tetapi kaku karena terhenti setelah fase meraban. Artinya organ bicaranya masih dapat dilatih untuk digunakan berbicara dan itu merupakan potensi yang dapat dikembangkan.
Pengembangan potensi yang mendasar adalah dengan terus menstimuli fungsi pendengaran (kesadaran bunyi) dan kemampuan merasakan getaran disertai pengembangan kemampuan bicaranya (kesadaran linguistic). Fungsi pendengaran dan kemampuan merasakan getaran dapat dilatih dengan latihan mendengarkan dan merasakan berbagai bunyi, membedakan bunyi, menunjuk sumber bunyi, bergerak ke arah sumber bunyi, dan lain-lain. Untuk melatih organ bicaranya yaitu mampu mengucapkan berbagai bunyi meraban, bunyi huruf, suku kata, kata, dan kalimat serta bercakap-cakap sederhana secara lisan.
Jadi penting sekali bagi anak tunarungu untuk terus dikembangkan kemampuan komunikasi melalui suatu pembinaan yang terprogram dan terstruktur, yaitu melalui program khusus Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI). Program ini harus memiliki prinsip berkesinambungan dan integral.



B. Tujuan Penulisan Buku
1. Memberikan pedoman minimal yang bersifat praktis bagi guru BKPBI pada saat pelaksanaan BKPBI
2. Memberikan gambaran pelaksanaan BKPBI
3. Sebagai pegangan bagi guru BKPBI

evaluasi pelaksanaan BKPBI

BAB IV
EVALUASI

A. Model Pengembangan Instrumen Evaluasi Untuk Bina Komunikasi

No Menirukan Ucapan
Pendidik Penilaian Keterangan
Baik Cuku Kurang Beri tanda centang (V)
sesuai dengan
hasil ucapan
peserta didik
1 Ibu
2 Bapak

3 Adik

4 Kakak
5 Bibi, dst

No Menirukan Ucapan
Pendidik Skor Keterangan
3 2 1 Skor 3 apabila peserta didik menirukan ucapan pendidik dengan baik
Skor 2 apabila peserta didik menirukan ucapan pendidika cukup
Skor 1 apablia peserta didik menirukan ucapan pendidik
1 Ibu
2 Bapak

3 Adik

4 Kakak
5 Bibi, dst
Jumlah Skor
Adaptasi dari: Kustawan (2008)



B. Model Pengembangan Instrumen Evaluasi Untuk Bina Persepsi Bunyi dan Irama
No Aspek yang Dievaluasi Penilaian
Baik Cuku Kurang
1 Membedakan ada dan tidak ada bunyi
2 Menghitung bunyi

3 Membedakan bunyi panjang pendek

4 Membedakan bunyi keras lembut
5 Membedakan bunyi tinggi-rendah
6 Membedakan bunyi cepat-lambat
7 Membedakan sumber bunyi
8 Mengetahui arah bunyi
9 Dst.
Adaptasi dari: Kustawan (2008)

gangguan bahasa

GANGGUAN BAHASA SPESIFIK

Gangguan Bahasa Spesifik

1). Afasia
Gangguan Afasia adalah kerusakan di otak pada hubungan pusat konsep dan sound bank (engram bank) akan menyebabkan kelainan bahasa. Kerusakan mungkin diakibatkan pendarahan di otak (apopleksi), oleh geger otak yang hebat akibat kecelakaan lalulintas. Seorang yang mengalami afasia mengalami kesulitan dibidang lambang-lambang segala fungsi bahasa yaitu mengerti bicara dari orang lain, bicara kepada orang lain, membaca menulis sedikit terganggu, menghubungkan konsep pengertian dengan deretan bunyi tertentu.Gangguan afasia dapat dibedakan :
1. Afasia pada anak (chilhood aphasia) yaitu kelainan yang disebabkan bawaan yang didapat .
2. Afasia pada orang dewasa (adult aphasia) yaitu kelainan yang terjadi pada akhir perkembangan orang dewasa.
3. Afasia Motoris yaitu seorang mengerti apa yang akan katakan, tetapi pola gerakan yang akan diucapkan kata-kata tertentu tidak bisa diucapkan. Misalnya : seorang mengerti/sanggup menunjukkan ”bola” tetapi secara sepontan suruh mengucapkan dan menuliskan tidak bisa.
4. Afasia sensoris yaitu tidak mengerti bahasa, hubungan deretan bunyi dan konsep terputus. Misalnya : seorang mampu mengulang mengucapkan ”bola” tetapi kalau diminta menunjukkan benda ”Bola” tidak bisa.

2) Learning Disbility
Anak dengan learning disabilities merupakan salah satu anak berkebutuhan khusus yang mengalami gangguan bahasa.Dari hasil asesmen anak ini mengalami kesulitan secara akademik dan ini sering sulit untuk dibedakan ,karena anak ini lebih menunjukkan anak yang mengalami hambatan dalam bahasa dari pada learning disailities. Apabila anak LD nampak perkembangan bahasanya relatif normal , sifat dan tingkat gangguan bahasa diketahui ketika anak mulai masuk sekolah dan ini diperlukan untuk utnuk membuka kode-kode formal dalam bahasa tulisan. Gangguan bahasa dalam merecall keterampilan, sintaks, semantik, pragmatik dalam populasi ini nampak diakibatkan kurangmya keterampilan sosial .

3). Cerebral Palsy
Gangguan fisik termasuk anak Tuanadaksa/anak cacad tubuh/crippled/ psically handicapped/ orthopedically handicapped/cacad ortopesi adalah anak penyandang cacad jasmani yang terlihat pada kelainan alat gerak (bentuk tulang,otot, sendi, maupun saraf-sarafnya), keadaanya yang sedemikian rupa tersebut memerlukan interaksi dan komunikasi.
Anak tunadaksa dapat dibagi dua katagori, yaitu anak tunadaksa murni cacad fisik, yaitu adanya kelainan pada sistem dan bentuk musculus skeletal (otot-tulang-sendi), dapat berupa kelumpuhan otot, kerusakan otot, atau kelemahan. Contohnya adalah akibat DMP (musculorum distropi progresif), yaitu kelainan pada pertumbuhan serabut otot lurik, terutama anggota gerak, otot tidak tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan. Katagori ke dua adalah anak tunadaksa cacad fisik campuran yaitu selain cacad fisik, anak juga mengalami gangguan mental, panca indra, emosi ,bahasa dan tingkah laku sosial. Kelainannya terletak pada sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang, medulla spinalis) yaitu anak Cerebal Palsy (CP) yang menyebabkan kelainan gerak, kecerdasan, bicara, yang menyebabkan kelumpuhan, serta alat-alat bicaranya terganggu, sehingga dalam pelaksanaannya bicara tidak mampu berbahasa, menjadikan berinteraksi dan komunikasi terganggu.Di bawah ini akan dibahas macam-macam anak Cerebal Palsy (CP).
Cerebal Palsy adalah suatu jenis gangguan atau kerusakan fisik yang paling banyak dijumpai pada anak-anak usia sekolah. Cerebal Palsy dibedakan dalam 5 tipe yaitu Cerebal Palsy jenis Spastik. Cerebal Palsy jenis Choreoathetoid, Cerebal Palsy jenis ataxia, Cerebal Palsy jenis Rigid dan Cerebal Palsy jenis Tremor.
Cerebal Palsy jenis Spastik didapati pada sebagian besar anak. Spastik berarti mengejang. Anak yang spastik memiliki otot lemah dan kadang-kadang kaku serta tidak dapat menggerakkan anggota tubuhnya dengan baik, sehingga gerakan sering tersentak-sentak. Anak-anak yang ototnya tegang dan mengkerut, gerakan mereka tersebut berlebihan dan tidak ada kordinasi. Mereka tidak dapat menggemgam benda dengan jari-jari. Apabila mereka mencobamenggerak-gerakan akan makintersentak-sentak. Apabila dapat berjalan, gaya kakinya seperti gunting, berdiri di atas kaki dengan sendi lutut bengkok dan mengarah ke dalam. Menurut Smith & Neisworth (1975:337) memberikan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Motor Cortex dan Pyramidal tract pada otak luka
2. Sapastisitas ditandai dengan hilangnya kontrol terhadap tubuh
3. Otot-otot flexor dan extensor mengerut bersamaan
4. Gerakan tersentak-sentak
Cerebal Palsy jenis Choreoathetoid, merupakan suatu indikasi yang digunakan untuk seseorang anak yang mempunyai gerakan yang tiba-tiba dan tanpa disengaja. Pada Cp jenis Choreoathetoid sulit sekali mengontrol kaki dan tangan dalam melakukan aktivitasnya. Anak-anak semacam ini tidak bisa mengontrol otot seperti urat bibir, lidah, tenggorokan dan air liur. Pada saat berjalan, tampak mereka seperti tersandung dan gerakan majunya secara tiba-tiba. Kadang-kadang otot-ototnya menjadi kaku dan pada suatu saat menjadi seperti tidak bertenaga dan lembek, sering disertai kesukaran yang luar biasa pada saat berbicara.
Menurut Smith ciri-ciri tersebut sebagai berikut :
1. terjadi karena luka bagian depan atau tengah otak dalam sisitem extrapiramidal
2. Athetosis mempunyai ciri gerakan tersentak-sentak, diluar kemamuan, lamban, tidak teratur dan meliuk-liuk.
3. Sering mengeluarkan air liur
4. masalah utama sering terjadi pada tangan, bibir,lidah dan terakhir pada kaki.
Seorang anak dengan Cerebal Palsy jenis Ataxia memilikiindra keseimbangan dan posisi badan yang kurang baik. Mereka memperlihatkan keluhan seperti pusing pada waktu berjalan dan mudah jatuh apabila tidak dibantu. Gerakan mereka cenderung kelihatan gugup atau gelisah dan goyamh dengan pola gerak yang berlebihan. Ataxia memiliki ciri kekakuan pada gerak motorik halus dan kasar dan khususnya kurang kordinasi dan kekakuan dalam gerakan yang memrlukan keseimbangan posisi tubuh dan orentasi ruang. Ciri-ciri lain Ataxsia ialah :
1. Disebabkan karena kerusakan di dalam cerebellum yaitu dibagian otak yang mengontrol koordinasi otot dan keseimbangan
2. Ditandai dengan terganggunya keseimbangan
3. Gerakan-gerakannya kaku
4. Gerakan berjalan seperti orang yang sedang pusing
5. Mudah jatuh
6. Keadaan tidak dapat didiagnosis sampai anak mulai berjalan.
Cerebal Palsy tipe Rigid (kaku), memperlihatkan kekakuan yang ekstrim pada anggota tubuh dan sendi-sendi, dan sukar bergerak untuk waktu yang lama.
Cerebal Palsy tipe Tremor ini jarang terjadi. Citi-ciri ditandai dengan gerakan-gerakan yang tidak berirama. Ciri-ciri yang terlihat lainnya adalah ;
1. Tremor disebabkan karena luka pada sistem extrapiramidal
2. ditandai dengan gerakan-gerakan yang tidak disengaja otot Flexor dan Extensor
3. Berbeda dengan athetoid, pada athetoid gerakan-gerakan kaku dan mudah berubah, sedangkan gerakan-gerakan tidak sedikit dan berirama.
Bermacam-macam bentuk cerebal palsy sering terlihat pada beberapa bulan pertama dalam kehidupan anak, anak CP tidak dapat berinteraksi dan komunikasi denga baik.
Pada umumnya anak tunadaksa khususnya CP ini memiliki keterbatasan seperti kesulitan belajar, masalah-masalah psikologi, gangguan sensoris, kejang-kejang, gangguan tingkah laku dan yang paling utama gangguan fungsi motor untuk bicara serta fungsi otot-otot bicaranya terganggua menjadikan kesulitan untuk berinteraksi dan komunikasi.

4). Cleft Palate
Secara historis , celah langit-langit (dengan dan tanpa celah bibir) memiliki perhatian khusus untuk speech pathologis . Celah bibir atau langit-langit merupakan kecacatan struktur yang disebabkan kegagalan tulang dan jaringan lembut dari atas bibir untuk menyatu selama awal perkembangan neonatal.
Hipernasaliti merupakan karakteristik anak yang mengalami celah. Anak dengan celah palatal juga dicirikan dengan kesalahan ucap berkaitan dengan fungsi palatalnya mengalami gangguan.

5).Gangguan Perilaku
Baker,Cantwell, dan Mattison (1980), Hughes,& Ruhl,1988) mengases seratus anak yang menunjukkan komunitas klinik bicara dan pendengaran . 53 persen dari anak yang diklasifikasikan menurut diagnosis seorang psikriatis , anak yang mengalami secara signifikan problem perilaku disertai dengan gangguan bicara dan bahasa . Sebagian besar diagnosa , mereka mengalami gangguan atensi dengan hiperaktifitas, diikuti gangguan oposisional dan reaksi kecemasan. Pengamatan lain dicenter diagnostik psikiatris, 50 % dari anak menunjukkan bahwa selama periode 15 bulan, antara usia 5 – 13 bulan ditemukan pada evaluasi bahasa secara detail adanya gangguan komunikasi dimana sebelumnya tidak dikenal ( Gualtieri,Koriath, Van Bourgondien, & Saleeby, 1983). Hasil dari peninjauan sekumpulan yang berhubungan ini , Waller, Sander, dan Kunicki (1983, Cited in camara,Hughes,& Ruhl,1988) memberi kesan bahwa akumulasi dari fakta harus ada kesiapan dari fihak kedokteran dengan sangat memungkinkan bahwa terjadinya gangguan perilaku pada individu disertai dengan gangguan komunikasi dan bahwa asesmen pada pada anak harus memasukan penilaian perilaku dan berbagai asesmen psikologis, seperti pengukuran tradisional bicara dan bahasa.
Camarata,Hughes, dan ruhl (1988) menyimpulkan beberapa laporan pada bahasa anak dengan gangguan emosi. Kemampuan bahasa dan anak disabilitis tingkat berat ( autis, schizophrenia,psikosis) telah diteliti secara eksntensif dari setiap anak ini. Anak dengan gangguan perilaku ringan dan sedang nampak memiliki kekurangan dalam bahasa tapi berbeda dengan anak dengan gangguan perilaku berat.
Pola gangguan bahasa lebih dapat diamati pada anak yang LD. Dari hasil evaluasinya pada kelompok ini, Camarata,Hughes, dan Ruhl menemukan bahawa 38 – 39 (97%) daria ank dengan gangguan perilaku ringan sampai sedang pada suatu sistim persekolahan dengan melalui tes bahasa yang standar , score tes secara signifikan dibawah rata-rata normatif pada satu atau eberapa sub tes.
Sering kekurangan dalam bahasa pada anak dengan gangguan perilaku tidak termasuk kedalam perencanaan intervensi. Evaluasi bahasa dan terapi harus merupakan bagian yang dianggap penting dalam managemen program untuk anak dengan gangguan perilaku.

6). Mental retardasi,
Anak Tunagrahita adalah anak yang kecerdasannya dibawah rata-rata atau mempunyai masalah dengan tingkat intelgensi. Sedangkan intelgensi/kecerdasan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses hubungan dengan orang lain menggunakan bahasa dengan melalui interaksi dan komunikasi. Dengan penggunaan bahasa itu anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan interaksi menggunakan bahasa. Karena anak tunagrahita sering terjadi kekacauan dalam bahasa pengucapan yang tidak benar, artikulasinya kurang jelas, dan bahasanya kurang dapat dimengerti.
Keterlambatan pada perkembangan bahasa merupakan karakteristik umum pada anak MR dan anak seperti ini sekarang menjadi proporsi yang secara signifikan merupakan populasi yang dilayani oleh speech –language pathologis.Dari hasil penelitian ( Dyer, Santarcanngelo, dan Luce (1987) dijelaskan bahwa perhatian terhadap rangkaian perkembangan bahasa normal dalam fonologi, morfologi, dan sintak penting untuk didisain dalam kurikulum dan tujuan pendidikan bahasa untuk anak MR. Cromer (1987) menjelaskan bahwa anak ini berbeda dari perkembangan anak normal dalam menterjemahkan kalimat yang memiliki struktur yang sama ( ”Si Ani mudah sekali tertawa” dan ”Si Ani ingin sekali tertawa” ).
Meskipun anak autis bukan MR , akan tetapi ini masalah ini merupakan bagian terbesar pada anak ini. Salah satu karakteristik utama dari anak autis adalah mereka tidak menggunakan bahasa yang memadai untuk melakukan interaksi sosial.

7). Gangguan bahasa Non-Verbal
Interaksi orang dewasa dengan anak, respon atau kesempatan yang diberikan kepada anak pada interaksi awal, dan atau anak masih berada dilingkungan terbatas yaitu di keluarga, pada saat itu anak kurang mendapatkan respon yang memadai.
Pada masa interaksi awal (prelingual) anak membutuhkan respon yang mampu memaknai signal-signal komunikatif yang dimilikinya seperti :menangis, ketawa, bergerak kaki/tangannya, ngajak bicara walaupun belum mengerti konsepnya, tetapi anak tidak mendapatkannya signal-signal komunikatif itu karena orang tua atau lingkungan sekitar tidak merespon terhadap apa yang terkadung dalam signal-signal yang dimunculkan anak. Dengan tidak adanya respon tersebut maka anak merasa bahwa lingkungan tidak menerima/memahami dirinya, dan menjadi pasif. Sejalan tumbuh kembangnya anak maka ketrampilan anak tidak akan berkembang membentuk signal-signal lambang bahasa sebab produk dari proses meniru dari orang dewasa atau orang yang dekat dengannya tidak ada.

8). Gangguan bahasa verbal
Sebagian anak yang terlahir tuli ( mengalami gangguan dalam sistim pendengaran) kasus yang khusus ini akan gagal untuk memperoleh bunyi bahasa secara jelas.Kadang-kadang keadaan phisik dan atau perkembangan motorik secara umum berkaitan dengan gangguan neurologis. Banyak anak yang mengalami cacat ganda, misalnya tuli dan buta, atau tuli dan tunagrahita berat. Dalam kasus lain ketidakmampuan anak tidak dapat diperkirakan penyebabnya. Anak ini tidak dapat dites dengan menggunakan tes formal dikarenakan anak tidak memiliki kemampuan untuk memperhatikan atau merespon tugas dalam situasi testing, jadi pengamatan secara keseluruhan terhadap mereka dalam perkembangan intelektual atau emosi akan terlihat secara kasar berdasarkan kepada prosedur pengamatan secara informal.

9). Gangguan kualitas bahasa
Besarnya presentase anak dengan problem bahasa termasuk dalam kategori hambatan kualitas bahasa,dan perilaku bahasanya ditunjukkan sangat berfariasi.Menyuk ( 1971) Melakukan penelitian dalam memproduksi dan melakukan imitasi pada kelompok anak yang memiliki penyimpangan dalam bahasa menyebutnya ”infantile” dan penemuannya memberikan karakteristik secara umum pada kelompok ini. Dia mengatakan :
Neither the three-year-old nor the six-year- old child in the infantile speech group was using structures wich matched those used by a two-year-old normal-speaking child . They had developed a grammar that was mor sophisticated in term of some structure and different in term of some structure and different in term of others. Therefore, these children were not simply a little delay or even substantially delayed in their acquition of structure. Further ,after they had acquired the use of certain structure at age 3 , there appeared to be very little change in the structure they used from age age 3 to 6.






10). Gangguan perkembangan bahasa
Anak berkebutuhan khusus mengalami kelainan bahasa yang ditandai dengan kegagalan dalam mencapai tahap-tahap perkembangan bahasa anak normal pada usianya. Serta mengalami terlambat dalam sematik, sintaksis dan fonologisnya, sehingga anak berkebutuhan khusus mengalami dalam tranformasi yang sangat dibutuhkan dalam kegiatan berinteraksi dan komunikasi. Selain adanya gangguan simbolisasi dan tranformasi juga disertai gangguan tingkah laku, kurang perhatian dan minat, perhatian yang mudah beralih, konsentarasi yang kurang baik, mudah bingung, cepat putus asa, kreaktivitas dan daya hayal yang kurang, serta kurangnya memiliki konsep diri akan rangsangan yang ada disekeliling, itu semua sangat berpengaruh pada proses pemerolehan bahasa dan mengakibatkan interaksi dan komunikasi terhambat.
Menurut Mangunsong Frieda (95:1998) menyatakan kelainan bahasa merupakan problem interdisiplin kelainan yang disebabkan oleh disfungsi susunan syaraf pusat, Secara medis sukar diperbaiki akibatnya mereka mengalami masalah dalam program pendidikan, perawatan psikologis dan latihan bahasa. Anak dengan hambatan bahasa bedanya anak cerebtal palsy, anak yang aphasia dan anak yang tidak mampu atau mengalami kesulitan dalam mengembangkan kemampuan konseptual untuk menggunakan bahasa (bukan cacad mental), Sebagai akibat dari ketidak mampuan menggunakan bahasa, menyebabkan kesulitan pendidikan dan perkembangan intelektual. Kelainan bahasa dapat disebabkan oleh sebab-sebab congenital. Penyakit atau trauma yang terjadi sewaktu perinatal atau posnatal. Ada juga kelainan bahasa yang dikaitkan dengan cacad mental atau gangguan emosional yang berat.


12. Autis

Autis ialah suatu gangguan/ kelainan perkembangan pada anak, yang kompleks dan berat yang sudah tampak sebelum usia 3 tahun dan membuat mereka tidak mampu berinteraksi dan komunikasi sehingga prilaku dan hubungannya dengan orang lainmenjadi terganggu. Anak yang menyandang kelainan autis dapat didiagnosa dan dapat diketahui sebelum mereka berusia 30 bulan (APA, 1980). Pada umumnya mereka mendapat gangguan pada kemampuan berfikir, pada saat komunikasi dengan menggunakan bahasa, serta mereka ini mempunyai tingkah laku yang sangat lain (De Myer, 1982).
Orang yang pertama kali mengungkapkan adanya bayi yang mengidap autis adalah Leo Kanner pada rumah sakit John Hopkins di tahun 1943. Dia mengidentifikasi kelompok anak ini terhadap gejala yang menyebabkan anak terisolir dari lingkungan sekitarnya yaitu anak tidak mampu berbicara secara normal, bahkan tidak dapat berbicara. Namun gejala autis ini tidak berkaitan dengan keturunan. Pada umumnya anak jarang mengenali orang sebagai objek melalui kontak matanya. Anak tidak peduli terhadap masyarakat sekitarnya karena tidak ada perhatian sedikitpun pada lingkungan sekitarnya. Misalnya anak asyik berjuntei pada kursi yang anak duduki tanpa merasa terganggu pada keadaan sekelilingnya.
Kecenderungan dirinya untuk berprilaku ”asyik sendiri” dan berpilaku ”menyakiti dirinya” akan terlihat manakala anak misalnya sedang bergoyang-goyang di kursi, yang menunjukkan dirinya acuh terhadap perintah maupun suara yang akan datang pada dirinya, dan sekali-kali membenturkan kepalanya pada kursi yang diduduki agar terus dapat bergoyang. Keasikan anak dalam bermain di dunianya sendiri” akan terjadi berulang-ulang dan terus menerus sambil anak mempermainkan sebuah boneka atau benda-benda lain yang disukainya. Dokter Kanner menyatakan bahwa mereka termasuk ke dalam kelompok ”anak yang bergejala autis”.

pengertian interaksi

Interaksi
Keterampilan berkomunikasi merupakan suatu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap individu. Melalui komunikasi individu akan merasakan kepuasan, kesenangan atau pengetahuan (informasi) yang akan menunjang terhadap perkembangan individu selanjutnya. Dengan pengetahuan atau informasi tersebut maka individu akan memahami dunia, jadi informasi merupakan jendela untuk seseorang dapat berkembang. Kemampuan berkomunikasi pada umumnya berkembang secara otomatis apabila manusia tersebut berada pada komunitasnya.
Sejak manusia dilahirkan, , manusia sudah dibekali dengan signal-signal komunikatif dan signal –signal tersebut sifatnya masih pre-lingual (belum berupa bahasa) karena pada periode ini individu belum bergaul erat dengan individu lainnya kecuali bergaul dengan orang tuanya terutama dengan ibunya. Pergaulan antara ibu dan anak pada masa itu sudah terjadi interaksi. Dalam proses interaksi ibunya memahami signal-signal komunikatif yang ditampakkan anaknya dan setiap signal kadang-kadang memiliki makna yang dirasakan oleh bayi yang ingin disampaikan kepada orang terdekatnya yaitu ibunya, mis : nangis apabila merasakan lapar, sakit, ngompol dsb, tertawa menunjukkan puas , menatap, mengerakkan kaki tangan apabila merasa senang, dan signal-signal tersebut direspon oleh ibunya, misalnya diganti popoknya, diberi susu atau digendong, itu semua merupakan interaksi awal yang didasari oleh signal-signal positif yang dimunculkan oleh bayi.

B. INTERAKSI SOSIAL
Setelah usia bayi kurang lebih usia 2-3 th, anak mulai bergerak tidak hanya berada pada gendongan ibunya tapi anak mulai bereksplorasi memahami lingkungan terdekatnya yaitu sekeliling rumahnya. Anak mulai bertemu individu lain selain ibunya , setelah melakukan interaksi sosial anak mulai mendengar bahasa yang punya makna yang dipergunakan oleh orang dewasa ataupun anak lainnya. Mulai dari sini anak mulai memperoleh bahasa yang sederhana. Mulai tahu makna kata tidak, iya, makan, minum atau anak sudah mampu mengekspresikan keinginannya secara sederhana , anak mulai merespon tidak lagi melalui tanda-tanda , tapi anak mulai merespon melalui bahasa terhadap stimulus yang datang dari lingkungan. Anak mulai meniru ungkapan-ungkapan orang dewasa untuk mengekspresikan sesuatu melalui bahasa.
Pergaulan anak makin meluas keluar dari rumah dan bertemu dengan teman-temannya yang sebaya . Melalui interaksi sosial perkembangan bahasa anak mulai berkembang kearah yang lebih kompleks sesuai dengan perkembangan usia dan perkembangan bahasanya. Efek dari interaksi sosial ini perolehan bahasa makin kompleks , sehingga anak mulai terampil menggunakan bahasa dengan kemampuanya mengekspresikan apa yang ada dalam hatinya secara lisan dan dapat dipahami oleh orang lain. Dalam masyarakat, perkembangan anak ditunjang tidak hanya dari lingkungan rumah akan tetapi anak diberi kesempatan untuk mendapatkan pembelajaran yang lebih sistimatis dan terarah melalui jenjang persekolahan dan mengembangkan pergaulannya yang lebih luas di masarakat .

C.KOMUNIKASI
Pada masa-masa ini kemampuan individu dalam berkomunikasi makin terampil dan kompleks karena stimulus atau dorongan kearah pengungkapan secara verbal sangat dibutuhkan untuk berinteraksi sosial. Sudah tentu seseorang dapat terampil berkomunikasi tercakup komponen-komponen yang harus dalam keadaan siap pada individu itu sendiri yaitu berkaitan dengan keadaan organ bicara yang memadai dan fungsional agar apa yang diungkapkannya dapat jelas didengar sesuai dengan dasar-dasar pengucapan bunyinya.
Agar bicaranya memiliki makna, individu tersebut harus memiliki bahasa yang telah disepakati oleh lingkungannya, yaitu berupa ide , gagasan, atau pesan-pesan yang sesuai dengan maksud yang ingin diungkapkan dan respon verbal sesuai yang dibutuhkan oleh orang lain.
Penjelasan diatas apabila digambarkan seperti dibawah ini :










Gambar 1.1. Hubungan Interaksi-Interaksi Sosial-Komunikasi

Dalam kotak A.(interaksi awal), digambarkan terjadi interaksi antara ibu dan bayi interaksi yang terjadi melalui signal-signal komunikatif (pre-lingual) seperti senyuman, ekspresi wajah, kedipan mata, menangis, gerak tubuh.dan signal-signal tersebut direspon oleh ibu atau oleh orang dewasa yang hubungannya sangat dekat yang merawat) dengan bayi . Respon—respon yang dilakukan oleh orang dewasa terjadi sesuai dengan signal-signal yang ditampakkan oleh bayi. Dan signal-signal tersebut sebagai dasar untuk membangun komunikasi.
Pada kotak B (interaksi sosial) digambarkan pemberian kesempatan anak untuk berkembangnya kemampuan berkomunikasi tidak hanya dari lingkungan keluarga, akan tetapi dengan pergaulan yang lebih luas di sekolah anak mendapatkan pembelajaran yang lebih terarah dan sistimatis . Pada masa-masa ini perolehan bahasa anak mulai berkembang dari mulai yang sangat sederhana ke perolehan bahasa yang lebih kompleks, sesuai dengan perkembangan usia dan perkembangan bahasa anak sesuai dengan jenjang persekolahannya.
Pada kotak C , Perwujudan dari komunikasi pada interaksi awal yang sifatnya prelingual, berkembang melalui pergaulan (berinteraksi dengan individu lain sehingga terjadi pembelajaran) maka keterampilan berkomunikasi mulai berkembang kearah yang lebih kompleks dengan bahasa sebagai medianya. Dan pada kotak terakhir ini individu berkembang terus , dan berbaur dengan masyarakat luas, melalui keterampilan berkomunikasi individu akan saling memahami ( mengemukan ide, pendapat , keinginan, perasaan dan sebagainya ) dan bahasa sebagai medianya.
Seseorang untuk terampil dalam berkomunikasi , diperlukan kesiapan-kesiapan tertentu dalam aspek keterampilan bicara dan bahasa. Seseorang terampil berbicara harus memiliki kematangan dan kesiapan-kesiapan dari organ artikulasi, yang diperlukan untuk mampu mengucapkan bunyi-bunyi bahasa. Begitupun dalam penguasaan bahasa, seseorang harus mampu menyampaikan pesan kepada orang lain, dimana pesan tersebut harus bermakna sehingga dapat dipahami. Dan pesan yang disampaikan harus sesuai dengan konteks pembicaraan.
Pada kenyataannya, dalam kehidupan ini sebagian anak mengalami hambatan atau gangguan dalam memiliki kemampuan berkomunikasi, mereka perkembangannya tidak sesuai atau terlambat perkembangannya dari anak-anak sebayanya.
Anak ini terlahir dengan tidak menampakkan adanya signal-signal komunikatif pada masa interaksi awal sehingga ibunya tidak menyadari bahwa anaknya tidak peka terhadap stimulus dari lingkungannya terutama dari orang terdekatnya. Sehingga pada saat anak itu bergaul dengan temannya selain dari ibunya, tampak anak tidak mampu untuk memproses stimulus, anak ini tidak mampu melakukan interaksi dengan individu lainnya apalagi melakukan komunikasi , anak ini tidak mampu memahami makna komunikasi itu sendiri.
Selain dari pada itu, ada sebagian anak yang walaupun memiliki signal komunikatif pada masa interaksi, anak tidak cukup menerima stimulus atau respon yang memadai sehingga perkembangannya menjadi tidak optimal, ditambah kegagalan dalam melakukan interaksi sosial. Maka diduga serius anak ini akan mengalami keterlambatan dalam memiliki keterampilan berkomunikasi.
Anak yang mengalami kecacatan misalnya mengalami ketunanetraan, ketunarunguan, tuna grahita , cacat phisik dan sebagainya, memiliki dampak terhadap ketrampilan berinteraksi dan berkomunikasi. Akan tetapi bagi mereka kemampuan berinteraksi dan berkomunikasinya berbeda dengan ke dua contoh yang dipaparkan sebelumnya. Karena gangguan yang dialami oleh mereka adalah sebagai dampak dari kecacatannya.
Mungkin saja penderita cacat tersebut , dari sejak bayi kurang mendapatkan stimulasi yang memadai atau memang mereka sejak bayi tidak memiliki signal-signal komunikatif yang disebabkan faktor lain misalnya terganggunya sistim persyarafan pusat yang minimal di otak. Berat ringannya gangguan komunikasi yang dialami oleh anak sangat bervariasi bergantung dari berat ringannya hambatan yang dialami oleh individu itu sendiri. Oleh karena itu rentang gangguan komunikasi mulai dari yang sangat ringan sampai ke yang sangat berat.

.D. Bagaimana implikasinya terhadap pendidikan ?
Biasanya anak yang memiliki gangguan komunikasi tidak hanya berada pada sekolah khusus , akan tetapi masih banyak mereka berada diluar pendidikan khusus, dan mereka belum mendapatkan layanan yang khusus pula.
Asesmen yang memadai perlu untuk memberikan layanan pengembangan kepada anak mengapa sampai anak mengalami gangguan komunikasi , strategi intervensi seperti apa yang dibutuhkan anak. Dalam kerja asesmen, tidak ditekankan apa yang menjadi penyebab gangguan , yang terpenting melihat gejala yang nampak maka dengan segera anak mendapatkan layanan pengembangan. Dan secara otomatis akan tampak atau akan ditemukan apa yang dapat diberikan dan mulai dari mana pengembangan dimulai dan ini dapat dilakukan melalui penelusuran proses asesmen .
Oleh karena itu anda dapat memahami lebih mendalam tentang persoalan ini secara mendalam dalam bab selanjutnya.
Pada buku ini dibahas bahwa tidak semua anak dalam perkembangan keterampilan interaksinya berkembang secara mulus. Kemampuan berinteraksi dapat mendasari terhadap pengembangan kemampuan berkomunikasi. Perkembangan interaksi yang tidak mulus akan menghambat terhadap perkembangan berkomunikasi. Melalui komunikasi seseorang akan memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhannya. Oleh karena itu harus dipahami bagaimana kesiapan anak dalam melakukan interaksi, dan bagaimana membangun agar anak terampil dalam melakukan interaksi. Oleh karena itu pada buku ini dibahas pula permasalahan-permasalahan yang dimiliki anak dalam melakukan interaksi seperti yang dialami oleh anak berkebutuhan khusus seperti yang dialami oleh anak autis atau anak berkebutuhan khusus lainnya. Dibahas pula beberapa strategi yang dapat membantu anak dengan permasalahan interaksi dan strategi pengembangannya melalui lingkungan, stimulasi dan dengan menggunakan alat atau media atau penciptaan lingkungan yang mampu memfasilitasi prilaku interaksi. Setelah anak mampu dan memiliki kepercayaan diri untuk melakukan interaksi, maka otomatis anak secara bertahap berkembang kearah kemampuan berkomunikasi .

gangguan bicara , bahasa, komunikasi

Gangguan Bicara, Berbahasa, dan Berkomunikasi

Yang termasuk gangguan komunikasi adalah berbagai masalah dalam berbahasa, berbicara dan mendengar. Gangguan bicara dan bahasa terdiri dari masalah artikulasi, masalah suara, masalah kelancaran berbicara (gagap), aphasia (kesulitan dalam menggunakan kata-kata, biasanya akibat cedera otak), dan keterlambatan dalam bicara dan atau bahasa. Keterlambatan bicara dan bahasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk faktor lingkungan atau hilangnya pendengaran.
Gangguan bicara dan bahasa juga berhubungan erat dengan area lain yang mendukungnya seperti fungsi otot mulut (oral motor) dan fungsi pendengaran. Keterlambatan dan gangguan bisa mulai dari bentuk yang sederhana seperti bunyi suara yang “tidak normal” (sengau, serak) , sampai dengan ketidak mampuan untuk mengerti atau menggunakan bahasa, atau ketidak mampuan mekanisme oral-motor dalam fungsinya untuk bicara atau makan.
Gangguan pendengaran terdiri dari gangguan dengar parsial (sebagian) dan gangguan dengar total atau tuli. Ketulian didefinisikan sebagai kehilangan pendengaran yang bermakna yang mengakibatkan komunikasi menjadi sulit atau tidak dapat dilakukan tanpa bantuan amplifikasi alat Bantu dengar. Terdapat 4 tipe gangguan pendengaran. Tipe pertama adalah gangguan dengar konduktif, yaitu terganggunya pendengaran akibat adanya penyakit atau sumbatan di telinga bagian luar atau tengah, dan biasanya dapat diatasi dengan alat Bantu dengar. Tipe kedua adalah gangguan dengan sensorineural yaitu terganggunya pendengaran akibat kerusakan pada sel sel rambut sensoris yang terdapat pada telinga dalam atau pada pembuluh saraf yang mempersarafinya. Tipe ketiga adalah gangguan pendengaran gabungan antara gangguan pendengaran konduktif dan sensorineural. Sedangkan gangguan pendengaran sentral dimaksudkan pada gangguan pendengaran akibat dari cedera atau rusaknya saraf-saraf otak.
Banyak gangguan komunikasi terjadi sebagai akibat dari kondisi lain seperti gangguan belajar (learning disability), palsi serebral (cerebral palsy), keterbelakangan mental (mental retardation), celah bibir, atau celah langit-langit mulut.
Berapa banyak anak yang mengalami gangguan komunikasi?
Di Amerika Serikat, perkiraan keseluruhan terjadinya gangguan komunikasi adalah sekitar 5% anak usia sekolah, yang meliputi gangguan suara sebanyak 3% dan gagap 1%. Insidens anak usia sekolah dasar yang mengalami gangguan artikulasi adalah sekitar 2-3% walaupun persentasinya menurun dengan bertambah maturnya usia anak. Perkiraan terjadinya gangguan pendengaran juga bervariasi, namun berkisar 5% dari usia anak sekolah. Penelitian hal serupa di Indonesia belum ada.



Karakteristik

Kemampuan komunikasi seorang anak dianggap terlambat jika kemampuan bicara dan atau bahasa anak tersebut jauh di bawah kemampuan bicara / bahasa anak seusianya. Kadang seorang anak memiliki kemampuan berbahasa reseptif (mampu memahami apa yang disampaikan lawan bicara) yang jauh lebih baik dibanding kemampuan berbahasa ekspresifnya, namun kondisi ini tidak selamanya terjadi.

Anak dengan masalah pendengaran bisa terlihat sulit memahami dan memberi jawaban jika pertanyaan yang diajukan padanya tidak dilakukan berkali-kali. Selain itu anak juga menunjukkan kemampuan bicara yang tidak akurat, misalnya „kehilangan“ suku kata awal atau suku kata akhir. Atau, anak tersebut menunjukkan seperti „ tidak nyambung „ saat dilakukan diskusi interaktif.

Selain hal-hal tersebut diatas, anak yang terbiasa berbahasa menggunakan dialek tertentu, dapat mengalami kesulitan bicara dan bahasa menggunakan dialek lain atau bahasa yang lain tentunya.
Apa bedanya gangguan bicara dengan gangguan berbahasa ?

Gangguan bicara berhubungan dengan kesulitan menghasilkan bunyi yang spesifik untuk bicara atau dengan gangguan dalam kualitas suara. Ada yang disebut dysfluency atau stuttering atau gagap, yaitu terjadi gangguan pada kelancaran berbicara, dan biasanya muncul di usia 3 atau 4 tahun. Gagap dapat hilang sendiri di usia remaja, namun tidak selalu demikian sehingga terapi wicara harus selalu dipertimbangkan.



Gangguan bicara dapat juga berupa gangguan dalam artikulasi, hal ini disebut gangguan fonologi. Gangguan artikulasi adalah penggantian satu suara dengan suara lain, atau penghilangan satu suara, atau suara menjadi berubah sama sekali. Contoh gangguan artikulasi: „mobil“ jadi „obin“ atau „mobi“ atau „obil“.

Selain itu juga dapat berupa gangguan dalam „pitch“, volume ataupun kualitas suara. Gangguan suara tipikal misalnya suara kasar, suara terputus-putus atau terengah-engah, suara yang terpecah jika dalam intonasi atau pitch yang tinggi. Gangguan suara seperti ini biasanya terjadi bersamaan dengan gangguan berbahasa lain sehingga disebut gangguan komunikasi kompleks. Bahkan gangguan yang terjadi dapat merupakan gabungan dari beberapa gangguan yang telah disebutkan di atas.



Sedangkan gangguan berbahasa ditandai dengan ketidak mampuan anak untuk berdialog interaktif, memahami pembicaraan orang lain, mengerti dan atau menggunakan kata-kata dalam konteks yang „nyambung“ baik verbal maupun non verbal,menyelesaikan masalah, membaca dan mengerti apa yang dibaca, serta mengekspresikan pikirannya melalui kemampuan berbicara atau menyampaikannya lewat bahasa tulisan Beberapa karakteristik dari gangguan berbahasa meliputi penggunaan kata yang tidak tepat, ketidak mampuan untuk menyampaikan pendapat, ketidaktepatan dalam penggunaan pola gramatikal, kosa kata yang minimal jumlahnya, dan ketidak mampuan untuk mengikuti instruksi. Mereka juga mengalami kesulitan dalam mengatur syntax. Syntax adalah aturan bagaimana susunan kata ditempatkan dalam suatu kalimat.

Contoh gangguan syntax: “aku mau makan mi goreng” menjadi “aku mi goreng mau makan”.
Dampak negatif

Gangguan berbicara dan berbahasa dapat mempengaruhi anak dalam berkomunikasi dengan orang lain, dalam proses memahami atau menganalisa informasi. Ketrampilan berkomunikasi merupakan ketrampilan sangat penting yang dibutuhkan dalam perkembangan anak, khususnya mempengaruhi perkembangan belajar dan perkembangan kognisinya. Membaca, menulis, bahasa tubuh, mendengarkan dan berbicara, semuanya merupakan bentuk berbahasa, sebuah simbol / kode yang digunakan untuk mengkomunikasikan pendapat dan pikiran.


Bagaimana implikasi gangguan komunikasi dalam proses pendidikan anak ?

Proses pembelajaran didapat melalui proses komunikasi. Kemampuan untuk berpartisipasi dalam komuniksi aktif dan interaktif dengan sebaya dan orang dewasa di lingkungan sekolah merupakan hal utama yang dibutuhkan seorang anak dalam mendulang sukses di sekolah.



Gangguan mendengar, bicara, membaca dan menulis akhirnya menimbulkan gangguan berkomunikasi. Pada anak usia sekolah terjadi penambahan kosa kata yang luar biasa banyaknya disertai kemampuan abstraksi yang semakin matang. Membaca dan menulis mulai diajarkan, dan dengan bertambahnya usia, pemahaman dan penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi menjadi semakin kompleks. Ketrampilan berkomunikasi sangat kritis dibutuhkan dalam belajar

Anak dengan gangguan komunikasi seringkali menunjukkan prestasi akademis yang kurang baik karena mereka perlu berjuang untuk membaca, mengalami kesulitan memahami dan mengekspresikan pikirannya, tidak dapat menginterpretasikan simbol-simbol sosial, akhirnya anak menolak pergi ke sekolah, bahkan tidak jarang sampai tidak mau mengikuti tes yang diwajibkan.



Karena seluruh gangguan komunikasi memiliki potensi untuk mengakibatkan anak terisolir dari lingkungan sosial dan pendidikannya, maka sangat penting untuk melakukan intervensi dini.. Karena organ otak berkembang pesat di usia dini kehidupan, seorang anak akan lebih mudah mempelajari ketrampilan berkomunikasi pada periode usia sebelum 5 tahun. Jika anak memiliki gangguan otot, gangguan pendengaran, atau keterlambatan dalam perkembangan, biasanya kemampuan berbahasa, berbicara dan kemampuan di bidang lain yang berhubungan juga akan terpengaruhi.


Intervensi apa yang dapat dilakukan?

Dalam usaha meningkatkan kemampuan anak, dibutuhkan tim yang solid yang terdiri dari guru, speech language pathologist, audiologist, dan orang tua tentunya. Namun sebelumnya dokter anak akan mengidentifikasi gangguan komunikasi apa yang dialami anak tersebut, salah satunya dengan mencek fungsi pendengaran anak bekerja sama dengan dokter Ahli Telinga Hidung Tenggorokan.



Speech-language pathologist akan membantu anak dengan gangguan komunikasi dengan cara memberikan terapi yang sesuai dengan kebutuhan spesifik anak tersebut. Dia juga akan mengkonsultasikan kondisi anak dengan guru disekolah sehingga diharapkan pihak sekolah dapat mengakomodasi situasi belajar yang paling maksimal yang dapat mendukung kemampuan komunikasi anak; juga bekerja sama dengan pihak sekolah untuk mendiskusikan teknik-teknik terapi yang paling efektif dan paling cocok diterapkan untuk masalah spesifik anak tersebut. Penggunaan alat bantu dengar sangat bermakna bagi anak dengan gangguan dengar sedang sampai berat. Anak yang tuli membutuhkan stimulasi dini yang konsisten dan juga alat bantu komunikasi lain seperti „sign language“, „finger spelling“, bahasa isarat dan juga tentunya alat bantu dengar tersebut.



Teknologi yang canggih juga banyak membantu anak anak yang mengalami gangguan bicara/bahasa akibat keterbatasan fisik. Penggunaan media komunikasi elektronik dapat membantu individu berkomunikasi tanpa bicara langsung sehingga mereka tetap dapat mengkomunikasikan isi pikirannya.

gangguan bicara dan bahasa

GANGGUAN BICARA DAN BAHASA

Gangguan bicara dan bahasa adalah kelompok gangguan yang meliputi gangguan bicara dan bahasa yang menunjukkan kesulitan dalam memproduksi bunyi bicara atau masalah dalam kualitas suara.
Gangguan bahasa menunjukkan adanya ketidakmampuan untuk memahami dan atau menggunakan kata dalam konteks,secara verbal,non verbal atau keduanya.gangguan ini derajatnya bervaiasi dari tipe subtitusi sampai ketidak mampuan memahami atau menggunakan bahasa.


Penyebab gangguan bicara dan bahasa ada yang tidak diketahui dan ada yang jelas-jelas diketahui penyebabnya meliputi :


Gangguan pendengaran
Gangguan neurologis
Brain injuri seperti trauma atau stroke
Mental retardation
Kecanduan obat
Gangguan phisik seperti cleft palate
Vocal abuse or misuse (kesalahan pengucapan)
Autism

Beberapa tipe-tipe gangguan bicara

Apraxia , kesulitan merangkai bicara secara runtut dan kesulitan melakukan alat artikulasi untuk bicara.

Nonverbal Learning Disorder, kondisi neorologis ini diakibatkan dari damage pada otak hemisphere bagian kanan.
Ada 3 tiga kategori dari gangguan ini : motor, visual-spatial-pengorganisasian, sosial.
Kategori sosial bersinggungan dengan gangguan bicara dan bahasa seperti kesulitan memahami komunikasi non-verbal.


Hyperlexia, Kondisi ini termasuk kemampuan membaca jauh diatas level rata-rata untuk usia sebayanya, kesulitan memahami dan menggunakan bahasa verbal, dan kesulitan dalam melakukan interaksi timbal balik.



Auditory Processing Disorder, gangguan ini yang berpengaruh terhadap bagaimana bunyi diproses dan interpretasikan.

Stuttering, gangguan ini yang menyebabkan seseorang untuk mengulang-ulang suku kata ketika mau mengucapkan kata.
Ini biasanya dibarengi dengan mata berputar-putar, mengejapkan mata, dan hentakan kepala. Stuttering , dipengaruhi oleh factor psikologis akan tetapi bukan gangguan emosi atau nervous.


Speech and Language Delay, anak yang memiliki keterlambatan bicara dan bahasa terlambat perkembangan bicara dan bahasanya disbanding perkembangan anak pada umumnya. Hal ini dapat berkaitan dengan perkembangan kognitif , tapi tidak semua kasus seperti ini.

Perceptive-Expressive Language Disorder, perkembangan bicara dan bahasanya mengalami gangguan.


Pervasive Developmental Disorders, gangguan ini lebih dikenal seperti autism , Rett’s disorders, childhood disintegrative disorder, asperger’syndrom gejalanya dengan gangguan bicara dan bahasa.

Pragmatic Language Disorder, kesulitan menggunakan bahasa untuk digunakan komunikasi efektif dengan orang lain.


Phonological Disorder, kesulitan menggunakan bunyi bicara yang sesuai dengan bunyi yang ingin diucapkan sesuai dengan usianya dan dialek.

Jumat, 22 Mei 2009

Gangguan interaksi komunikasi

GANGGUAN INTERAKSI DAN KOMUNIKASI
DOSEN :
Dra. PERMANARIAN SOMAD M.PdOleh:
AHMAD NAWAWI,MOMON KUSMANA,
BETTY KARYANTI
IMA KURROTUN AININ
ANIK DWI HIEREMAWATI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2009









KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang tiada pernah terputus rahmat dan karunia-Nya. Sholawat serta salam teruntuk baginda yang kami rindukan Nabi dan Rasul kita Muhamad SAW. Kepada keluarganya, para sahabatnya dan sampailah pada kita sebagai pengikutnya.
Ucapan terima kasih kepada semua dosen Prodi Pendidikan Kebutuhan Khusus dan rekan-rekan yang selama ini saling mendukung, saling mengisi dan menyemangati dalam proses menuju pemahaman ke tingkat yang lebih baik.
Tiada gading yang tak retak, begitu pula dalam makalah presentasi tugas kelompok kami ini. Karenanya kami memohon saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaharuinya dikemudian hari. Mohon maaf jika dalam penyusunan laporan presentasi ini terdapat banyak kesalahan. Kritik, saran dan masukan akan menjadi bahan sharing yang berharga khususnya bagi tim kelompok penulis.
Berharap semoga ilmu yang di kaji saat ini menjadi ilmu bermanfaat dan dapat diaplikasikan secara nyata dilapangan.

Bandung, Maret 2009
Penyusun
Kelompok 1


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Perumusan masalah
C. Tujuan penulisan
BAB II DESKRIPSI KASUS
A. Identitas Kasus
B. Riwayat Perkembangan Kelahiran, Pengasuhan dan Kesehatan Anak
BAB III KAJIAN TEORI
A. Pengertian Interaksi
B. Mengembangkan Kemampuan Interaksi Anak Usia 3 – 5 Tahun
C. Bentuk-Bentuk Interaksi
BAB IV METODE
A. Menentukan Subyek
B. Menyusun Kajian Teori
C. Pembahasan Data
D. Instrumen Asesmen
E. Contoh Rancangan Program Intervensi
BAB V PEMBAHASAN
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
C. Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN













BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak dapat terlepas dari individu lain. Secara kodrati manusia akan selalu hidup bersama. Hidup bersama antar manusia akan berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi. Dalam kehidupan semacam inilah terjadi interaksi. Dengan demikian kegiatan hidup manusia akan selalu dibarengi dengan proses interaksi baik interaksi dengan alam lingkungan, interaksi dengan sesamanya, maupun interaksi dengan Tuhannya, baik itu disengaja maupun tidak disengaja.
Setiap manusia memiliki kemampuan berinteraksi dengan lingkungannya. Bahkan kemampuan itu telah dimilikinya ketika masih di dalam kandungan. Sejak di dalam kandungan manusia telah belajar berinteraksi dengan kondisi ibunya. Menurut penelitian janin/bayi di dalam kandungan pada usia kandungan tertentu memiliki kemampuan berinteraksi dengan lingkungan di luar kandungan. Misalnya bayi mampu mendengar bunyi-bunyi musik, kendaraan, detak jantung ibunya, merespon belaian pada kandungan, dll. Itu artinya manusia telah dibekali kemampuan interaksi sejak dini oleh Yang Maha Kuasa.
Pada tahap selanjutnya interaksi ini diwujudkan dalam bentuk komunikasi, terutama ketika berinteraksi dengan sesama manusia. Pada masa-masa awal kelahirannya manusia sudah belajar melakukan komunikasi, terutama dengan ibunya. Pada masa itu bayi mulai belajar mengkomunikasikan segala keinginannya dengan suara tangisan dan gerakan-gerakan tertentu dari anggota tubuhnya. Dari tangisan bayi, seorang ibu dapat membedakan apa yang anak inginkan. Ibu dapat membedakan menangis karena “ngompol” atau menangis karena lapar (ingin menyusu). Peristiwa ini menunjukkan bahwa manusia sejak dini telah menunjukkan tanda-tanda komunikatif dalam rangka pemenuhan kebutuhannya.
Namun kenyataannya tidak semua mampu berinteraksi dengan baik, ada beberapa anak diantaranya yang diduga mengalami hambatan dalam berinteraksi. Kenyataan ini memunculkan keinginan untuk melakukan studi kasus terhadap salah satu anak yang diduga mengalami hambatan dalam berinteraksi.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang masalah, dapat dikemukakan permasalahan pokok yang menjadi dasar perumusan masalah studi kasus yaitu: “ Bagaimana riwayat perkembangan kasus? Bagaimana kemampuan interaksi yang dimiliki kasus? dan Bagaimana program penanganannya ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah 1) untuk mengetahui riwayat perkembangan kasus, 2) untuk mengetahui bentuk-bentuk kemampuan interaksi yang dialami kasus dan 3) Membuat rancangan program penanganannya.




BAB II
DESKRIPSI KASUS
A. Identitas
1. Identitas subyek
Nama : H
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat tanggal lahir : Bandung 14 April 2005
Anak ke : Tunggal




B. Riwayat Perkembangan Kelahiran, Pengasuhan Dan Kesehatan Anak (Berdasarkan Keterangan Ibu Subjek)
1. Pre natal
Selama kehamilan trimester pertama asam lambung ibu tinggi
2. Pernah minum milanta tablet
3. Usia kehamilan 5 bulan ibu mengalami sakit gatal
4. Menggunakan salep untuk gatal
5. Sejak hamil sampai melahirkan ibu mengeluhkan sakit di bagian tulang ekor
2. Natal
a. Kelahiran normal
b. Lahir cukup bulan
c. Menggunakan perangsang pil
d. Proses kelahiran agak lama
e. Ibu diinfus
f. Lahir anak langsung bisa menangis
g. Sedikit kuning (tidak sampai di sinar)
h. Berat badan lahir : 3,850 gr
i. Tinggi badan lahir : 52 cm
3. Post natal
2 kali di beri imunisasi influensa, sebelum diimunisasi H sering sakit dan
daya tahan tubuh terhadap influensa membaik setelah imunisasi ke 2.
4. Perkembangan motorik
a. Usia 1 tahun 4 bulan H masih belum memiliki kepercayaan diri untuk berjalan sendiri (selalu meminta untuk dipegangi)
b. Saat dipegang kedua tangan H ingin berjalan cepat-cepat, namun tampak postur keseimbangannya kurang. (badan condong kedepan, telapak kaki tampak jinjit saat melangkah dan belum bisa menopang berat badan sepenuhnya) saat dipegang dengan satu tanggan, langkah H makin tidak seimbang
c. Posisi H saat duduk tampak sering membungkuk
d. Usia 1 tahun 4 bulan naik tangga dengan merayap, mobilisasi masih dengan merangkak
5. Perkembangan bicara dan berbahasa
a. Pada usia 7 bulan kata kata bermakna yang yang keluar hanya : maman
b. Di usia satu tahun perkembangan bahasanya sudah menampakkan peningkatan
c. Satu setengah tahun masih belum memehami konsep panas-dingin, masih belum konsisten terhadap konsep sebab akibat, belum memahami fungsi benda
d. Mampu merangkai tiga kata dengan struktur kalimat yang benar
e. Usia dua setengah tahun respon yang muncul hanya sekali dan tidak berulang kembali (H bermain dengan teman sebayanya, ada beberapa stimulus rangsang yang diberikan teman, namun respon balik yang disampaikan H hanya sekali dan tidak berulang ) artinya Stimulus-Respon-Stimulus-Tanpa respon-Stimulus-tanpa respon.
f. Diusai tiga tahun kemampuan berbicara H mengalami perbaikan, ide untuk mengawali dam memulai pembicaraan mulai muncul
g. Usai tiga tahun H mampu menanggapi stimulus dengan respon verbal hingga dua sampai empat kali respon S= stimulus, R=respon. (S-R-S-R-S-R-S-R-S-tanpa R).
h. Vokalisasi jelas meskipun berbicara pelan
6. Perkembangan sosialisasi
a. Sangat suka menyendiri
b. Awalnya dititipkan Ibu di Day care (8 hari penuh)
c. Frekuensi di Day care dikurangi menjadi 5 hari
d. Usia 1 setengah tahun H masih belum mampu bergaul dan membaur bersama teman teman lain di Day care
e. Usia 3 tahun 2,5 bulan H tidak lagi mengikkuti Day care
7. Perkembangan emosi
a. H tampak berbeda dengan anak lain dalam berkomunikasi, ia lebih suka menghindar dan menunjukkan penolakan pada kehadiran orang lain pada usia dibabah 15 bulan
b. Tidak mampu mengendalikan emosinya secara stabil terutama pada saat berinteraksi dengan teman yang berbeda jenis kelamin dengan H
c. H dikatakan “moody children” anak-anak yang memiliki ketidak stabilan mood atau emosi
8. Perkembangan persepsi
a. Secara umum perkembangan persepsi H baik
b. Memahami deret kubus, deret warna, bentuk, geometrik, design
c. Pengelompokan warna, bentuk sudah paham
d. Membedakan konsep tinggi-rendah, panjang-pendek, besar-kecil sudah jelas
e. Mengenal dan membedakan fungsi anggota tubuh
9. Perkembangan dorongan
i. Senang main roda sepeda kecil di putar-putar saja
j. Suka jijik (misalnya ketika sepidol terkena dan mengotori tangan)
k. Terganggu dengan suara dengung mesin
l. Takut dengan suara speaker yang keras

10. Kemandirian
j. Tidur dengan orangtua (1bed dengan Ibu, Ayah di extra bed)
a. Malam hari masih ngompol
b. Susu : memakai sedotan, tidak memakai botol, kadang disendoki
c. Makan 2 s/d 3 sendok bisa sendiri, selebihnya disuapi Ibu
d. Toilet training belum mandiri hingga sekarang (usia 4 tahun masih ketoilet dengan bimbingan, meskipun bimbingan yang diberikan “ditemani”)
C. Perkebangan interaksi anak saat ini

1. Regulasi diri dan minat terhadap dunia sekelilingnya
a. Menunjukkan minat terhadap berbagai rangsang hanya masih terbatas pada objek yang menonjol atau disodorkan secara kuat (dipaksakan)
b. Tetap tenang dan memusatkan perhatian untuk objek yang terbatas dan disukai saja
c. Menunjukkan minat terhadap objek tetapi kurang dengan teman sebaya yang berjenis kelamin perempuan atau orang yang belum dikenal
2. Keakraban
a. Menanggapi tawaran dengan senyuman, uluran tanggan, atau perilaku yang bertujuan dengan orang-orang yang dikenal saja
b. Menanggapi tawaran dengan kegembiraan yang pasif
c. Menggapi tawaran dengan rasa inggin tau dan minat asertif bagi orang-orang tertentu
d. Tidak menjadi jengkel jika tidak ditanggapi
e. Protes dan menjadi marah bila frustasi tapi tiak konsisten
3. Komunikasi dua arah
a. Kadang-kadang menanggapi gerak isyarat dengan gerak isyarat yang bertujuan
b. Memprakarsai interaksi dengan orang yang sudah dikenalnya saja
4. Komunikasi kompleks
a. Baru bisa menutup empat siklus komunikasi sekaligus
b. Bisa meniru perilaku yang bertujuan
c. Menutup sedikitnya lima siklus menggunakan celotehan, mimic wajah, sentuhan atau pelukan dengan orang yang dikenal
5. Gagasan emosional
a. Mampu menciptakan drama pura-pura
b. Menyatakan keingginan dan perasaan namun belum konsisten
c. Mampu melakukan permainan motorik sederhana yang memiliki aturan
d.
6. Berpikir emosional
a. Sudah mampu berbicara dengan gagasan yang berdasarkan realitas tetapi masih terbatas
b. Bermain pura-pura berdasarkan gagasan orang dewasa
c. Bermain permainan motorik dalam ruangan yang memiliki aturan tetapi dengan dorongan dari orang yang sudah dikenal






BAB III
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Interaksi
Secara harfiah interaksi (interaction) berarti “pergaulan, saling mempengaruhi”. Mutual or reciprocal action or influence; as, the interaction of the heart and lungs on each other.[1913 Webster].
Dalam kamus Bahasa Besar Indonesia Interaksi didefinisikan sebagai hal saling melakukan aksi, berhubungan atau saling mempengaruhi. Dengan demikian interaksi adalah hubungan timbal balik (sosial) berupa aksi saling mempengaruhi antara individu dengan individu, antara individu dan kelompok dan antara kelompok dengan kelompok.
Gillin dalam Abrahamzakky.blogspot 2009/02 mendefinisikan interaksi sosial sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai; pada saat itu mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk interaksi sosial.
Menurut pendapat Santoso 2004, Interaksi adalah hubungan timbal balik antara individu yang satu dengan individu yang lain, antara individu dengan kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok. Sedangkan hubungan adalah terjalinnya dua manusia atau sesuatu menjadi suatu kesatuan mereka saling mempengaruhi saling menerima, saling tergantung, saling menolong, saling membantu, dan saling mengisi.
Menelaah dari beberapa definisi dan istilah tentang interaksi maka kelompok kami berpendapat bahwa yang dimaksud dengan gangguan interaksi adalah : terjadinya permasalahan pada diri individu dalam melaksanakan hubungan timbal balik antara individu dengan individu, dengan kelompok, maupun dengan lingkungan social yang lain.




B. Mengembangkan Kemampuan Interaksi Anak Usia 3-5 Tahun
Anak pra sekolah senang berteman dan bersosialisasi. Hanya saja, tak semua anak nyaman dan mudah memulainya. Ada yang butuh dukungan dan stimulasi terlebih dahulu. Ada pula yang punya pembawaan cukup luwes dalam memulai perkenalan atau perbincangan dengan teman baru sehingga semua lancar seolah tanpa hambatan.
Tipe seperti apa pun anak usia 3 – 5 tahun anda, ada baiknya anda memberi ‘modal’ khususnya bagi yang akan masuk TK. Berikut beberapa hal yang bisa dikembangkan anak usia 3-4 tahun untuk merangsang perkembangan interaksinya .
Hangat dan penuh cinta Cara si kecil berinteraksi dengan lingkungan sekitar sangat bergantung pada pengaruh pola asuh dan hubunganya dengan ibu dan ayahnya. Hubungan hangat dapat diperkuat antara lain lewat berbagai aktivitas bersama dan tentu saja bermain. Berdasarkan penelitian, anak – anak yang sering bermain dengan orang tuanya terampil bergaul dengan teman – teman seusianya.
Orang tua yang hangat dan terampil bersosialisasi juga memiliki anak – anak yang suka tertawa dan mudah tersenyum. Sebagai orang tua, sebaiknya anda menghindari sikap suka mengkritik selama anak anda bermain, dan bersikaplah responsive terhadap gagasan yang diajukanya.
Petunjuk praktis
Sebagai pemula, anak – anak butuh arahan anda tentang cara memulai pertemanan. Beri petunjuk praktis tentang cara menyapa orang lain, memberi respon positif terhadap sapaan teman dan cara berinteraksi dalam kegiatan bermain bersama. Cara termudah, tentu saja dengan memberi contoh.
Diusia berapa pun, ada baiknya anda paparkan contoh tata krama dan perilaku yang mendukung kegiatan bersosialisasi dengan orang – orang di sekitarnya. Salah satu keterampilan sosial yang juga penting diajarkan adalah cara memecahkan masalah, misalnya dengan bernegoisasi, dan berkompetisi.
Biasakan bergaul
Biasanya untuk balita (0-3 tahun) cukuplah dengan teman seusia di sekitar lingkungan rumah atau sepupunya. Di usia balita ( 3 – 5 tahun), tak ada salahnya anda rutin mengajaknya bermain bersama anak sahabat anda di rumah atau dirumah sahabat, misalnya dengan merancang semacam waktu bermain.
Bisa juga anda jadwalkan membawa si kecil di hari tertentu ke taman bermain dengan anak seusianya di sekitar rumah.
Mengundang teman
Maksimalkan interaksi positif anak dan teman – temanya saat bermain bersama di rumah, antara lain dengan menyediakan beragam material dan kegiatan. Apabila si kecil memiliki gagasan baru dan materialnya belum tersedi, anda dapat membelinya terlebih dahulu.
Ajak anak menyusun kegiatan yang dapat dilakukan bersama teman yang akan diundang. Buatlah daftar mainan dan material yang tersedia lalu susunlah kegiatan yang mungkin dilakukan si balita bersama temanya.
Bimbing di awal
Sebagai awal, tak ada salahnya melibatkan diri saat si kecil bermain bersama temanya. Untuk balita sungguh membingungkan bermain bersama teman pertama kali. Anak usia 1 – 3 tahun belum mampu bermain secara sosial. Mereka biasanya main sendiri – sendiri secara paralel. Kehadiran anda di masa – masa awal tentu berguna untuk menjembatani situasi asing yang dihadapi si kecil.
Pemanasan dulu
Sebelum anak nyaman berinteraksi dengan orang – orang di lingkungan baru, misalnya prasekolah, ia butuh kesempatan mengenai lingkungannya terlebih dahulu. Setelah familiar dengan lingkungan barunya, dan merasa nyaman, biasanya anak – anak usia 3 – 5 tahun dengan nyaman memulai interaksi dengan orang – oarang di sekitarnya.
Kenalan dulu
Apabila si kecil akan masuk kelompok bermain atau TK di tahun ajaran baru, tak ada salahnya anda mencari tahu siapa saja calon teman- teman sekelasnya. Mungkin saja diantara orang tua mereka yang telah anda kenal. Ajaklah si kecil berkenalan dengan teman barunya sebelum prasekolah dimulai
Dukungan dan pujian
Tentu saja keberhasilan anak menghalau hambatan berinteraksi dengan teman perlu diberi imbalan berupa penghargaan dan pujian. Apabila si kecil ‘gagal’ di kesempatan pertama, tek perlu sedih. Berikan ia dukungan dan dorongan untuk mencoba lagi di kesempatan lain. Tentu saja peran anda saat memberi contoh dalam bersosialisasi juga penting, karena anda adalah panutanya. ( Andi Maerzyda ).









BAB IV
METODE
A. Menentukan Subyek
Menentukan satu subyek klient yang telah di duga mengalami gangguan interaksi, penentuan subyek studi kasus ini tidak melalui screning terlebih dahulu namun langsung merujuk pada subyek yang telah memiliki data base perkembangan (data base perkembangan ini diperoleh melalui asesmen riwayat tumbuh kembang anak mulai dari neo natal, natal hingga natal yang diperolah dari kuisioner yang diisi oleh orang tua subyek studi kasus).
B. Menyusun Kajian Teori
Penyusunan kajian teori didasarkan pada permasalahan gangguan interaksi dan di kaitkan dengan usia klient yang menjadi subyek studi kasus ini
C. Pembahasan Data
Materi dalam pembahasan data ini adalah menghubungkan antara data subyek di kaitkan dengan teori-teori yang berhubungan dengan interaksi untuk menemukan gambaran yang lebih jelas tentang tingkat kemampuan interaksi klien untuk selanjutnya dipergunakan dalam penyusunan program assesment yang lebih kongkrit tantang subyek guna ketepatan pemetaan hasil intervensi
D. Instrumen Assesment
Pembuatan instrumen assesment untuk mengukur tingkat kemampuan interaksi subyek, dikarenakan subyek berusia 4 tahun maka rancangan instrumen yang digunakan adalah instrumen pengukuran kemampuan interaksi anak usia 3 sampai dengan 5 tahun. Diharapkan dengan instrumen yang lebih terperinci, kemampuan dan hambatan komunikasi H dapat dianalisis secara lebih detail untuk kemudian dirancang program intervensi yang tepat (karena data dari hasil observasi dan interview tanpa adanya pedoman instrumen yang jelas tidak akan memberikan penjelasan rinci tentang kemampuan dan hambatan yang dialami anak)
E. Contoh Rancangan Program Intervensi
Bentuk rancangan program intervensi yang kami sajikan dalam studi kasus ini bukan merupakan bentuk program intervensi yang sesungguhnya (hanya berupa contoh saja), karena program intervensi yang sesungguhnya akan sangat tergantung dari aplikasi assesmen yang telah dipetakan, sehingga jelas di ketauhi hambatan utama anak selajutnya bisa dirancang program intervensi yang sesuai untuk kebutuhan anak



BAB V
PEMBAHASAN
Interaksi sebagai dasar komunikasi perlu mendapatkan stimulasi dini untuk mengantarkan anak
Interaksi merupakan hubungan antara dua orang atau lebih yang saling mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki.
Berdasarkan kajian teori dan data yang diperoleh tentang H, berikut pembahasan masalah H
A. BENTUK-BENTUK KEMAMPUAN INTERAKSI H

1. Kerjasama : Belum tampak adanya kemampuan kerjasama pada H, masih suka bermain sendiri, hanya dalam kesempatan tertentu H menampakkan reaksi pada temannya misalnya dengan menghentikan aktifitas temannya yang sedang bermain kadang juga bermain hal yang sama yang sedang dimainkan temannya, namun semua aktifitas tersebut tidak dilakukan dengan kerjasama.

2. Persaingan : persaingan akan muncul ketika ada kerjasama, sedangkan kemampuan kerjasama H masih belum tampak sehingga tidak muncul adanya kompetisi pada H terhadap temannya meskipun berada pada satu aktifitas dan kegiatan dengan teman-teman sebayanya. Bentuk persainggan kecil yang muncul pada H adalah adanya reaksi “memukul pelan / usaha untuk merebut / berteriak pelan saat menginginkan mainan teman yang menarik baginya” namun kejadian seperti itu sangat jarang terjadi, karena H lebih sering tidak merespon dan tidak mengadakan interaksi dengan teman-teman sepermainaanya.

3. Kepedulian : kepedulian H pada diri dan lingakungan kurang. Bila dalam keadaan yang mendukung H mau merespon pertanyaan yang diberikan kepadanya, (H mampu menjawab pertanyaan pertanyaan dengan benar dan dengan penggunaan bahasa yang tepat) namun bila kondisi H tidak sedang “mood” stimulus apapun yang datang padanya tidak mendapatkan respon (tidak dipedulikan sama sekali).

4. Pertentangan : bentuk pertentangan atau penolakan yang dilakukan H berupa ketidak peduliannya pada kondisi disekelilingnya (bukan sebuah pertentangan yang ekstrim terlihat sebagai penolakan) jadi lebih bersifat pertentangan yang tidak jelas.

5. Kepemimpinan : masih cenderung memiliki primitif ego yang tinggi tidak tampak adanya sifat sifat kepemimpinan, hal ini tampak pada aktifitas kegiatan bermain bersama, H cenderung tidak bergaul dan menjauhi arena permainan yang lain (terutama pada teman-teman lawan jenis, H cenderung tidak suka atau menghindari)

6. Tanggung jawab : bentuk-bentuk tanggungjawab yang sederhana telah mampu ditunjukkan oleh H (misalnya pada aktifitas harian yang sederhana : memasang kaos kaki sendiri, memakai sepatu, dan menggembalikan benda ke tempat asalnya).


B. HAMBATAN YANG DIALAMI BERKAITAN DENGAN KEMAMPUAN INTERAKSI (dikaitkan dengan kasus H)

1. Tidak inisiatif : H mulai menampakkan inisiatif meskipun sangat jarang (bentuk inisiatif sederhana itu misalnya mulai ada kemauan untuk memulai bertanya, meskipun setelah pertanyaan tersebut direspon kadang H tidak memberikan respon balik terhadap stimulus yang datang)

2. Agresif : agresifitas H saat ini sudah lebih stabil karena H telah sering mendapatkan stimulasi dari lingkungan untuk menurunkan tingkat agresifitasnya (stimulasi diberikan olah ibu dan lingkungan tempat belajar H)

3. Impulsif : H tidak menunjukkan perilaku impulsif berlebihan

4. Maladaptif : H bukan tipe anak peniru, ia lebih suka melakukan sesuatu oleh dorongan ketertarikan H pada subyek tertentu.

5. Tidak ada motivasi: persaingan dan keinginan untuk bersaing tidak tampak pada H sehingga motivasi yang dimiliki H tidak tampak sebagai dorongan untuk melakukan sesuatu lebih baik (tidak memiliki motivasi intrinsik yang kuat, motivasi seringkali dimunculkan secara eksternal oleh orang-orag diluar dirinya)

6. Ketergantungan : tingkat ketergantungan H sangat tinggi pada pengasuh dan Ibunya

7. Sulit konsentrasi : dalan keadaan “mood’ H dapat menyelasaikan tugas-tugas motorih halus dengan tingkat kerumitan seusianya. Kemampuannya berkonsentrasi hanya terbatas pada saat-saat dimana H sedang “mood”

8. Gangguan berfikir : dalam suatu pemeriksaan psikologis dan IQ H dinyatakan sebagai anak dengan IQ rata-rata dan masuk dalam kategori “spectrum” namun tidak sampai terkategorikan dalam DSM IV, tidak dinyatakan mengalami ganguan dalam kemampuan berfikir

9. Mengasingkan diri: salah satu hal yang menonjol dari H yang berbeda dengan anak lain yang usianya sebaya dengan H adalah tingginya intensitas H menyendiri / mengasingkan diri dari lingkungannya.



BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Kemampuan berbicara dan penguasaan kosakata yang memadai pada anak, ternyata tidak otomatis menjadi modal utama anak untuk memiliki kemampuan berinteraksi yang baik
2. Interaksi sebagai dasar (ketrampilan prerequisite) dari komuniksi perlu mendapatkan stimulasi dini untuk mengantarkan anak memiliki keterampilan berkomunikasi yang baik.
3. Pada anak-anak yang mengalami kebutuhan khusus, diperlukan stimulasi secara khusus (interaksi harus direncanakan secara sistematis dan bertujuan)
4. Dengan stimulasi yang sama, respon tiap anak akan berbeda beda, hal ini tergantung pada kesiapan anak dalam berinteraksi juga karakteristik anak yang memang berbeda-beda antara satu individu dan individu yang lainnya
5. Untuk mengoptimalkan kemampuan anak dalam berinteraksi, harus diperhatikan pula kesiapan anak dalam melakukan interaksi, kesiapan berinteraksi bergantung pada faktor lingkungan (keberadaan anak dalam keluarga) dan aspek sensori : pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan. (memanfaatkan semua aspek sensori)

B. SARAN
1. Memanfaatkan semua aspek sensori untuk dijadikan stimuli dalam perkembangan kemampuan interaksi anak


C. REKOMENDASI
Berikut beberapa program yang kami rancang untuk mengembangkan kemampuan interaksi bagi H yang dapat diterapkan di sekolah TK tempat H bersekolah (yang pada dasarnya tidak hanya bermanfaat untuk H namun juga untuk pengembangan kemampuan interaksi bagi anggota kelas yang lain)
Bentuk perlakuan dengan bimbingan pengembangan interaksi : merupakan bentuk bimbingan yang diberikan untuk menolong individu ataupun kelompok agar mampu mengatasi permasalahannya dalam bidang interaksi, selanjutnya untuk mengembangkan kemampuan komunikasi anak
1. Pedoman bimbingan
Bentuk metode atau materi permainan yang disusun sendiri atau dirumuskan sendiri oleh lembaga sebagai acuan pengajaran. Meteri ini disusun untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan interaksi anak.
Bimbingan yang dilakukan hendaknya memperhatikan keragaman dan memenuhi prinsip bahwa semua siswa mendapatkan manfaat dan tidak ada anak yang dirugikan (memperhatikan unsur inklusifitas).
2. Bentuk-bentuk materi ajar
a. Dinamika kelompok : dinamika kelompok yaitu dengan membangun kejasama dan keserasian dengan teman-teman yang lain, dilaksanakan dalam bentuk permainan dengan membagi siswa menjadi berkelompok-kelompok.
b. Simulasi sikap : dilaksanakan dalam permainan mempergunakan peran-peran sosial seseorang, misalnya bermain peran menjadi polisi dan pencuri.
c. Etika budi pekerti : etika sesuai norma, saat beraktifitas, bertemu dengan teman, makan, bermain dan kegiatan kegiatan yang lain.
d. Motivasi : menumbuhkan keinginan positif, memberi motivasi anak. Bisa dengan cara pemberian reward (meskipun hanya berupa pujian) ataupun pemberian penguatan.
e. Perlakuan : membentuk perilaku anak sesuai dengan norma yang telah berlaku (modifikasi perilaku).
3. Bentuk-bentuk materi bimbingan
a. Logicall story : guru memberikan cerita-cerita menarik yang mampu dipahami anak dengan inspirasi dari kejadian-kejadian logis dan aplikatif.
b. Logical discussion : guru mengajak anak-anak mendiskusikan peristiwa-peristiwa sederhana yang ada di sekitar kehidupan sehari-hari.
c. Happy theraphy : melatih anak untuk mengembangkan diri dalam bentuk permainan-permainan yang menyenangkan.
d. Pemberian tugas individu untuk penanaman tanggung jawab (pemberian tugas tetap memperhatikan kemampuan anak dan menghilangkan unsur paksaan, contoh tugas : menyampaikan “sayang” pada ibu dan Ayah sesampainya anak dirumah).
e. Motivasi belajar yakni dengan pengajaran latihan konsentrasi dan daya ingat anak sebelum memulai aktifitas (konsep motivasi ini dirancang dengan model Fun motivation).
4. Metode bimbingan
Dalam kegiatan belajar untuk anak-anak usia pra sekolah semuanya harus dilaksanakan dalam kegiatan yang fun dalam frame permainan (tidak ada tuntutan menghafal, dan tekanan jadi anak murni bermain tidak ada tuntutan anak harus hafal huruf, angka dansebagainya) berikur tekniknya :
a. Persiapan (bila anak masih ada yang menangis ditenangkan, namun untuk beberapa anak yang masih belum dapat tenang dan masih aktif bergerak guru hanya perlu untuk bagaimana mengalihkan dan menarik perhatian anak, membiarkan anak tetap bergarak namun juga mencari cara bagaimana anak tetap dapat mengikuti aktifitas yang dilakukan guru).
b. Anak diajak untuk melakukan aktifitas yang mengandung unsur fun bagi anak, motivasi, bekerjasama dan permainan-permainan perangsang anak untuk mempertinggi interaksi dan melatih pengajaran pikologis anak.
c. Memberikan follow up.
5. Waktu dan tempat.
Dilaksanakan di lingkungan sekolah ataupun taman bermain .
6. Sasaran dan tenaga layanan bimbingan.
a. Sasaran 1) bimbingan kelompok yaitu anak secara keseluruhan 2)
bimbingan spesialisasi yaitu menurut macam spesialisasi dan kebutuhan
anak.
b. Tenaga layanan yang menangani bisa dari guru ataupun dari instruktur (bekerjasama dengan ahli misalnya teraphist).
7. Tujuan layanan bimbingan
a. Secara umum adalah mengoptimalkan masa-masa timbuh kembang anak.
b. Secara spesifik merangsang kemampuan anak dalam berinteraksi secara positif.
!). Meningkatkan circle interaction (anak mampu mengikuti dan merespon rangsang sehingga kualitas interaksi dan komunikasi menjadi lebih baik tidak terputus-putus)
2) Secara konsisten melakukan interaksi dengan teman (tidak melakukan interaksi hanya di moment-moment khusus / ketika anak dalam keadaan mood saja).


DAFTAR PUSTAKA
http://kamus.landak.com/cari/interaksi). WEBSTER 1913
kamus besar bahasa Indonesia
gillin http://abrahamzakky.blogspot.com/2009/02/proses-sosialisasi-dan-interaksi-sosial.html
http://www.khatulistiwa.net/khatulistiwa.php?c=131&p=3930 (buku dinamika Kelompok oleh Drs. Slamet Santoso, Bumi Aksara, 2004

LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
A. KISI-KISI ANGKET
Angket ini dibuat berdasarkan pedomen dari De Ganggi dan S. Poisson (1990)
Tujuan penggunaan angket ini adalah untuk mendiagnosa adanya kelainan atau perkembangan di bidang regulasi, perkembangan emosi, komunikasi dan interaksi.
DAFTAR PERTANYAAN UNTUK ORANGTUA :
NO IDENTIFIKASI PERTANYAAN JUMLAH PERTANYAAN
1 Kemampuan anak mengatur diri sendiri 9
2 Perhatian anak 3
3 Seputar tidur 2
4 Tentang makanan dan pemberian makan anak 5
5 Memakai baju mandi dan sentuhan 11
6 Gerakan 5
7 Mendengarkan, bahasa dan suara 6
8 Melihat dan penglihatan 2
9 Ikatan dan fungsi emosional 14


B. BENTUK ANGKET

Dimohon untuk membaca dengan seksama daftar pertanyaan di bawah ini dan isilah pertanyaan sesuai urutan dan nomer pertanyaan dengan memberikan tanda ceklist ( √ ) pada olom yang sesuai


N
O


DAFTAR PERTANYAAN JAWABAN

SKORING
TIDAK/
KADANG-KADANG YA/
SERING YA/
DULU
1 KEMAMPUAN ANAK MENGATUR DIRI SENDIRI
a Sering rewel dan lekas marah
b Mudah menangis, dimulai sedikit sampai meledak-ledak
c Anak merasa kesulitan untuk ditenagkan dengan diberi dot, mainan atau mendengarkan pengasuh
d Tidak sabar menunggu mainan, atau makanan, cepat marah
e Sulit mengarahkan perhatian dari satu kegiatan ke kegiatan lain
f Anak membutuhkan waktu dan penjelasan yang berulang tentang suatu perubahan aktifitas
g Mengharapkan kehadiran orangtua atau pengasuh terus menerus
h Temper tantrum (mengamuk / berontak) sering dan berat
i Waktu yang diperlukan untuk menenangkan anak 15-30’ 1-2 jam ≥ 3 jam

Total

2 PERHATIAN ANAK
a Mudah dialihkan, perhatiaanya yang mengambang
b Sering terputus perhatiannya dan sulit mengajak kembali
c Sulit mengalihkan perhatian dari satu obyek / kegiatan ke obyek / kegiatan yang lain
Total

3 SEPUTAR TIDUR
a Jam tidur malam larut (≥ pk 20.00) sering terbangun lebih dari 3 kali semalam dan sulit tertidur lagi sendiri
b Memerlukan waktu yang luar biasa untuk menidurkan anak. Misalnya : diayun, dibawa jalan-jalan keluar, dibelai rambutnya dsb
Total

4 TENTANG MAKANAN DAN PEMBERIAN MAKAN
a Hanya mau makanan lembut
b Keinginan luarbiasa untuk minuman atau makanan tertentu
c Ngeces (drolling) yang berlebihan saat anak mulai keluar gigi
d Mudah muntah atau sering seperti inggin muntah
e Tidak tenang dan mudah teralihkan saat makan
Total

5 MEMAKAI BAJU, MANDI DAN SENTUHAN
a Tidak mau memakai baju
b Memilih pakaian tertentu, dan mengeluh bila pakaian terlalu sempit dan menggelikan (bahan pakaian)
c Menginginkan pakaian yang berlapis-lapis
Marah kalau rambut atau mukanya dicuci
d Tidak suka kalau dipeluk, dibuai (cudle) menghindari atau melentingkan tubuhnya
e Sering menubruk orang / barang / benda
f Tidak menyukai ikatan di kursi mobil
g Tidak tampak mengeluh sakit kalau jatuh / disuntik
h Anak selalu menghindari posisi tertentu misalnya telungkup atau terlentang
i Menghindari sentuhan dengan tekstur atau bahan tertentu seperti bahan berbulu atau takut tangannya kotor
j Marah kalau baju dibuka
Total

6 GERAKAN
a Bergerak terus, berlari-lari atau berayun-ayun, tidak bias duduk diam
b Tidak merangkak sebelum berjalan
c Takut kalau diayun, naik korsel atau dilempar keatas
d Keinginan yang luar biasa untuk diayun atau badannya diangkat terbalik (dengan kepala dibawah)
e Kikuk (canggung), mudah jatuh, kurang keseimbangan, menabrak-nabrak barang/ benda
Total


7 MENDENGARKAN, BAHASA DAN SUARA
a Kaget sekali dan mudah terganggu karena suara keras (vacuum cleaner, lonceng atau gonggongan anjing)
b Terganggu oleh bunyi yang biasa tidak dihiraukan oleh orang lain
c Tidak bereaksi terhadap sapaan verbal (walaupun pendengaran normal)
d Kurang ngoceh pada tahun pertama anak
e Mengulang-ulang kata atau kalimat yang baru di dengar
f Pengulangan kata atau kalimat yang terus menerus
Total


8 MELIHAT DAN PENGLIHATAN
a Reaksi yang berlebihan tehadap cahaya terang misalnya dengan menangis atau menutup mata
b Menjadi gelisah bila dibawa ke lingkungan (suasana) yang ramai (mal atau supermarket)
Total

9 IKATAN DAN FUNGSI EMOSIONAL
a Menghindari kontak mata, membuang muka dari tatapan, lebih menyenangi obyek atau mainan
b Tampak tidak gembira atau senang
c Tidak memulai interaksi aktif dengan orangtua / pengasuh, yang harus menyapa anak berkali-kali
d Tidak menunjukkan interaksi yang timbal balik
e Anak belum terlihat bermain pura-pura atau meniru kegiatan orang dewasa
f Memecahkan mainan atau menunjukkan sikap destruktif
g Sulit dipisahkan dengan ortu atau pengasuh di sekolah atau tempat belajar anak
h Bisa berhubungan dengan semua orang termasuk orang yang belum dikenal
i Tidak mau bermain dengan anak lain, menyendiri dan menjadi agresif
j Tidak bereaksi (mengindahkan) terhadap disiplin atau rambu-rambu (batasan) yang diberikan orangtua
k Tampak takut atau gelisah menghadapi orang atau lingkungan yang asing
l Tetap mengingat peristiwa yang menakutkan (traumatic)
m Merusak atau melukai diri sendiri
Ingin menguasai ligkungan
n Semua orang disekitarnya mengalami kesulitan untuk mengerti atau memahami keingginan dan emosi anak
Total

Jumlah score total (dari keseluruhan pertanyaan) adalah : ….
C. PEDOMAN SKORING ANGKET
Skor diberikan pada semua item
Nilai 2 : Ya / sering
Nilai 1 : Ya / dulu
Nilai 0 : tidak / kadang-kadang
Skor pertanyaan 1 poin i :
Nilai 2 : > 3 dari jam
Niali 1 : 1 sampai 2 jam
Nilai 0 : 15-30 menit
Jumlahkan semua skor untuk tiap kategori dan masukkan skor anak. Bandingkan dengan batasan skor ”cut off” . skor yang sama atau diatas angka yang dicantumkan pada tabel dibawah ini menandakan aadanya masalah pada anakdan diberikan diagnosa ”resiko” adanya kelainan atau gangguan perkembangan.
Batasan skor untuk menginterpretasikan cheklist gejala gangguan perkembangan anak usia 2-4 tahun
Bidang fungsi skor anak Batasan skor Skor yang diperoleh anak
Pengaturan diri
Atensi perhatian 4
Tidur 3
Makan dan cara makan 2
Berpakaian, mandi, sentuhan ,gerakan 2
Mandengarkan, bahasa dan suara 2
Melihat dan penglihatan 3
Ikatan dan emosional 3



Kesimpulan :..................
Catatan :..................
Tanggal pemeriksaan :..................
Pemeriksa :..................



















LAMPIRAN 2
INSTRUMEN ASSESMEN UNTUK PERKEMBANGAN SOSIAL, EMOSI DAN BAHASA BAGI ANAK USIA PRA SEKOLAH (4-6 TAHUN)
KET : instrumen assesman ini dikutip dari mata kuliah assasmen dan pendekaan pembelajaran oleh kelompok 1. pentingnya penggunaan instrumen ini karena di dalam interaksi terdapat aspek-aspek lain yang terlibat yaitu : aspek sosial, emosi dan bahasa


A. ASESMEN
1. Kisi-Kisi Instrumen Asesmen
No. Aspek Perkembangan Komponen
(Berk, 2003; Hurlock, 1990; Hurlock, 2005) Indikator Perkembangan No. Item Pertanyaan
1. Sosial Kerjasama:
Bekerjasama dengan anak lain untuk melakukan sesuatu secara bersama-sama • Bekerjasama dengan anak lain dalam mengerjakan tugas di kelas
• Bermain dengan mengikuti aturan permainan AS.1, AS.2, AS.3
Hubungan sosial :
Belajar melakukan hubungan sosial dengan bergaul dengan orang lain di luar rumah • Bermain dengan anak lain
• Cepat bergaul dengan orang yang baru dikenal AS.4, AS.5
Persaingan:
Berlomba untuk mendapatkan prestasi terbaik • Berusaha mengerjakan tugas lebih cepat atau lebih baik dari anak lain AS.6
Kemurahan hati :
Menunjukkan kemurahan hati • Menolong teman/orang lain yang sedang kesulitan
• Meminjamkan barang/mainannya
• Membagi bekal kepada teman AS.7, AS.8, AS.9
Penerimaan sosial :
Menunjukkan hasrat akan penerimaan social • Mau bermain dengan teman yang mana pun
• Menerima/mempertimbangkan pendapat/usul teman AS.10, AS.11
Simpati :
Menunjukkan emosi yang sama dengan emosi yang ditampilkan orang lain • Ikut sedih/gembira jika ada teman bersedih/bergembira AS.12
Empati:
Anak peduli dengan perasaan orang lain • Menyuruh anak lain yang ribut untuk diam saat guru berbicara.
• Tidak tertawa-tawa saat ada teman yang sedang bersedih.
• Menenangkan teman yang sedang bersedih/cemas. AS.13, AS.14, AS.15
Ketergantungan:
Anak menunjukkan sikap ketergantungan dengan minta bantuan • Meminta bantuan orang lain dalam mengatasi berbagai persoalan AS.16
Meniru:
Anak meniru perilaku orang lain • Meniru perilaku/gerak-gerik/permainan orang lain
• Meniru pakaian/tas/sepatu orang lain AS.17, AS.18
Perilaku kelekatan:
Anak menunjukkan perilaku selalu bersama dengan orang/objek tertentu • Gelisah jika tidak disertai orang/benda yang disukai.
• Gembira jika disertai orang/benda yang disukai AS.19, AS.20
Negativism:
Anak menolak nasihat/perintah • Menolak nasihat/perintah
• Berprasangka buruk terhadap sesuatu yang belum jelas keburukannya. AS.21, AS.22
Perilaku Agresi:
Anak menunjukkan perialu menyerang baik secara lisan maupun fisik terutama pada anak yang lebih kecil • Berkata kasar/memaki kepada orang lain
• Menendang/memukul/mencubit orang lain
• Merusak barang-barang AS.23, AS.24, AS.25
Pertengkaran:
Anak menunjukkan perilaku mengejek, menggertak, dan usaha balas dendam. • Mengejek orang lain
• Bertengkar dengan orang lain
• Membalas dendam AS.26, AS.27, AS.28
Berkuasa:
Anak menunjukkan perilaku memerintah dan mempergunakan orang lain untuk memenuhi kepentingannya • Menyuruh orang lain dengan memaksa untuk mengerjakan sesuatu AS.29
2. Emosi Amarah:
Anak menunjukkan pola ekspresi kemarahan lebih matang, seperti cemberut dan sikap bengal, serta menggunakan bahasa untuk mengungkapkan reaksi kemarahan • Anak tidak mematuhi perintah, cemberut/bersungut-sungut, mengumpat, mengejek, berbicara kasar/kotor AE.1, AE.2
Takut:
Anak menunjukkan rasa takut pada situasi dan hal-hal yang dikhayalkan • Anak menunjukkan rasa takut, misalnya dengan cara bersembunyi, menangis, gemetar AE.3
Malu:
Anak menunjukkan rasa malu saat bertemu dengan orang lain yang belum (baru) dikenalnya • Anak menunjukkan rasa malu dalam bentuk bicara gagap, menarik-narik baju, tersipu-sipu, tidak berani menatap, sedikit berbicara AE.4, AE.5, AE.6, AE.7, AE.8
Cemas:
Anak merasa khawatir karena berpikir bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi • Anak menunjukkan kegelisahan, murung, rebut, berlagak, bosan, gugup kesulitan berbicara, mencari kesibukan sendiri, berpura-pura sakit AE.9, AE.10, AE11, AE.12, AE.13, AE.14, AE.15
Cemburu:
Menunjukkan reaksi cemburu jika perhatian seseorang (terutama orangtua) tidak terarah kepadanya • Anak menunjukkan kecemburuan dengan cara marah-marah, mencela, mengejek, menyalahkan orang lain AE.16, AE.17, AE.18,
Sedih:
Anak menunjukkan kesedihan karena kehilangan sesuatu yang dianggap penting • Anak menunjukkan kesedihan dengan cara menangis atau diam saja AE.19, AE.20
Gembira:
Anak menunjukkan kegembiraan karena mendapatkan apa yang dibutuhkannya • Anak menunjukkan kegembiraan dengan cara tertawa atau bermain bersama AE.21
3. Bahasa Fonologi:
Anak menunjukkan kemajuan pesat dalam pengucapan kata-kata Menunjukkan kemajuan pesat dalam pengucapan AB.1, AB.2
Semantik:
Anak mulai mampu menguasai makna kata-kata • Anak usia 4 tahun mengetahui nama warna dasar
• Anak usia 6 tahun memahami kata tiga, sembilan, lima, sepuluh dan tujuh untuk menghitung jumlah biji
• Anak usia 6 tahun mengetahui makna pagi, siang dan malam AB.3, AB.4, AB.5, AB.6, AB.7
Tatakalimat:
Anak sudah mulai bisa menyusun kalimat dengan hampir lengkap berisi semua unsur kalimat, yang terdiri atas 6-8 kata Pada anak usia 4 tahun menyusun kalimat dengan hampir lengkap berisi semua unsur kalimat AB.8
Pragmatik:
Anak sudah mulai bisa menggunakan bahasa secara efektif dalam konteks sosial • Usia 4-8 tahun khususnya laki-laki menggunakan istilah popular untuk mengungkapkan emosi pada teman sebaya
• Anak usia 6 tahun terutama perempuan menggunakan bahasa rahasia untuk berkomunikasi dengan teman sebaya
• Anak usia 5 tahun menggunakan kata yang dilebih-lebihkan melebihi penalaran untuk menarik perhatian
• Dimulai saat usia 3 tahun menggunakan kata menghina untuk memaksakan ego, menyalurkan perasaan tersinggung, memberitahu pendapatnya tentang orang lain
• Anak belum bisa melakukan percakapan yang sesuai dengan konteks pembicaraan AB.9, AB.10, AB.11, AB.12, AB.13
Kesadaran metalinguistik:
Anak sudah mulai bisa berpikir tentang bahasa sebagai sebuah sistem Anak usia 4 tahun sudah dapat menggunakan kata ganti AB.14, AB.15

2. Instrumen Asesmen

No. Aspek Perkembangan Responden No Item Pertanyaan Kategori Pertanyaan
1. Sosial G AS.1 Apakah anak dapat diajak dalam kegiatan menempel dan menyusun gambar di papan tulis? Jika tidak, apa penyebabnya? +
O, G AS.2 Apakah anak mau diajak untuk membersihkan ruangan kelas/rumah ? Jika tidak, apa yang ia lakukan saat orang lain melakukan tugas tersebut? +
O, G AS.3 Apakah anak bisa mengikuti permainan sesuai dengan aturan permainan? +
O, G AS.4 Apakah anak biasanya bermain dengan anak lain? Jika tidak, hal-hal apa yang membuat anak tidak mau? +
O, G AS.5 Apakah anak cepat bergaul dengan teman yang baru dikenalnya? +
O, G AS.6 Apakah anak berusaha mengerjakan tugas/sesuatu lebih cepat/lebih baik dari orang lain? +
O, G AS.7 Apakah anak suka membantu/menolong temannya yang sedang kesulitan? +
O, G AS.8 Apakah anak mau meminjamkan barang/mainannya kepada anak lain? +
O, G AS.9 Apakah anak mau berbagi bekal/makanan/tempat dengan temannya? +
O, G AS.10 Apakah anak mau bergaul dengan siapa pun di sekolah/ di rumah? +
O, G AS.11 Apakah anak mau mendengarkan pendapat teman/orang lain dalam memutuskan sesuatu? +
O, G AS.12 Apakah anak suka menunjukkan kesedihan jika ada anak lain mengalami musibah? +
O, G AS.13 Apakah anak suka mengingatkan anak lain untuk memperhatikan saat guru/temannya sedang berbicara? +
O, G AS.14 Apakah anak langsung terdiam/berusaha tidak tertawa saat ada temannya bersedih? +
O, G AS.15 Apakah anak berusaha menghibur/menenangkan temannya yang sedang bersedih/cemas? +
O, G AS.16 Apakah anak hampir selalu meminta bantuan untuk menyelesaikan tugasnya? -
O, G AS.17 Apakah anak bisa meniru gerak-gerik orang lain? +
O, G AS.18 Apakah anak suka meniru benda/pakaian/tas/sepatu orang lain? +
O, G AS.19 Apakah anak gelisah jika tidak ada orang/barang yang disukainya? -
O, G AS.20 Apakah anak gembira bila disertai benda/orang yang disukainya? -
O, G AS.21 Apakah anak suka menolak nasihat/perintah? -
O, G AS.22 Apakah anak suka berprasangka buruk terhadap sesuatu yang belum diketahuinya? -
O, G AS.23 Apakah anak suka berkata kasar/memaki orang lain -
O, G AS.24 Apakah anak suka menendang/memukul/mencubit oranglain? -
O, G AS.25 Apakah anak suka merusak barang-barang? -
O, G AS.26 Apakah anak suka mengejek orang lain? Jika ya, siapa yang biasanya ia ejek? Dalam situasi apa biasanya anak mengejek? -
O, G AS.27 Apakah anak suka bertengkar? -
O, G AS.28 Apakah anak suka membalas perbuatan teman yang tidak baik? -
O, G AS.29 Apakah anak suka menyuruh/memaksa orang lain untuk mengerjakan sesuatu? -
2. Emosi O, G AE.1 Apakah anak sering menunjukkan mudah marah? Jika ya, hal-hal apa saja yang bisa membuat anak mudah marah? Dalam situasi seperti apa biasanya anak mudah marah? Apa yang dilakukan anak pada saat marah? -
O,G AE.2 Apakah anak sering membantah? Jika ya, dalam hal apa saja anak suka membantah? Kepada siapa ia suka membantah? -
O,G AE.3 Apakah anak sering tampak ketakutan? Jika ya, hal-hal apa saja yang membuat anak takut? Apa yang biasanya dilakukan anak jika ketakutan? -
G AE.4 Apakah anak suka memisahkan diri (menarik diri) dari teman-temannya saat di kelas? Jika ya, dalam situasi seperti apa anak menunjukkan perilaku menarik diri? -
O,G AE.5 Apakah anak sering gagap? Jika ya, dalam situasi yang seperti apa anak menjadi gagap? -
O,G AE.6 Apakah anak sering tampak malu-malu? Jika ya, apa saja yang dilakukan jika ia malu? Hal-hal apa saja yang bisa membuat anak malu? -
O,G AE.7 Apakah anak menunjukkan tidak berani menatap jika ditanya/diajak bicara? Jika ya, hal-hal apa yang bisa menyebabkan anak tidak berani menatap lawan bicara? -
G AE.8 Apakah anak sering tidak menjawab pertanyaan dari ibu guru? Jika ya, hal apa saja yang menyebabkan anak berperilaku seperti itu? -
G AE.9 Apakah anak sering menunjukan perilaku gelisah? Jika ya, apa yang dilakukan anak jika sedang gelisah? Situasi seperti apa yang membuat anak gelisah? -
O, G AE.10 Apakah anak tampak sering murung? Jika ya, dalam situasi seperti apa anak tampak murung? Apa yang dilakukan anak jika sedang murung? -
O,G AE.11 Apakah anak sering ribut? Jika ya, hal-hal apa saja yang bisa membuat anak ribut? Dimana/dalam situasi seperti apa yang biasanya anak ribut? -
O,G AE.12 Apakah anak suka berlagak jagoan? Jika ya, dalam situasi seperti apa anak berlagak jagoan? -
G AE.13 Apakah anak sering tampak bosan didalam kelas? Jika ya, hal-hal apa saja yang dapat membuat anak mudah bosan? Apa yang dilakukan anak ketika mulai bosan? -
G AE.14 Apakah anak sering berpura-pura sakit jika disuruh guru ke depan kelas? Apa tanda bahwa ia berpura-pura sakit, bukan benar-benar sakit? -
G AE.15 Apakah anak sering menolak disuruh maju ke depan oleh ibu guru? Jika ya, apa tanda bahwa ia menolak? Mengapa ia menolak maju ke depan kelas? -
O,G AE.16 Apakah anak sering menunjukkan sikap cemburu? Jika ya, hal-hal apa saja yang dapat membuat anak cemburu? Apa yang dilakukan anak jika sedang cemburu? -
O,G AE.17 Apakah anak sering mencela hasil karya teman lain? Jika ya, seperti apa biasanya celaan tersebut? Mengapa anak mencela karya temannya? -
O,G AE.18 Apakah anak suka menyalahkan orang lain? Jika ya, hal-hal apa saja yang dapat membuat anak menyalahkan orang lain? Dalam situasi seperti apa anak menyalahkan orang lain? -
O,G AE.19 Apakah anak sering menangis ? Jika ya, hal apa saja yang membuat anak menangis? -
O,G AE.20 Apakah anak sering sedih? Jika ya, hal apa saja yang membuat anak sedih? Apa yang anak lakukan jika sedang bersedih? -
O,G AE.21 Apakah anak tidak menunjukkan rasa kegembiraan ? Jika ya, apa yang biasa anak lakukan jika berada pada suasana yang menggembirakan? -
3. Bahasa O, G AB.1 Apakah anak berbicara cadel? Jika ya, bunyi huruf apa yang masih salah diucapkan? Bagaimana ia mengucapkannya? -
O, G AB.2 Apakah ada kata-kata yang masih salah diucapkan anak? Jika, ya, kata-kata apa saja? Bagaimana ia mengucapkannya? -
O, G AB.3 Apakah anak mengalami kesulitan memilih kata-kata yang tepat untuk menyampaikan maksudnya? -
O, G AB.4 Apakah anak sering tidak mengerti arti kata yang disampaikan orang lain? Jika ya, apa tanda bahwa ia tidak mengerti? -
O, G AB.5 Apakah anak sudah mengetahui nama warna benda, khususnya warna dasar (merah, kuning, biru)? Jika tidak, warna apa saja yang ia ketahui? +
O, G AB.6 Apakah anak sudah dapat menyebutkan kata bilangan dengan tepat untuk menunjukkan jumlah benda (kurang dari 10)? +
O, G AB.7 Apakah anak sudah dapat membedakan makna kata pagi, siang , dan sore? Seperti apa contohnya? +
O, G AB.8 Apakah anak sudah dapat mengucapkan kalimat dengan lengkap (jelas subjek, predikat, objek, (dan) keterangan)? Jika tidak, seperti apa contoh kalimat yang biasanya ia ucapkan? +
O, G AB.9 Apakah anak bisa terlibat dalam pembicaraan sesuai dengan apa yang sedang dibicarakan (nyambung)? +
O, G AB.10 (Jika subjek laki-laki) Apakah anak suka menggunakan istilah populer untuk emosi pada teman sebayanya? +
O, G AB.11 (Jika subjek perempuan) Apakah anak suka menggunakan bahasa rahasia untuk berkomunikasi dengan teman sebayanya? Jika ya, seperti apakah bahasa rahasia yang digunakannya? +
O, G AB.12 Apakah anak suka menggunakan kata-kata yang dilebih-lebihkan (hiperbola) untuk menarik perhatian? +
O, G AB.13 Apakah anak suka menggunakan kata-kata menghina/makian untuk mengemukakan perasaan tidak senangnya? Jika ya, pada situasi apa saja ia melakukannya? -
O, G AB.14 Apakah anak sudah bisa menggunakan kata ganti kepunyaan (-ku, -mu, -nya, mereka)? Jika ya, seperti apa contohnya? Jika belum bisa, kata ganti apa saja yang masih belum dikuasainya? Seperti apa contohnya? +
O, G AB.15 Apakah anak sudah bisa menggunakan kata yang sesuai untuk situasi/objek yang berbeda? Jika ya, seperti apa contohnya? +

3. Kriteria Interpretasi Hasil Asesmen
Anak disimpulkan mengalami hambatan dalam aspek perkembangan tertentu jika ia memperoleh skor > dari 50 % yang diperoleh dari perhitungan rata-rata dari jumlah indicator item positif yang tidak terpenuhi (tidak dikuasai) anak dengan jumlah indikator item negatif yang terpenuhi (ditampilkan / dilakukana anak) pada aspek perkembangan tersebut.
Rumus perhitungan :
Skor pada aspek perkembangan tertentu =
Jumlah item positif ditambah jumlah item negatif dibagi keselluruhan item dan hasil akhir dikalikan 100%
4. Rekomendasi
Treatmen diberikan pada anak sesuai dengan hambatan yang dialami anak pada aspek perkembangan tertentu.






















Komponen Perkembangan
(Berk, 2003; Hurlock, 1990; Hurlock, 2005)
Kerjasama:
Anak menunjukkan perilaku bekerjasama dengan anak lain untuk melakukan sesuatu secara bersama-sama
Hubungan sosial:
Anak mampu bergaul dengan orang lain
Persaingan:
Anak berlomba dengan anak lain untuk mendapatkan prestasi terbaik
Kemurahan hati:
Anak mau berbagi dan menolong
Penerimaan sosial:
Anak mampu menerima orang lain yang memiliki perbedaan status, kondisi fisik, dsb.
Simpati:
Anak mampu menunjukkan emosi yang sama dengan emosi orang lain
Empati:
Anak peduli dengan perasaan orang lain
Ketergantungan:
Anak menunjukkan sikap ketergantungan dengan minta bantuan
Meniru:
Anak meniru perilaku orang lain
Perilaku kelekatan:
Anam menunjukkan perilaku selalu bersama dengan orang/objek tertentu
Negativism:
Anak menolak nasihat/perintah
Perilaku Agresi:
Anak menunjukkan perialu menyerang baik secara lisan maupun fisik terutama pada anak yang lebih kecil
Pertengkaran:
Anak menunjukkan perilaku mengejek, menggertak, dan usaha balas dendam.
Berkuasa:
Anak menunjukkan perilaku memerintah dan mempergunakan orang lain untuk memenuhi kepentingannya
Amarah:
Anak menunjukkan pola ekspresi kemarahan lebih matang, seperti cemberut dan sikap bengal, serta menggunakan bahasa untuk mengungkapkan reaksi kemarahan
Takut:
Anak menunjukkan rasa takut pada situasi dan hal-hal yang dikhayalkan
Malu:
Anak menunjukkan rasa malu saat bertemu dengan orang lain yang belum (baru) dikenalnya
Cemas:
Anak merasa khawatir karena berpikir bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi
Cemburu:
Menunjukkan reaksi cemburu jika perhatian seseorang (terutama orangtua) tidak terarah kepadanya
Sedih:
Anak menunjukkan kesedihan karena kehilangan sesuatu yang dianggap penting
Gembira:
Anak menunjukkan kegembiraan karena mendapatkan apa yang dibutuhkannya
Fonologi:
Anak menunjukkan kemajuan pesat dalam pengucapan kata-kata
Semantik:
Anak mulai mampu menguasai makna kata-kata
Tatakalimat:
Anak sudah mulai bisa menyusun kalimat dengan hampir lengkap berisi semua unsur kalimat, yang terdiri atas 6-8 kata
Pragmatik:
Anak sudah mulai bisa menggunakan bahasa secara efektif dalam konteks sosial
Kesadaran metalinguistik:
Anak sudah mulai bisa berpikir tentang bahasa sebagai sebuah sistem