DESKRIPSI DAN SILABUS
MATA KULIAH
BINA KOMUNIKASI PERSEPSI BUNYI DAN IRAMA
Deskripsi Mata Kuliah
........., Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama, 3 sks, semester ..... Mata kuliah ini merupakan Mata Kuliah Program Studi Pengembangan Profesi yang wajib diikuti semua mahasiswa. Selesai mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan konsep dasar Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI), memahami dan terampil dalam pengembangan kemampuan berbahasa oral serta Bina Persepsi Bunyi dan Irama (BPBI), serta terampil menerapkan dalam praktek Latihan Profesi BKPBI. Dalam perkuliahan ini dibahas tentang Konsep Dasar BKPBI yang meliputi pengertian, tujuan, dan komponen BKPBI. Pengembangan Kemampuan Berbahasa Oral, meliputi perolehan bahasa, pengembangan bahasa oral secara reseptif dan pengembangan bahasa oral secara ekspresif. Bina Persepsi Bunyi dan Irama (BPBI), meliputi ruang lingkup, asesmen, pendekatan dan metode pembelajaran, media pembelajaran dan praktek BPBI. Pembelajaran BKPBI meliputi penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan simulasi pembelajaran BKPBI. Perkuliahan ini diakhiri dengan kegiatan Praktek Latihan Profesi BKPBI. Pelaksanaan perkuliahan menggunakan berbagai pendekatan terutama pendekatan ekspositori dengan menggunakan metode ceramah, demonstrasi, dan tanya jawab; pendekatan inkuiri dengan penyelesaian tugas penyusunan RPP dan simulasi. Media pembelajaran yang digunakan adalah dengan menggunakan LCD, video dan media lain yang disesuaikan dengan topik perkuliahan. Tahap penguasaan mahasiswa, selain evaluasi melalui UTS dan UAS, juga melalui tugas penyusunan RPP, simulasi dan PLP BKPBI.
Buku Sumber:
Cox. G. L. A. (1980). Audiologi. Wonosobo: Sekolah Luar Biasa/B Bagian Putra;
Depdiknas. (2007). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar BKPBI. Jakarta; Hagan
Van. (1990). Latihan Mendengar. Wonosobo: Yayasan Dena Upakara dan Karya Bakti;Hagan Van. (1990). Wicara. Wonosobo: Yayasan Dena Upakara dan Karya Bakti; Ling, Daniel. (1976). Speech and The Hearing Impaired, Theory and Practices. The Alexander Graham Bell Association for Deaf; Marsono. (1986). Fonetik. Jogjakarta: Gajah Mada University Press; Nugroho, B. (2004). Bina Persepsi Bunyi dan Irama. Makalah pada Pelatihan Dosen Pendidikan Luar Biasa. Jakarta; Nugroho, B. (2004). Bina Wicara Anak Tunarungu, Fonetik Khusus. Makalah pada Pelatihan Dosen Pendidikan Luar Biasa. Jakarta; Oraldeafed. Org. (2002). Speaking Volumes, Effective Intervention for Children Who are Deaf and Hard of Hearing. Obberkotter Foundation; Power Des. (1983). Perkembangan Bicara dan Menyimak. Jakarta: Federasi Kesejahteraan Tunarungu Indonesia; Santirama. (1984). Pedoman Latihan Bicara. Jakarta:Yayasan Santi Rama; Verekamp L. C. Vrede. (1973). Perbaikan Bicara. Jakarta; Webster Alec. (1986). Deafness, Development and Litracy. London and New York: Richard Clay.
SILABUS
1. Identitas Mata Kuliah
Nama mata kuliah : Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama
(BKPBI)
Kode :
Jumlah SKS : 3 SKS
Kelompok Mata Kuliah :
Status Mata Kuliah : wajib
Prasyarat :
Dosen : Dr. Budi Susetyo, M.Pd.
Dra. Tati Hernawati, M.Pd.
Drs. Dudi Gunawan, M.Pd.
Drs. Endang Rusyani, M.Pd.
2. Tujuan
Selesai mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan konsep dasar Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI), memahami dan terampil dalam pengembangan kemampuan berbahasa oral serta Bina Persepsi Bunyi dan Irama (BPBI), serta terampil menerapkan dalam praktek Latihan Profesi BKPBI.
3. Deskripsi Isi
Dalam perkuliahan ini dibahas tentang Konsep Dasar BKPBI yang meliputi pengertian, tujuan, dan komponen BKPBI. Pengembangan Kemampuan Berbahasa Oral, meliputi perolehan bahasa, pengembangan bahasa oral secara reseptif dan pengembangan bahasa oral secara ekspresif. Bina Persepsi Bunyi dan Irama (BPBI), meliputi ruang lingkup, asesmen, pendekatan dan metode pembelajaran, media pembelajaran dan praktek BPBI. Pembelajaran BKPBI meliputi penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan simulasi pembelajaran BKPBI. Perkuliahan ini diakhiri dengan kegiatan Praktek Latihan Profesi BKPBI.
4. Pendekatan Pembelajaran
Ekspositori dan inkuiri
- Metode : ceramah, demonstrasi dan tanya jawab
- Tugas : penyusunan RPP dan simulasi
- Media : LCD, video dan media lain yang disesuaikan dengan topik perkuliahan
5. Evaluasi
- UTS
- UAS
- tugas penyusunan RPP
- simulasi dan PLP BKPBI
- kehadiran dan keaktifan di kelas.
6. Rincian Materi Perkuliahan
Pertemuan Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan
1 Orientasi perkuliahan dan Konsep dasar BKBPI:
1. Pengertian BKPBI (termasuk perolehan Bahasa)
2. tujuan BKBPI
3. Komponen BKBPI
a. Sistem Komunikasi ATR
b. Pengembangan kemampuan berbahasa oral
c. Bina Persepsi Bunyi dan Irama (BPBI)
2, 3 Pengembangan Kemampuan Komunikasi Oral Reseptif
1. Tujuan
2. Ruang Lingkup
a. pengembangan kosa kata
b. pengembangan membaca ujaran
3. Asesmen
4. Pendekatan dan Metode Pembelajaran
5. Media Pembelajaran
6. Praktek Pengembangan Bahasa oral reseptif
4, 5, 6 Pengembangan Kemampuan Komunikasi Oral Ekspresif
1. Tujuan
2. Ruang Lingkup
a. latihan prabicara
b. Latihan pernafasan
c. Latihan pembentukan suara
d. Pembentukan fonem
e. Penggemblengan, pembetulan serta penyadaran irama/aksen
3. Asesmen
4. Pendekatan dan Metode Pembelajaran
5. Media Pembelajaran
6. Praktek Pengembangan Bahasa oral eksepresif
7 UTS
8, 9, 10 Bina Persepsi Bunyi dan Irama
1. Tujuan
2. Ruang Lingkup
a. Sasaran
b. materi BPBI
c. Program Latihan BPBI
1) latihan Deteksi/kesadaran terhadap bunyi
2) latihan mengidentifikasi bunyi
3) latihan membedakan/diskriminasi bunyi
4) latihan memahami bunyi latar belakang dan bunyi bahasa.
3. Asesmen
4. Pendekatan dan Metode Pembelajaran
5. Media Pembelajaran
6. Praktek BPBI
11 Pembelajaran BKBPI
1. Komponen RPP
2. Penyusunan RPP
12, 13 Simulasi Pembelajaran BKBPI
14, 15, 16 Praktek Latihan Profesi BKBPI
DAFTAR RUJUKAN
Cox. G. L. A. (1980). Audiologi. Wonosobo: Sekolah Luar Biasa/B Bagian Putra.
Depdiknas. (2007). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar BKPBI. Jakarta.
Hagan Van. (1990). Latihan Mendengar. Wonosobo: Yayasan Dena Upakara dan Karya Bakti.
Hagan Van. (1990). Wicara. Wonosobo: Yayasan Dena Upakara dan Karya Bakti.
Ling, Daniel. (1976). Speech and The Hearing Impaired, Theory and Practices. The Alexander Graham Bell Association for Deaf.
Marsono. (1986). Fonetik. Jogjakarta: Gajah Mada University Press.
Nugroho, B. (2004). Bina Persepsi Bunyi dan Irama. Makalah pada Pelatihan Dosen Pendidikan Luar Biasa. Jakarta.
Nugroho, B. (2004). Bina Wicara Anak Tunarungu, Fonetik Khusus. Makalah pada Pelatihan Dosen Pendidikan Luar Biasa. Jakarta.
Oraldeafed. Org. (2002). Speaking Volumes, Effective Intervention for Children Who are Deaf and Hard of Hearing. Obberkotter Foundation.
Power Des. (1983). Perkembangan Bicara dan Menyimak. Jakarta: Federasi Kesejahteraan Tunarungu Indonesia.
Santirama. (1984). Pedoman Latihan Bicara. Jakarta:Yayasan Santi Rama.
Verekamp L. C. Vrede. (1973). Perbaikan Bicara. Jakarta.
Webster Alec. (1986). Deafness, Development and Litracy. London and New York: Richard Clay.
Senin, 20 Juli 2009
Minggu, 19 Juli 2009
buku pedoman pelaksanaan BKPBI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang sepanjang hidupnya selalu membutuhkan lingkungan dalam pemenuhan berbagai kebutuhannya. Disadari atau tidak, baik secara langsung atau tidak, manusia akan terus berinteraksi dengan lingkungannya, tanpa interaksi itu sulit bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai contoh ;makan sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia tidak akan bisa terpenuhi jika lingkungan tidak menyediakan bahan-bahan makanan yang dapat diolah menjadi makanan.
Setiap manusia memiliki kemampuan berinteraksi dengan lingkungannya. Bahkan kemampuan itu telah dimilikinya ketika masih di dalam kandungan. Dalam kandungan manusia telah belajar berinteraksi dengan kondisi ibunya. Menurut penelitian janin/bayi di dalam usia kandungan tertentu memiliki kemampuan berinteraksi dengan lingkungan di luar kandungan. Misalnya bayi mampu mendengar bunyi-bunyi musik, kendaraan, detak jantung ibunya, merespon belaian pada kandungan, dll. Itu artinya manusia telah dibekali kemampuan interaksi sejak dini oleh Yang Maha Kuasa.
Pada tahap selanjutnya interaksi ini diwujudkan dalam bentuk komunikasi, terutama ketika berinteraksi dengan sesama manusia. Pada masa-masa awal kelahirannya manusia sudah belajar melakukan komunikasi, terutama dengan ibunya. Pada masa itu bayi mulai belajar mengkomunikasikan segala keinginannya dengan suara tangisan dan gerakan-gerakan tertentu dari anggota tubuhnya. Dari tangisan bayi, seorang ibu dapat membedakan apa yang anak inginkan. Ibu dapat membedakan menangis karena “ngompol” atau menangis karena lapar (ingin menyusu). Peristiwa ini menunjukkan bahwa manusia sejak dini telah menunjukkan tanda-tanda komunikatif dalam rangka pemenuhan kebutuhannya.
Dengan berkomunikasi manusia menyampaikan gagasan, keinginan, perasaannya dalam rangka mencapai sesuatu yang dibutuhkannya. Melalui komunikasi, orang lain akan memahami apa yang diinginkanoleh seorang individu.
Manusia memiliki berbagai media dalam melakukan komunikasi apakah secara verbal atau non verbal seperti menggunakan simbol-simbol, isyarat, gerak tubuh, bunyi-bunyian . Cara berkomunikasi yang paling efektif dan paling dominan dipergunakan oleh masyarakat pemakainya adalah bentuk bahasa yang diucapkan atau diartikulasikan (Sardjono, 2005). Dengan komunikasi verbal manusia akan dengan mudah dan sesegera mungkin memenuhi keinginan atau kebutuhannya.
Namun kenyataannya tidak semua mampu berkomunikasi lisan dengan baik, diantaranya adalah anak tunarungu. Mereka tidak mampu berkomunikasi secara lisan dengan baik. Anak tunarungu lebih banyak menggunakan bahasa isyarat dalam berkomunikasi dengan lingkungannya. Sedangkan lingkungan pada umumnya merupakan masyarakat yang lebih banyak memahami bahasa lisan daripada bahasa isyarat sehingga anak tunarungu kesulitan memahami ungkapan lisan dari lingkungannya dan lingkungan juga kesulitan memahami bahasa isyarat yang dipergunakan oleh anak tunarungu. Akibat dari saling tidak memahami ini anak tunarungu menjadi tidak diakui oleh lingkungannya, menarik diri, timbul rasa curiga, dan merasa tidak aman. Padahal jika anak tunarungu diberi kesempatan untuk memperoleh pengembangan kemampuan komunikasinya secara verbal maka mereka akan hidup inklusif ditengah-tengah masyarakat mendengar.
Pada dasarnya, anak tunarungu memiliki potensi komunikasi yang sama dengan anak pada umumnya. Sejak dini anak tunarungu mampu berkomunikasi dengan tangisan dan gerak tubuhnya. Tangisan dan gerak tubuh itu menjadi tahap awal perkembangan bahasa dan digunakan dalam mengungkapkan segala keinginannya. Tahap selanjutnya anak tunarungupun mengalami tahapan perkembangan bahasa meraban; yaitu mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu yang dihasilkan oleh organ bicaranya. Kemampuan ini merupakan potensi yang dapat berkembang menjadi kemampuan berbicara dan berbahasa yang lebih kompleks untuk digunakan dalam berkomunikasi, akan tetapi potensi itu, terhenti pada fase meraban. Sementara itu anak pada umumnya, kemampuannya terus berkembang seiring tumbuh kembang individu.
Perkembangan bahasa anak tunarungu terhenti sampai pada fase meraban karena adanya hambatan pendengaran yang dimilikinya, anak tunarungu tidak memperoleh umpan balik (feedback) dari bunyi raban yang dikeluarkannya dan tidak dapat menangkap berbagai informasi bunyi dan bahasa dari lingkungannya. Akhirnya bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi terhenti, misalnya dengan isyarat saja.
Potensi komunikasi akan semakin tidak berkembang jika lingkungan tidak memberikan stimuli yang dapat menunjang perkembangan kemampuan komunikasi. Stimulasi yang sangat menunjang pada perkembangan itu adalah penyadaran bunyi dan penyadaran linguistik/bahasa. Kemampuan berkomunikasi bagi anak tunarungu merupakan proses yang sistimatis dan melalui proses yang panjang , dan harus disusun suatu program khusus yang berkesinambungan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu suatu upaya agar anak tunarungu memilki kesadaran bunyi dan kesadaran linguistik,
Kesadaran bunyi dan kesadaran linguaistik merupakan kemampuan dasar untuk anak tunarungu memiliki kemampuan berbahasa dan berbicara yang merupakan komponen komunikasi.
Upaya ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan fungsi pendengaran yang masih dimilikinya dan memanfaatkan kemampuan dalam merasakan getaran. Ini dapat dilakukan kerena pada umumnya organ bicara anak tunarungu tidak mengalami gangguan akan tetapi kaku karena terhenti setelah fase meraban. Artinya organ bicaranya masih dapat dilatih untuk digunakan berbicara dan itu merupakan potensi yang dapat dikembangkan.
Pengembangan potensi yang mendasar adalah dengan terus menstimuli fungsi pendengaran (kesadaran bunyi) dan kemampuan merasakan getaran disertai pengembangan kemampuan bicaranya (kesadaran linguistic). Fungsi pendengaran dan kemampuan merasakan getaran dapat dilatih dengan latihan mendengarkan dan merasakan berbagai bunyi, membedakan bunyi, menunjuk sumber bunyi, bergerak ke arah sumber bunyi, dan lain-lain. Untuk melatih organ bicaranya yaitu mampu mengucapkan berbagai bunyi meraban, bunyi huruf, suku kata, kata, dan kalimat serta bercakap-cakap sederhana secara lisan.
Jadi penting sekali bagi anak tunarungu untuk terus dikembangkan kemampuan komunikasi melalui suatu pembinaan yang terprogram dan terstruktur, yaitu melalui program khusus Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI). Program ini harus memiliki prinsip berkesinambungan dan integral.
B. Tujuan Penulisan Buku
1. Memberikan pedoman minimal yang bersifat praktis bagi guru BKPBI pada saat pelaksanaan BKPBI
2. Memberikan gambaran pelaksanaan BKPBI
3. Sebagai pegangan bagi guru BKPBI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang sepanjang hidupnya selalu membutuhkan lingkungan dalam pemenuhan berbagai kebutuhannya. Disadari atau tidak, baik secara langsung atau tidak, manusia akan terus berinteraksi dengan lingkungannya, tanpa interaksi itu sulit bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai contoh ;makan sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia tidak akan bisa terpenuhi jika lingkungan tidak menyediakan bahan-bahan makanan yang dapat diolah menjadi makanan.
Setiap manusia memiliki kemampuan berinteraksi dengan lingkungannya. Bahkan kemampuan itu telah dimilikinya ketika masih di dalam kandungan. Dalam kandungan manusia telah belajar berinteraksi dengan kondisi ibunya. Menurut penelitian janin/bayi di dalam usia kandungan tertentu memiliki kemampuan berinteraksi dengan lingkungan di luar kandungan. Misalnya bayi mampu mendengar bunyi-bunyi musik, kendaraan, detak jantung ibunya, merespon belaian pada kandungan, dll. Itu artinya manusia telah dibekali kemampuan interaksi sejak dini oleh Yang Maha Kuasa.
Pada tahap selanjutnya interaksi ini diwujudkan dalam bentuk komunikasi, terutama ketika berinteraksi dengan sesama manusia. Pada masa-masa awal kelahirannya manusia sudah belajar melakukan komunikasi, terutama dengan ibunya. Pada masa itu bayi mulai belajar mengkomunikasikan segala keinginannya dengan suara tangisan dan gerakan-gerakan tertentu dari anggota tubuhnya. Dari tangisan bayi, seorang ibu dapat membedakan apa yang anak inginkan. Ibu dapat membedakan menangis karena “ngompol” atau menangis karena lapar (ingin menyusu). Peristiwa ini menunjukkan bahwa manusia sejak dini telah menunjukkan tanda-tanda komunikatif dalam rangka pemenuhan kebutuhannya.
Dengan berkomunikasi manusia menyampaikan gagasan, keinginan, perasaannya dalam rangka mencapai sesuatu yang dibutuhkannya. Melalui komunikasi, orang lain akan memahami apa yang diinginkanoleh seorang individu.
Manusia memiliki berbagai media dalam melakukan komunikasi apakah secara verbal atau non verbal seperti menggunakan simbol-simbol, isyarat, gerak tubuh, bunyi-bunyian . Cara berkomunikasi yang paling efektif dan paling dominan dipergunakan oleh masyarakat pemakainya adalah bentuk bahasa yang diucapkan atau diartikulasikan (Sardjono, 2005). Dengan komunikasi verbal manusia akan dengan mudah dan sesegera mungkin memenuhi keinginan atau kebutuhannya.
Namun kenyataannya tidak semua mampu berkomunikasi lisan dengan baik, diantaranya adalah anak tunarungu. Mereka tidak mampu berkomunikasi secara lisan dengan baik. Anak tunarungu lebih banyak menggunakan bahasa isyarat dalam berkomunikasi dengan lingkungannya. Sedangkan lingkungan pada umumnya merupakan masyarakat yang lebih banyak memahami bahasa lisan daripada bahasa isyarat sehingga anak tunarungu kesulitan memahami ungkapan lisan dari lingkungannya dan lingkungan juga kesulitan memahami bahasa isyarat yang dipergunakan oleh anak tunarungu. Akibat dari saling tidak memahami ini anak tunarungu menjadi tidak diakui oleh lingkungannya, menarik diri, timbul rasa curiga, dan merasa tidak aman. Padahal jika anak tunarungu diberi kesempatan untuk memperoleh pengembangan kemampuan komunikasinya secara verbal maka mereka akan hidup inklusif ditengah-tengah masyarakat mendengar.
Pada dasarnya, anak tunarungu memiliki potensi komunikasi yang sama dengan anak pada umumnya. Sejak dini anak tunarungu mampu berkomunikasi dengan tangisan dan gerak tubuhnya. Tangisan dan gerak tubuh itu menjadi tahap awal perkembangan bahasa dan digunakan dalam mengungkapkan segala keinginannya. Tahap selanjutnya anak tunarungupun mengalami tahapan perkembangan bahasa meraban; yaitu mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu yang dihasilkan oleh organ bicaranya. Kemampuan ini merupakan potensi yang dapat berkembang menjadi kemampuan berbicara dan berbahasa yang lebih kompleks untuk digunakan dalam berkomunikasi, akan tetapi potensi itu, terhenti pada fase meraban. Sementara itu anak pada umumnya, kemampuannya terus berkembang seiring tumbuh kembang individu.
Perkembangan bahasa anak tunarungu terhenti sampai pada fase meraban karena adanya hambatan pendengaran yang dimilikinya, anak tunarungu tidak memperoleh umpan balik (feedback) dari bunyi raban yang dikeluarkannya dan tidak dapat menangkap berbagai informasi bunyi dan bahasa dari lingkungannya. Akhirnya bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi terhenti, misalnya dengan isyarat saja.
Potensi komunikasi akan semakin tidak berkembang jika lingkungan tidak memberikan stimuli yang dapat menunjang perkembangan kemampuan komunikasi. Stimulasi yang sangat menunjang pada perkembangan itu adalah penyadaran bunyi dan penyadaran linguistik/bahasa. Kemampuan berkomunikasi bagi anak tunarungu merupakan proses yang sistimatis dan melalui proses yang panjang , dan harus disusun suatu program khusus yang berkesinambungan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu suatu upaya agar anak tunarungu memilki kesadaran bunyi dan kesadaran linguistik,
Kesadaran bunyi dan kesadaran linguaistik merupakan kemampuan dasar untuk anak tunarungu memiliki kemampuan berbahasa dan berbicara yang merupakan komponen komunikasi.
Upaya ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan fungsi pendengaran yang masih dimilikinya dan memanfaatkan kemampuan dalam merasakan getaran. Ini dapat dilakukan kerena pada umumnya organ bicara anak tunarungu tidak mengalami gangguan akan tetapi kaku karena terhenti setelah fase meraban. Artinya organ bicaranya masih dapat dilatih untuk digunakan berbicara dan itu merupakan potensi yang dapat dikembangkan.
Pengembangan potensi yang mendasar adalah dengan terus menstimuli fungsi pendengaran (kesadaran bunyi) dan kemampuan merasakan getaran disertai pengembangan kemampuan bicaranya (kesadaran linguistic). Fungsi pendengaran dan kemampuan merasakan getaran dapat dilatih dengan latihan mendengarkan dan merasakan berbagai bunyi, membedakan bunyi, menunjuk sumber bunyi, bergerak ke arah sumber bunyi, dan lain-lain. Untuk melatih organ bicaranya yaitu mampu mengucapkan berbagai bunyi meraban, bunyi huruf, suku kata, kata, dan kalimat serta bercakap-cakap sederhana secara lisan.
Jadi penting sekali bagi anak tunarungu untuk terus dikembangkan kemampuan komunikasi melalui suatu pembinaan yang terprogram dan terstruktur, yaitu melalui program khusus Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI). Program ini harus memiliki prinsip berkesinambungan dan integral.
B. Tujuan Penulisan Buku
1. Memberikan pedoman minimal yang bersifat praktis bagi guru BKPBI pada saat pelaksanaan BKPBI
2. Memberikan gambaran pelaksanaan BKPBI
3. Sebagai pegangan bagi guru BKPBI
evaluasi pelaksanaan BKPBI
BAB IV
EVALUASI
A. Model Pengembangan Instrumen Evaluasi Untuk Bina Komunikasi
No Menirukan Ucapan
Pendidik Penilaian Keterangan
Baik Cuku Kurang Beri tanda centang (V)
sesuai dengan
hasil ucapan
peserta didik
1 Ibu
2 Bapak
3 Adik
4 Kakak
5 Bibi, dst
No Menirukan Ucapan
Pendidik Skor Keterangan
3 2 1 Skor 3 apabila peserta didik menirukan ucapan pendidik dengan baik
Skor 2 apabila peserta didik menirukan ucapan pendidika cukup
Skor 1 apablia peserta didik menirukan ucapan pendidik
1 Ibu
2 Bapak
3 Adik
4 Kakak
5 Bibi, dst
Jumlah Skor
Adaptasi dari: Kustawan (2008)
B. Model Pengembangan Instrumen Evaluasi Untuk Bina Persepsi Bunyi dan Irama
No Aspek yang Dievaluasi Penilaian
Baik Cuku Kurang
1 Membedakan ada dan tidak ada bunyi
2 Menghitung bunyi
3 Membedakan bunyi panjang pendek
4 Membedakan bunyi keras lembut
5 Membedakan bunyi tinggi-rendah
6 Membedakan bunyi cepat-lambat
7 Membedakan sumber bunyi
8 Mengetahui arah bunyi
9 Dst.
Adaptasi dari: Kustawan (2008)
EVALUASI
A. Model Pengembangan Instrumen Evaluasi Untuk Bina Komunikasi
No Menirukan Ucapan
Pendidik Penilaian Keterangan
Baik Cuku Kurang Beri tanda centang (V)
sesuai dengan
hasil ucapan
peserta didik
1 Ibu
2 Bapak
3 Adik
4 Kakak
5 Bibi, dst
No Menirukan Ucapan
Pendidik Skor Keterangan
3 2 1 Skor 3 apabila peserta didik menirukan ucapan pendidik dengan baik
Skor 2 apabila peserta didik menirukan ucapan pendidika cukup
Skor 1 apablia peserta didik menirukan ucapan pendidik
1 Ibu
2 Bapak
3 Adik
4 Kakak
5 Bibi, dst
Jumlah Skor
Adaptasi dari: Kustawan (2008)
B. Model Pengembangan Instrumen Evaluasi Untuk Bina Persepsi Bunyi dan Irama
No Aspek yang Dievaluasi Penilaian
Baik Cuku Kurang
1 Membedakan ada dan tidak ada bunyi
2 Menghitung bunyi
3 Membedakan bunyi panjang pendek
4 Membedakan bunyi keras lembut
5 Membedakan bunyi tinggi-rendah
6 Membedakan bunyi cepat-lambat
7 Membedakan sumber bunyi
8 Mengetahui arah bunyi
9 Dst.
Adaptasi dari: Kustawan (2008)
gangguan bahasa
GANGGUAN BAHASA SPESIFIK
Gangguan Bahasa Spesifik
1). Afasia
Gangguan Afasia adalah kerusakan di otak pada hubungan pusat konsep dan sound bank (engram bank) akan menyebabkan kelainan bahasa. Kerusakan mungkin diakibatkan pendarahan di otak (apopleksi), oleh geger otak yang hebat akibat kecelakaan lalulintas. Seorang yang mengalami afasia mengalami kesulitan dibidang lambang-lambang segala fungsi bahasa yaitu mengerti bicara dari orang lain, bicara kepada orang lain, membaca menulis sedikit terganggu, menghubungkan konsep pengertian dengan deretan bunyi tertentu.Gangguan afasia dapat dibedakan :
1. Afasia pada anak (chilhood aphasia) yaitu kelainan yang disebabkan bawaan yang didapat .
2. Afasia pada orang dewasa (adult aphasia) yaitu kelainan yang terjadi pada akhir perkembangan orang dewasa.
3. Afasia Motoris yaitu seorang mengerti apa yang akan katakan, tetapi pola gerakan yang akan diucapkan kata-kata tertentu tidak bisa diucapkan. Misalnya : seorang mengerti/sanggup menunjukkan ”bola” tetapi secara sepontan suruh mengucapkan dan menuliskan tidak bisa.
4. Afasia sensoris yaitu tidak mengerti bahasa, hubungan deretan bunyi dan konsep terputus. Misalnya : seorang mampu mengulang mengucapkan ”bola” tetapi kalau diminta menunjukkan benda ”Bola” tidak bisa.
2) Learning Disbility
Anak dengan learning disabilities merupakan salah satu anak berkebutuhan khusus yang mengalami gangguan bahasa.Dari hasil asesmen anak ini mengalami kesulitan secara akademik dan ini sering sulit untuk dibedakan ,karena anak ini lebih menunjukkan anak yang mengalami hambatan dalam bahasa dari pada learning disailities. Apabila anak LD nampak perkembangan bahasanya relatif normal , sifat dan tingkat gangguan bahasa diketahui ketika anak mulai masuk sekolah dan ini diperlukan untuk utnuk membuka kode-kode formal dalam bahasa tulisan. Gangguan bahasa dalam merecall keterampilan, sintaks, semantik, pragmatik dalam populasi ini nampak diakibatkan kurangmya keterampilan sosial .
3). Cerebral Palsy
Gangguan fisik termasuk anak Tuanadaksa/anak cacad tubuh/crippled/ psically handicapped/ orthopedically handicapped/cacad ortopesi adalah anak penyandang cacad jasmani yang terlihat pada kelainan alat gerak (bentuk tulang,otot, sendi, maupun saraf-sarafnya), keadaanya yang sedemikian rupa tersebut memerlukan interaksi dan komunikasi.
Anak tunadaksa dapat dibagi dua katagori, yaitu anak tunadaksa murni cacad fisik, yaitu adanya kelainan pada sistem dan bentuk musculus skeletal (otot-tulang-sendi), dapat berupa kelumpuhan otot, kerusakan otot, atau kelemahan. Contohnya adalah akibat DMP (musculorum distropi progresif), yaitu kelainan pada pertumbuhan serabut otot lurik, terutama anggota gerak, otot tidak tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan. Katagori ke dua adalah anak tunadaksa cacad fisik campuran yaitu selain cacad fisik, anak juga mengalami gangguan mental, panca indra, emosi ,bahasa dan tingkah laku sosial. Kelainannya terletak pada sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang, medulla spinalis) yaitu anak Cerebal Palsy (CP) yang menyebabkan kelainan gerak, kecerdasan, bicara, yang menyebabkan kelumpuhan, serta alat-alat bicaranya terganggu, sehingga dalam pelaksanaannya bicara tidak mampu berbahasa, menjadikan berinteraksi dan komunikasi terganggu.Di bawah ini akan dibahas macam-macam anak Cerebal Palsy (CP).
Cerebal Palsy adalah suatu jenis gangguan atau kerusakan fisik yang paling banyak dijumpai pada anak-anak usia sekolah. Cerebal Palsy dibedakan dalam 5 tipe yaitu Cerebal Palsy jenis Spastik. Cerebal Palsy jenis Choreoathetoid, Cerebal Palsy jenis ataxia, Cerebal Palsy jenis Rigid dan Cerebal Palsy jenis Tremor.
Cerebal Palsy jenis Spastik didapati pada sebagian besar anak. Spastik berarti mengejang. Anak yang spastik memiliki otot lemah dan kadang-kadang kaku serta tidak dapat menggerakkan anggota tubuhnya dengan baik, sehingga gerakan sering tersentak-sentak. Anak-anak yang ototnya tegang dan mengkerut, gerakan mereka tersebut berlebihan dan tidak ada kordinasi. Mereka tidak dapat menggemgam benda dengan jari-jari. Apabila mereka mencobamenggerak-gerakan akan makintersentak-sentak. Apabila dapat berjalan, gaya kakinya seperti gunting, berdiri di atas kaki dengan sendi lutut bengkok dan mengarah ke dalam. Menurut Smith & Neisworth (1975:337) memberikan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Motor Cortex dan Pyramidal tract pada otak luka
2. Sapastisitas ditandai dengan hilangnya kontrol terhadap tubuh
3. Otot-otot flexor dan extensor mengerut bersamaan
4. Gerakan tersentak-sentak
Cerebal Palsy jenis Choreoathetoid, merupakan suatu indikasi yang digunakan untuk seseorang anak yang mempunyai gerakan yang tiba-tiba dan tanpa disengaja. Pada Cp jenis Choreoathetoid sulit sekali mengontrol kaki dan tangan dalam melakukan aktivitasnya. Anak-anak semacam ini tidak bisa mengontrol otot seperti urat bibir, lidah, tenggorokan dan air liur. Pada saat berjalan, tampak mereka seperti tersandung dan gerakan majunya secara tiba-tiba. Kadang-kadang otot-ototnya menjadi kaku dan pada suatu saat menjadi seperti tidak bertenaga dan lembek, sering disertai kesukaran yang luar biasa pada saat berbicara.
Menurut Smith ciri-ciri tersebut sebagai berikut :
1. terjadi karena luka bagian depan atau tengah otak dalam sisitem extrapiramidal
2. Athetosis mempunyai ciri gerakan tersentak-sentak, diluar kemamuan, lamban, tidak teratur dan meliuk-liuk.
3. Sering mengeluarkan air liur
4. masalah utama sering terjadi pada tangan, bibir,lidah dan terakhir pada kaki.
Seorang anak dengan Cerebal Palsy jenis Ataxia memilikiindra keseimbangan dan posisi badan yang kurang baik. Mereka memperlihatkan keluhan seperti pusing pada waktu berjalan dan mudah jatuh apabila tidak dibantu. Gerakan mereka cenderung kelihatan gugup atau gelisah dan goyamh dengan pola gerak yang berlebihan. Ataxia memiliki ciri kekakuan pada gerak motorik halus dan kasar dan khususnya kurang kordinasi dan kekakuan dalam gerakan yang memrlukan keseimbangan posisi tubuh dan orentasi ruang. Ciri-ciri lain Ataxsia ialah :
1. Disebabkan karena kerusakan di dalam cerebellum yaitu dibagian otak yang mengontrol koordinasi otot dan keseimbangan
2. Ditandai dengan terganggunya keseimbangan
3. Gerakan-gerakannya kaku
4. Gerakan berjalan seperti orang yang sedang pusing
5. Mudah jatuh
6. Keadaan tidak dapat didiagnosis sampai anak mulai berjalan.
Cerebal Palsy tipe Rigid (kaku), memperlihatkan kekakuan yang ekstrim pada anggota tubuh dan sendi-sendi, dan sukar bergerak untuk waktu yang lama.
Cerebal Palsy tipe Tremor ini jarang terjadi. Citi-ciri ditandai dengan gerakan-gerakan yang tidak berirama. Ciri-ciri yang terlihat lainnya adalah ;
1. Tremor disebabkan karena luka pada sistem extrapiramidal
2. ditandai dengan gerakan-gerakan yang tidak disengaja otot Flexor dan Extensor
3. Berbeda dengan athetoid, pada athetoid gerakan-gerakan kaku dan mudah berubah, sedangkan gerakan-gerakan tidak sedikit dan berirama.
Bermacam-macam bentuk cerebal palsy sering terlihat pada beberapa bulan pertama dalam kehidupan anak, anak CP tidak dapat berinteraksi dan komunikasi denga baik.
Pada umumnya anak tunadaksa khususnya CP ini memiliki keterbatasan seperti kesulitan belajar, masalah-masalah psikologi, gangguan sensoris, kejang-kejang, gangguan tingkah laku dan yang paling utama gangguan fungsi motor untuk bicara serta fungsi otot-otot bicaranya terganggua menjadikan kesulitan untuk berinteraksi dan komunikasi.
4). Cleft Palate
Secara historis , celah langit-langit (dengan dan tanpa celah bibir) memiliki perhatian khusus untuk speech pathologis . Celah bibir atau langit-langit merupakan kecacatan struktur yang disebabkan kegagalan tulang dan jaringan lembut dari atas bibir untuk menyatu selama awal perkembangan neonatal.
Hipernasaliti merupakan karakteristik anak yang mengalami celah. Anak dengan celah palatal juga dicirikan dengan kesalahan ucap berkaitan dengan fungsi palatalnya mengalami gangguan.
5).Gangguan Perilaku
Baker,Cantwell, dan Mattison (1980), Hughes,& Ruhl,1988) mengases seratus anak yang menunjukkan komunitas klinik bicara dan pendengaran . 53 persen dari anak yang diklasifikasikan menurut diagnosis seorang psikriatis , anak yang mengalami secara signifikan problem perilaku disertai dengan gangguan bicara dan bahasa . Sebagian besar diagnosa , mereka mengalami gangguan atensi dengan hiperaktifitas, diikuti gangguan oposisional dan reaksi kecemasan. Pengamatan lain dicenter diagnostik psikiatris, 50 % dari anak menunjukkan bahwa selama periode 15 bulan, antara usia 5 – 13 bulan ditemukan pada evaluasi bahasa secara detail adanya gangguan komunikasi dimana sebelumnya tidak dikenal ( Gualtieri,Koriath, Van Bourgondien, & Saleeby, 1983). Hasil dari peninjauan sekumpulan yang berhubungan ini , Waller, Sander, dan Kunicki (1983, Cited in camara,Hughes,& Ruhl,1988) memberi kesan bahwa akumulasi dari fakta harus ada kesiapan dari fihak kedokteran dengan sangat memungkinkan bahwa terjadinya gangguan perilaku pada individu disertai dengan gangguan komunikasi dan bahwa asesmen pada pada anak harus memasukan penilaian perilaku dan berbagai asesmen psikologis, seperti pengukuran tradisional bicara dan bahasa.
Camarata,Hughes, dan ruhl (1988) menyimpulkan beberapa laporan pada bahasa anak dengan gangguan emosi. Kemampuan bahasa dan anak disabilitis tingkat berat ( autis, schizophrenia,psikosis) telah diteliti secara eksntensif dari setiap anak ini. Anak dengan gangguan perilaku ringan dan sedang nampak memiliki kekurangan dalam bahasa tapi berbeda dengan anak dengan gangguan perilaku berat.
Pola gangguan bahasa lebih dapat diamati pada anak yang LD. Dari hasil evaluasinya pada kelompok ini, Camarata,Hughes, dan Ruhl menemukan bahawa 38 – 39 (97%) daria ank dengan gangguan perilaku ringan sampai sedang pada suatu sistim persekolahan dengan melalui tes bahasa yang standar , score tes secara signifikan dibawah rata-rata normatif pada satu atau eberapa sub tes.
Sering kekurangan dalam bahasa pada anak dengan gangguan perilaku tidak termasuk kedalam perencanaan intervensi. Evaluasi bahasa dan terapi harus merupakan bagian yang dianggap penting dalam managemen program untuk anak dengan gangguan perilaku.
6). Mental retardasi,
Anak Tunagrahita adalah anak yang kecerdasannya dibawah rata-rata atau mempunyai masalah dengan tingkat intelgensi. Sedangkan intelgensi/kecerdasan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses hubungan dengan orang lain menggunakan bahasa dengan melalui interaksi dan komunikasi. Dengan penggunaan bahasa itu anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan interaksi menggunakan bahasa. Karena anak tunagrahita sering terjadi kekacauan dalam bahasa pengucapan yang tidak benar, artikulasinya kurang jelas, dan bahasanya kurang dapat dimengerti.
Keterlambatan pada perkembangan bahasa merupakan karakteristik umum pada anak MR dan anak seperti ini sekarang menjadi proporsi yang secara signifikan merupakan populasi yang dilayani oleh speech –language pathologis.Dari hasil penelitian ( Dyer, Santarcanngelo, dan Luce (1987) dijelaskan bahwa perhatian terhadap rangkaian perkembangan bahasa normal dalam fonologi, morfologi, dan sintak penting untuk didisain dalam kurikulum dan tujuan pendidikan bahasa untuk anak MR. Cromer (1987) menjelaskan bahwa anak ini berbeda dari perkembangan anak normal dalam menterjemahkan kalimat yang memiliki struktur yang sama ( ”Si Ani mudah sekali tertawa” dan ”Si Ani ingin sekali tertawa” ).
Meskipun anak autis bukan MR , akan tetapi ini masalah ini merupakan bagian terbesar pada anak ini. Salah satu karakteristik utama dari anak autis adalah mereka tidak menggunakan bahasa yang memadai untuk melakukan interaksi sosial.
7). Gangguan bahasa Non-Verbal
Interaksi orang dewasa dengan anak, respon atau kesempatan yang diberikan kepada anak pada interaksi awal, dan atau anak masih berada dilingkungan terbatas yaitu di keluarga, pada saat itu anak kurang mendapatkan respon yang memadai.
Pada masa interaksi awal (prelingual) anak membutuhkan respon yang mampu memaknai signal-signal komunikatif yang dimilikinya seperti :menangis, ketawa, bergerak kaki/tangannya, ngajak bicara walaupun belum mengerti konsepnya, tetapi anak tidak mendapatkannya signal-signal komunikatif itu karena orang tua atau lingkungan sekitar tidak merespon terhadap apa yang terkadung dalam signal-signal yang dimunculkan anak. Dengan tidak adanya respon tersebut maka anak merasa bahwa lingkungan tidak menerima/memahami dirinya, dan menjadi pasif. Sejalan tumbuh kembangnya anak maka ketrampilan anak tidak akan berkembang membentuk signal-signal lambang bahasa sebab produk dari proses meniru dari orang dewasa atau orang yang dekat dengannya tidak ada.
8). Gangguan bahasa verbal
Sebagian anak yang terlahir tuli ( mengalami gangguan dalam sistim pendengaran) kasus yang khusus ini akan gagal untuk memperoleh bunyi bahasa secara jelas.Kadang-kadang keadaan phisik dan atau perkembangan motorik secara umum berkaitan dengan gangguan neurologis. Banyak anak yang mengalami cacat ganda, misalnya tuli dan buta, atau tuli dan tunagrahita berat. Dalam kasus lain ketidakmampuan anak tidak dapat diperkirakan penyebabnya. Anak ini tidak dapat dites dengan menggunakan tes formal dikarenakan anak tidak memiliki kemampuan untuk memperhatikan atau merespon tugas dalam situasi testing, jadi pengamatan secara keseluruhan terhadap mereka dalam perkembangan intelektual atau emosi akan terlihat secara kasar berdasarkan kepada prosedur pengamatan secara informal.
9). Gangguan kualitas bahasa
Besarnya presentase anak dengan problem bahasa termasuk dalam kategori hambatan kualitas bahasa,dan perilaku bahasanya ditunjukkan sangat berfariasi.Menyuk ( 1971) Melakukan penelitian dalam memproduksi dan melakukan imitasi pada kelompok anak yang memiliki penyimpangan dalam bahasa menyebutnya ”infantile” dan penemuannya memberikan karakteristik secara umum pada kelompok ini. Dia mengatakan :
Neither the three-year-old nor the six-year- old child in the infantile speech group was using structures wich matched those used by a two-year-old normal-speaking child . They had developed a grammar that was mor sophisticated in term of some structure and different in term of some structure and different in term of others. Therefore, these children were not simply a little delay or even substantially delayed in their acquition of structure. Further ,after they had acquired the use of certain structure at age 3 , there appeared to be very little change in the structure they used from age age 3 to 6.
10). Gangguan perkembangan bahasa
Anak berkebutuhan khusus mengalami kelainan bahasa yang ditandai dengan kegagalan dalam mencapai tahap-tahap perkembangan bahasa anak normal pada usianya. Serta mengalami terlambat dalam sematik, sintaksis dan fonologisnya, sehingga anak berkebutuhan khusus mengalami dalam tranformasi yang sangat dibutuhkan dalam kegiatan berinteraksi dan komunikasi. Selain adanya gangguan simbolisasi dan tranformasi juga disertai gangguan tingkah laku, kurang perhatian dan minat, perhatian yang mudah beralih, konsentarasi yang kurang baik, mudah bingung, cepat putus asa, kreaktivitas dan daya hayal yang kurang, serta kurangnya memiliki konsep diri akan rangsangan yang ada disekeliling, itu semua sangat berpengaruh pada proses pemerolehan bahasa dan mengakibatkan interaksi dan komunikasi terhambat.
Menurut Mangunsong Frieda (95:1998) menyatakan kelainan bahasa merupakan problem interdisiplin kelainan yang disebabkan oleh disfungsi susunan syaraf pusat, Secara medis sukar diperbaiki akibatnya mereka mengalami masalah dalam program pendidikan, perawatan psikologis dan latihan bahasa. Anak dengan hambatan bahasa bedanya anak cerebtal palsy, anak yang aphasia dan anak yang tidak mampu atau mengalami kesulitan dalam mengembangkan kemampuan konseptual untuk menggunakan bahasa (bukan cacad mental), Sebagai akibat dari ketidak mampuan menggunakan bahasa, menyebabkan kesulitan pendidikan dan perkembangan intelektual. Kelainan bahasa dapat disebabkan oleh sebab-sebab congenital. Penyakit atau trauma yang terjadi sewaktu perinatal atau posnatal. Ada juga kelainan bahasa yang dikaitkan dengan cacad mental atau gangguan emosional yang berat.
12. Autis
Autis ialah suatu gangguan/ kelainan perkembangan pada anak, yang kompleks dan berat yang sudah tampak sebelum usia 3 tahun dan membuat mereka tidak mampu berinteraksi dan komunikasi sehingga prilaku dan hubungannya dengan orang lainmenjadi terganggu. Anak yang menyandang kelainan autis dapat didiagnosa dan dapat diketahui sebelum mereka berusia 30 bulan (APA, 1980). Pada umumnya mereka mendapat gangguan pada kemampuan berfikir, pada saat komunikasi dengan menggunakan bahasa, serta mereka ini mempunyai tingkah laku yang sangat lain (De Myer, 1982).
Orang yang pertama kali mengungkapkan adanya bayi yang mengidap autis adalah Leo Kanner pada rumah sakit John Hopkins di tahun 1943. Dia mengidentifikasi kelompok anak ini terhadap gejala yang menyebabkan anak terisolir dari lingkungan sekitarnya yaitu anak tidak mampu berbicara secara normal, bahkan tidak dapat berbicara. Namun gejala autis ini tidak berkaitan dengan keturunan. Pada umumnya anak jarang mengenali orang sebagai objek melalui kontak matanya. Anak tidak peduli terhadap masyarakat sekitarnya karena tidak ada perhatian sedikitpun pada lingkungan sekitarnya. Misalnya anak asyik berjuntei pada kursi yang anak duduki tanpa merasa terganggu pada keadaan sekelilingnya.
Kecenderungan dirinya untuk berprilaku ”asyik sendiri” dan berpilaku ”menyakiti dirinya” akan terlihat manakala anak misalnya sedang bergoyang-goyang di kursi, yang menunjukkan dirinya acuh terhadap perintah maupun suara yang akan datang pada dirinya, dan sekali-kali membenturkan kepalanya pada kursi yang diduduki agar terus dapat bergoyang. Keasikan anak dalam bermain di dunianya sendiri” akan terjadi berulang-ulang dan terus menerus sambil anak mempermainkan sebuah boneka atau benda-benda lain yang disukainya. Dokter Kanner menyatakan bahwa mereka termasuk ke dalam kelompok ”anak yang bergejala autis”.
Gangguan Bahasa Spesifik
1). Afasia
Gangguan Afasia adalah kerusakan di otak pada hubungan pusat konsep dan sound bank (engram bank) akan menyebabkan kelainan bahasa. Kerusakan mungkin diakibatkan pendarahan di otak (apopleksi), oleh geger otak yang hebat akibat kecelakaan lalulintas. Seorang yang mengalami afasia mengalami kesulitan dibidang lambang-lambang segala fungsi bahasa yaitu mengerti bicara dari orang lain, bicara kepada orang lain, membaca menulis sedikit terganggu, menghubungkan konsep pengertian dengan deretan bunyi tertentu.Gangguan afasia dapat dibedakan :
1. Afasia pada anak (chilhood aphasia) yaitu kelainan yang disebabkan bawaan yang didapat .
2. Afasia pada orang dewasa (adult aphasia) yaitu kelainan yang terjadi pada akhir perkembangan orang dewasa.
3. Afasia Motoris yaitu seorang mengerti apa yang akan katakan, tetapi pola gerakan yang akan diucapkan kata-kata tertentu tidak bisa diucapkan. Misalnya : seorang mengerti/sanggup menunjukkan ”bola” tetapi secara sepontan suruh mengucapkan dan menuliskan tidak bisa.
4. Afasia sensoris yaitu tidak mengerti bahasa, hubungan deretan bunyi dan konsep terputus. Misalnya : seorang mampu mengulang mengucapkan ”bola” tetapi kalau diminta menunjukkan benda ”Bola” tidak bisa.
2) Learning Disbility
Anak dengan learning disabilities merupakan salah satu anak berkebutuhan khusus yang mengalami gangguan bahasa.Dari hasil asesmen anak ini mengalami kesulitan secara akademik dan ini sering sulit untuk dibedakan ,karena anak ini lebih menunjukkan anak yang mengalami hambatan dalam bahasa dari pada learning disailities. Apabila anak LD nampak perkembangan bahasanya relatif normal , sifat dan tingkat gangguan bahasa diketahui ketika anak mulai masuk sekolah dan ini diperlukan untuk utnuk membuka kode-kode formal dalam bahasa tulisan. Gangguan bahasa dalam merecall keterampilan, sintaks, semantik, pragmatik dalam populasi ini nampak diakibatkan kurangmya keterampilan sosial .
3). Cerebral Palsy
Gangguan fisik termasuk anak Tuanadaksa/anak cacad tubuh/crippled/ psically handicapped/ orthopedically handicapped/cacad ortopesi adalah anak penyandang cacad jasmani yang terlihat pada kelainan alat gerak (bentuk tulang,otot, sendi, maupun saraf-sarafnya), keadaanya yang sedemikian rupa tersebut memerlukan interaksi dan komunikasi.
Anak tunadaksa dapat dibagi dua katagori, yaitu anak tunadaksa murni cacad fisik, yaitu adanya kelainan pada sistem dan bentuk musculus skeletal (otot-tulang-sendi), dapat berupa kelumpuhan otot, kerusakan otot, atau kelemahan. Contohnya adalah akibat DMP (musculorum distropi progresif), yaitu kelainan pada pertumbuhan serabut otot lurik, terutama anggota gerak, otot tidak tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan. Katagori ke dua adalah anak tunadaksa cacad fisik campuran yaitu selain cacad fisik, anak juga mengalami gangguan mental, panca indra, emosi ,bahasa dan tingkah laku sosial. Kelainannya terletak pada sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang, medulla spinalis) yaitu anak Cerebal Palsy (CP) yang menyebabkan kelainan gerak, kecerdasan, bicara, yang menyebabkan kelumpuhan, serta alat-alat bicaranya terganggu, sehingga dalam pelaksanaannya bicara tidak mampu berbahasa, menjadikan berinteraksi dan komunikasi terganggu.Di bawah ini akan dibahas macam-macam anak Cerebal Palsy (CP).
Cerebal Palsy adalah suatu jenis gangguan atau kerusakan fisik yang paling banyak dijumpai pada anak-anak usia sekolah. Cerebal Palsy dibedakan dalam 5 tipe yaitu Cerebal Palsy jenis Spastik. Cerebal Palsy jenis Choreoathetoid, Cerebal Palsy jenis ataxia, Cerebal Palsy jenis Rigid dan Cerebal Palsy jenis Tremor.
Cerebal Palsy jenis Spastik didapati pada sebagian besar anak. Spastik berarti mengejang. Anak yang spastik memiliki otot lemah dan kadang-kadang kaku serta tidak dapat menggerakkan anggota tubuhnya dengan baik, sehingga gerakan sering tersentak-sentak. Anak-anak yang ototnya tegang dan mengkerut, gerakan mereka tersebut berlebihan dan tidak ada kordinasi. Mereka tidak dapat menggemgam benda dengan jari-jari. Apabila mereka mencobamenggerak-gerakan akan makintersentak-sentak. Apabila dapat berjalan, gaya kakinya seperti gunting, berdiri di atas kaki dengan sendi lutut bengkok dan mengarah ke dalam. Menurut Smith & Neisworth (1975:337) memberikan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Motor Cortex dan Pyramidal tract pada otak luka
2. Sapastisitas ditandai dengan hilangnya kontrol terhadap tubuh
3. Otot-otot flexor dan extensor mengerut bersamaan
4. Gerakan tersentak-sentak
Cerebal Palsy jenis Choreoathetoid, merupakan suatu indikasi yang digunakan untuk seseorang anak yang mempunyai gerakan yang tiba-tiba dan tanpa disengaja. Pada Cp jenis Choreoathetoid sulit sekali mengontrol kaki dan tangan dalam melakukan aktivitasnya. Anak-anak semacam ini tidak bisa mengontrol otot seperti urat bibir, lidah, tenggorokan dan air liur. Pada saat berjalan, tampak mereka seperti tersandung dan gerakan majunya secara tiba-tiba. Kadang-kadang otot-ototnya menjadi kaku dan pada suatu saat menjadi seperti tidak bertenaga dan lembek, sering disertai kesukaran yang luar biasa pada saat berbicara.
Menurut Smith ciri-ciri tersebut sebagai berikut :
1. terjadi karena luka bagian depan atau tengah otak dalam sisitem extrapiramidal
2. Athetosis mempunyai ciri gerakan tersentak-sentak, diluar kemamuan, lamban, tidak teratur dan meliuk-liuk.
3. Sering mengeluarkan air liur
4. masalah utama sering terjadi pada tangan, bibir,lidah dan terakhir pada kaki.
Seorang anak dengan Cerebal Palsy jenis Ataxia memilikiindra keseimbangan dan posisi badan yang kurang baik. Mereka memperlihatkan keluhan seperti pusing pada waktu berjalan dan mudah jatuh apabila tidak dibantu. Gerakan mereka cenderung kelihatan gugup atau gelisah dan goyamh dengan pola gerak yang berlebihan. Ataxia memiliki ciri kekakuan pada gerak motorik halus dan kasar dan khususnya kurang kordinasi dan kekakuan dalam gerakan yang memrlukan keseimbangan posisi tubuh dan orentasi ruang. Ciri-ciri lain Ataxsia ialah :
1. Disebabkan karena kerusakan di dalam cerebellum yaitu dibagian otak yang mengontrol koordinasi otot dan keseimbangan
2. Ditandai dengan terganggunya keseimbangan
3. Gerakan-gerakannya kaku
4. Gerakan berjalan seperti orang yang sedang pusing
5. Mudah jatuh
6. Keadaan tidak dapat didiagnosis sampai anak mulai berjalan.
Cerebal Palsy tipe Rigid (kaku), memperlihatkan kekakuan yang ekstrim pada anggota tubuh dan sendi-sendi, dan sukar bergerak untuk waktu yang lama.
Cerebal Palsy tipe Tremor ini jarang terjadi. Citi-ciri ditandai dengan gerakan-gerakan yang tidak berirama. Ciri-ciri yang terlihat lainnya adalah ;
1. Tremor disebabkan karena luka pada sistem extrapiramidal
2. ditandai dengan gerakan-gerakan yang tidak disengaja otot Flexor dan Extensor
3. Berbeda dengan athetoid, pada athetoid gerakan-gerakan kaku dan mudah berubah, sedangkan gerakan-gerakan tidak sedikit dan berirama.
Bermacam-macam bentuk cerebal palsy sering terlihat pada beberapa bulan pertama dalam kehidupan anak, anak CP tidak dapat berinteraksi dan komunikasi denga baik.
Pada umumnya anak tunadaksa khususnya CP ini memiliki keterbatasan seperti kesulitan belajar, masalah-masalah psikologi, gangguan sensoris, kejang-kejang, gangguan tingkah laku dan yang paling utama gangguan fungsi motor untuk bicara serta fungsi otot-otot bicaranya terganggua menjadikan kesulitan untuk berinteraksi dan komunikasi.
4). Cleft Palate
Secara historis , celah langit-langit (dengan dan tanpa celah bibir) memiliki perhatian khusus untuk speech pathologis . Celah bibir atau langit-langit merupakan kecacatan struktur yang disebabkan kegagalan tulang dan jaringan lembut dari atas bibir untuk menyatu selama awal perkembangan neonatal.
Hipernasaliti merupakan karakteristik anak yang mengalami celah. Anak dengan celah palatal juga dicirikan dengan kesalahan ucap berkaitan dengan fungsi palatalnya mengalami gangguan.
5).Gangguan Perilaku
Baker,Cantwell, dan Mattison (1980), Hughes,& Ruhl,1988) mengases seratus anak yang menunjukkan komunitas klinik bicara dan pendengaran . 53 persen dari anak yang diklasifikasikan menurut diagnosis seorang psikriatis , anak yang mengalami secara signifikan problem perilaku disertai dengan gangguan bicara dan bahasa . Sebagian besar diagnosa , mereka mengalami gangguan atensi dengan hiperaktifitas, diikuti gangguan oposisional dan reaksi kecemasan. Pengamatan lain dicenter diagnostik psikiatris, 50 % dari anak menunjukkan bahwa selama periode 15 bulan, antara usia 5 – 13 bulan ditemukan pada evaluasi bahasa secara detail adanya gangguan komunikasi dimana sebelumnya tidak dikenal ( Gualtieri,Koriath, Van Bourgondien, & Saleeby, 1983). Hasil dari peninjauan sekumpulan yang berhubungan ini , Waller, Sander, dan Kunicki (1983, Cited in camara,Hughes,& Ruhl,1988) memberi kesan bahwa akumulasi dari fakta harus ada kesiapan dari fihak kedokteran dengan sangat memungkinkan bahwa terjadinya gangguan perilaku pada individu disertai dengan gangguan komunikasi dan bahwa asesmen pada pada anak harus memasukan penilaian perilaku dan berbagai asesmen psikologis, seperti pengukuran tradisional bicara dan bahasa.
Camarata,Hughes, dan ruhl (1988) menyimpulkan beberapa laporan pada bahasa anak dengan gangguan emosi. Kemampuan bahasa dan anak disabilitis tingkat berat ( autis, schizophrenia,psikosis) telah diteliti secara eksntensif dari setiap anak ini. Anak dengan gangguan perilaku ringan dan sedang nampak memiliki kekurangan dalam bahasa tapi berbeda dengan anak dengan gangguan perilaku berat.
Pola gangguan bahasa lebih dapat diamati pada anak yang LD. Dari hasil evaluasinya pada kelompok ini, Camarata,Hughes, dan Ruhl menemukan bahawa 38 – 39 (97%) daria ank dengan gangguan perilaku ringan sampai sedang pada suatu sistim persekolahan dengan melalui tes bahasa yang standar , score tes secara signifikan dibawah rata-rata normatif pada satu atau eberapa sub tes.
Sering kekurangan dalam bahasa pada anak dengan gangguan perilaku tidak termasuk kedalam perencanaan intervensi. Evaluasi bahasa dan terapi harus merupakan bagian yang dianggap penting dalam managemen program untuk anak dengan gangguan perilaku.
6). Mental retardasi,
Anak Tunagrahita adalah anak yang kecerdasannya dibawah rata-rata atau mempunyai masalah dengan tingkat intelgensi. Sedangkan intelgensi/kecerdasan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses hubungan dengan orang lain menggunakan bahasa dengan melalui interaksi dan komunikasi. Dengan penggunaan bahasa itu anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan interaksi menggunakan bahasa. Karena anak tunagrahita sering terjadi kekacauan dalam bahasa pengucapan yang tidak benar, artikulasinya kurang jelas, dan bahasanya kurang dapat dimengerti.
Keterlambatan pada perkembangan bahasa merupakan karakteristik umum pada anak MR dan anak seperti ini sekarang menjadi proporsi yang secara signifikan merupakan populasi yang dilayani oleh speech –language pathologis.Dari hasil penelitian ( Dyer, Santarcanngelo, dan Luce (1987) dijelaskan bahwa perhatian terhadap rangkaian perkembangan bahasa normal dalam fonologi, morfologi, dan sintak penting untuk didisain dalam kurikulum dan tujuan pendidikan bahasa untuk anak MR. Cromer (1987) menjelaskan bahwa anak ini berbeda dari perkembangan anak normal dalam menterjemahkan kalimat yang memiliki struktur yang sama ( ”Si Ani mudah sekali tertawa” dan ”Si Ani ingin sekali tertawa” ).
Meskipun anak autis bukan MR , akan tetapi ini masalah ini merupakan bagian terbesar pada anak ini. Salah satu karakteristik utama dari anak autis adalah mereka tidak menggunakan bahasa yang memadai untuk melakukan interaksi sosial.
7). Gangguan bahasa Non-Verbal
Interaksi orang dewasa dengan anak, respon atau kesempatan yang diberikan kepada anak pada interaksi awal, dan atau anak masih berada dilingkungan terbatas yaitu di keluarga, pada saat itu anak kurang mendapatkan respon yang memadai.
Pada masa interaksi awal (prelingual) anak membutuhkan respon yang mampu memaknai signal-signal komunikatif yang dimilikinya seperti :menangis, ketawa, bergerak kaki/tangannya, ngajak bicara walaupun belum mengerti konsepnya, tetapi anak tidak mendapatkannya signal-signal komunikatif itu karena orang tua atau lingkungan sekitar tidak merespon terhadap apa yang terkadung dalam signal-signal yang dimunculkan anak. Dengan tidak adanya respon tersebut maka anak merasa bahwa lingkungan tidak menerima/memahami dirinya, dan menjadi pasif. Sejalan tumbuh kembangnya anak maka ketrampilan anak tidak akan berkembang membentuk signal-signal lambang bahasa sebab produk dari proses meniru dari orang dewasa atau orang yang dekat dengannya tidak ada.
8). Gangguan bahasa verbal
Sebagian anak yang terlahir tuli ( mengalami gangguan dalam sistim pendengaran) kasus yang khusus ini akan gagal untuk memperoleh bunyi bahasa secara jelas.Kadang-kadang keadaan phisik dan atau perkembangan motorik secara umum berkaitan dengan gangguan neurologis. Banyak anak yang mengalami cacat ganda, misalnya tuli dan buta, atau tuli dan tunagrahita berat. Dalam kasus lain ketidakmampuan anak tidak dapat diperkirakan penyebabnya. Anak ini tidak dapat dites dengan menggunakan tes formal dikarenakan anak tidak memiliki kemampuan untuk memperhatikan atau merespon tugas dalam situasi testing, jadi pengamatan secara keseluruhan terhadap mereka dalam perkembangan intelektual atau emosi akan terlihat secara kasar berdasarkan kepada prosedur pengamatan secara informal.
9). Gangguan kualitas bahasa
Besarnya presentase anak dengan problem bahasa termasuk dalam kategori hambatan kualitas bahasa,dan perilaku bahasanya ditunjukkan sangat berfariasi.Menyuk ( 1971) Melakukan penelitian dalam memproduksi dan melakukan imitasi pada kelompok anak yang memiliki penyimpangan dalam bahasa menyebutnya ”infantile” dan penemuannya memberikan karakteristik secara umum pada kelompok ini. Dia mengatakan :
Neither the three-year-old nor the six-year- old child in the infantile speech group was using structures wich matched those used by a two-year-old normal-speaking child . They had developed a grammar that was mor sophisticated in term of some structure and different in term of some structure and different in term of others. Therefore, these children were not simply a little delay or even substantially delayed in their acquition of structure. Further ,after they had acquired the use of certain structure at age 3 , there appeared to be very little change in the structure they used from age age 3 to 6.
10). Gangguan perkembangan bahasa
Anak berkebutuhan khusus mengalami kelainan bahasa yang ditandai dengan kegagalan dalam mencapai tahap-tahap perkembangan bahasa anak normal pada usianya. Serta mengalami terlambat dalam sematik, sintaksis dan fonologisnya, sehingga anak berkebutuhan khusus mengalami dalam tranformasi yang sangat dibutuhkan dalam kegiatan berinteraksi dan komunikasi. Selain adanya gangguan simbolisasi dan tranformasi juga disertai gangguan tingkah laku, kurang perhatian dan minat, perhatian yang mudah beralih, konsentarasi yang kurang baik, mudah bingung, cepat putus asa, kreaktivitas dan daya hayal yang kurang, serta kurangnya memiliki konsep diri akan rangsangan yang ada disekeliling, itu semua sangat berpengaruh pada proses pemerolehan bahasa dan mengakibatkan interaksi dan komunikasi terhambat.
Menurut Mangunsong Frieda (95:1998) menyatakan kelainan bahasa merupakan problem interdisiplin kelainan yang disebabkan oleh disfungsi susunan syaraf pusat, Secara medis sukar diperbaiki akibatnya mereka mengalami masalah dalam program pendidikan, perawatan psikologis dan latihan bahasa. Anak dengan hambatan bahasa bedanya anak cerebtal palsy, anak yang aphasia dan anak yang tidak mampu atau mengalami kesulitan dalam mengembangkan kemampuan konseptual untuk menggunakan bahasa (bukan cacad mental), Sebagai akibat dari ketidak mampuan menggunakan bahasa, menyebabkan kesulitan pendidikan dan perkembangan intelektual. Kelainan bahasa dapat disebabkan oleh sebab-sebab congenital. Penyakit atau trauma yang terjadi sewaktu perinatal atau posnatal. Ada juga kelainan bahasa yang dikaitkan dengan cacad mental atau gangguan emosional yang berat.
12. Autis
Autis ialah suatu gangguan/ kelainan perkembangan pada anak, yang kompleks dan berat yang sudah tampak sebelum usia 3 tahun dan membuat mereka tidak mampu berinteraksi dan komunikasi sehingga prilaku dan hubungannya dengan orang lainmenjadi terganggu. Anak yang menyandang kelainan autis dapat didiagnosa dan dapat diketahui sebelum mereka berusia 30 bulan (APA, 1980). Pada umumnya mereka mendapat gangguan pada kemampuan berfikir, pada saat komunikasi dengan menggunakan bahasa, serta mereka ini mempunyai tingkah laku yang sangat lain (De Myer, 1982).
Orang yang pertama kali mengungkapkan adanya bayi yang mengidap autis adalah Leo Kanner pada rumah sakit John Hopkins di tahun 1943. Dia mengidentifikasi kelompok anak ini terhadap gejala yang menyebabkan anak terisolir dari lingkungan sekitarnya yaitu anak tidak mampu berbicara secara normal, bahkan tidak dapat berbicara. Namun gejala autis ini tidak berkaitan dengan keturunan. Pada umumnya anak jarang mengenali orang sebagai objek melalui kontak matanya. Anak tidak peduli terhadap masyarakat sekitarnya karena tidak ada perhatian sedikitpun pada lingkungan sekitarnya. Misalnya anak asyik berjuntei pada kursi yang anak duduki tanpa merasa terganggu pada keadaan sekelilingnya.
Kecenderungan dirinya untuk berprilaku ”asyik sendiri” dan berpilaku ”menyakiti dirinya” akan terlihat manakala anak misalnya sedang bergoyang-goyang di kursi, yang menunjukkan dirinya acuh terhadap perintah maupun suara yang akan datang pada dirinya, dan sekali-kali membenturkan kepalanya pada kursi yang diduduki agar terus dapat bergoyang. Keasikan anak dalam bermain di dunianya sendiri” akan terjadi berulang-ulang dan terus menerus sambil anak mempermainkan sebuah boneka atau benda-benda lain yang disukainya. Dokter Kanner menyatakan bahwa mereka termasuk ke dalam kelompok ”anak yang bergejala autis”.
pengertian interaksi
Interaksi
Keterampilan berkomunikasi merupakan suatu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap individu. Melalui komunikasi individu akan merasakan kepuasan, kesenangan atau pengetahuan (informasi) yang akan menunjang terhadap perkembangan individu selanjutnya. Dengan pengetahuan atau informasi tersebut maka individu akan memahami dunia, jadi informasi merupakan jendela untuk seseorang dapat berkembang. Kemampuan berkomunikasi pada umumnya berkembang secara otomatis apabila manusia tersebut berada pada komunitasnya.
Sejak manusia dilahirkan, , manusia sudah dibekali dengan signal-signal komunikatif dan signal –signal tersebut sifatnya masih pre-lingual (belum berupa bahasa) karena pada periode ini individu belum bergaul erat dengan individu lainnya kecuali bergaul dengan orang tuanya terutama dengan ibunya. Pergaulan antara ibu dan anak pada masa itu sudah terjadi interaksi. Dalam proses interaksi ibunya memahami signal-signal komunikatif yang ditampakkan anaknya dan setiap signal kadang-kadang memiliki makna yang dirasakan oleh bayi yang ingin disampaikan kepada orang terdekatnya yaitu ibunya, mis : nangis apabila merasakan lapar, sakit, ngompol dsb, tertawa menunjukkan puas , menatap, mengerakkan kaki tangan apabila merasa senang, dan signal-signal tersebut direspon oleh ibunya, misalnya diganti popoknya, diberi susu atau digendong, itu semua merupakan interaksi awal yang didasari oleh signal-signal positif yang dimunculkan oleh bayi.
B. INTERAKSI SOSIAL
Setelah usia bayi kurang lebih usia 2-3 th, anak mulai bergerak tidak hanya berada pada gendongan ibunya tapi anak mulai bereksplorasi memahami lingkungan terdekatnya yaitu sekeliling rumahnya. Anak mulai bertemu individu lain selain ibunya , setelah melakukan interaksi sosial anak mulai mendengar bahasa yang punya makna yang dipergunakan oleh orang dewasa ataupun anak lainnya. Mulai dari sini anak mulai memperoleh bahasa yang sederhana. Mulai tahu makna kata tidak, iya, makan, minum atau anak sudah mampu mengekspresikan keinginannya secara sederhana , anak mulai merespon tidak lagi melalui tanda-tanda , tapi anak mulai merespon melalui bahasa terhadap stimulus yang datang dari lingkungan. Anak mulai meniru ungkapan-ungkapan orang dewasa untuk mengekspresikan sesuatu melalui bahasa.
Pergaulan anak makin meluas keluar dari rumah dan bertemu dengan teman-temannya yang sebaya . Melalui interaksi sosial perkembangan bahasa anak mulai berkembang kearah yang lebih kompleks sesuai dengan perkembangan usia dan perkembangan bahasanya. Efek dari interaksi sosial ini perolehan bahasa makin kompleks , sehingga anak mulai terampil menggunakan bahasa dengan kemampuanya mengekspresikan apa yang ada dalam hatinya secara lisan dan dapat dipahami oleh orang lain. Dalam masyarakat, perkembangan anak ditunjang tidak hanya dari lingkungan rumah akan tetapi anak diberi kesempatan untuk mendapatkan pembelajaran yang lebih sistimatis dan terarah melalui jenjang persekolahan dan mengembangkan pergaulannya yang lebih luas di masarakat .
C.KOMUNIKASI
Pada masa-masa ini kemampuan individu dalam berkomunikasi makin terampil dan kompleks karena stimulus atau dorongan kearah pengungkapan secara verbal sangat dibutuhkan untuk berinteraksi sosial. Sudah tentu seseorang dapat terampil berkomunikasi tercakup komponen-komponen yang harus dalam keadaan siap pada individu itu sendiri yaitu berkaitan dengan keadaan organ bicara yang memadai dan fungsional agar apa yang diungkapkannya dapat jelas didengar sesuai dengan dasar-dasar pengucapan bunyinya.
Agar bicaranya memiliki makna, individu tersebut harus memiliki bahasa yang telah disepakati oleh lingkungannya, yaitu berupa ide , gagasan, atau pesan-pesan yang sesuai dengan maksud yang ingin diungkapkan dan respon verbal sesuai yang dibutuhkan oleh orang lain.
Penjelasan diatas apabila digambarkan seperti dibawah ini :
Gambar 1.1. Hubungan Interaksi-Interaksi Sosial-Komunikasi
Dalam kotak A.(interaksi awal), digambarkan terjadi interaksi antara ibu dan bayi interaksi yang terjadi melalui signal-signal komunikatif (pre-lingual) seperti senyuman, ekspresi wajah, kedipan mata, menangis, gerak tubuh.dan signal-signal tersebut direspon oleh ibu atau oleh orang dewasa yang hubungannya sangat dekat yang merawat) dengan bayi . Respon—respon yang dilakukan oleh orang dewasa terjadi sesuai dengan signal-signal yang ditampakkan oleh bayi. Dan signal-signal tersebut sebagai dasar untuk membangun komunikasi.
Pada kotak B (interaksi sosial) digambarkan pemberian kesempatan anak untuk berkembangnya kemampuan berkomunikasi tidak hanya dari lingkungan keluarga, akan tetapi dengan pergaulan yang lebih luas di sekolah anak mendapatkan pembelajaran yang lebih terarah dan sistimatis . Pada masa-masa ini perolehan bahasa anak mulai berkembang dari mulai yang sangat sederhana ke perolehan bahasa yang lebih kompleks, sesuai dengan perkembangan usia dan perkembangan bahasa anak sesuai dengan jenjang persekolahannya.
Pada kotak C , Perwujudan dari komunikasi pada interaksi awal yang sifatnya prelingual, berkembang melalui pergaulan (berinteraksi dengan individu lain sehingga terjadi pembelajaran) maka keterampilan berkomunikasi mulai berkembang kearah yang lebih kompleks dengan bahasa sebagai medianya. Dan pada kotak terakhir ini individu berkembang terus , dan berbaur dengan masyarakat luas, melalui keterampilan berkomunikasi individu akan saling memahami ( mengemukan ide, pendapat , keinginan, perasaan dan sebagainya ) dan bahasa sebagai medianya.
Seseorang untuk terampil dalam berkomunikasi , diperlukan kesiapan-kesiapan tertentu dalam aspek keterampilan bicara dan bahasa. Seseorang terampil berbicara harus memiliki kematangan dan kesiapan-kesiapan dari organ artikulasi, yang diperlukan untuk mampu mengucapkan bunyi-bunyi bahasa. Begitupun dalam penguasaan bahasa, seseorang harus mampu menyampaikan pesan kepada orang lain, dimana pesan tersebut harus bermakna sehingga dapat dipahami. Dan pesan yang disampaikan harus sesuai dengan konteks pembicaraan.
Pada kenyataannya, dalam kehidupan ini sebagian anak mengalami hambatan atau gangguan dalam memiliki kemampuan berkomunikasi, mereka perkembangannya tidak sesuai atau terlambat perkembangannya dari anak-anak sebayanya.
Anak ini terlahir dengan tidak menampakkan adanya signal-signal komunikatif pada masa interaksi awal sehingga ibunya tidak menyadari bahwa anaknya tidak peka terhadap stimulus dari lingkungannya terutama dari orang terdekatnya. Sehingga pada saat anak itu bergaul dengan temannya selain dari ibunya, tampak anak tidak mampu untuk memproses stimulus, anak ini tidak mampu melakukan interaksi dengan individu lainnya apalagi melakukan komunikasi , anak ini tidak mampu memahami makna komunikasi itu sendiri.
Selain dari pada itu, ada sebagian anak yang walaupun memiliki signal komunikatif pada masa interaksi, anak tidak cukup menerima stimulus atau respon yang memadai sehingga perkembangannya menjadi tidak optimal, ditambah kegagalan dalam melakukan interaksi sosial. Maka diduga serius anak ini akan mengalami keterlambatan dalam memiliki keterampilan berkomunikasi.
Anak yang mengalami kecacatan misalnya mengalami ketunanetraan, ketunarunguan, tuna grahita , cacat phisik dan sebagainya, memiliki dampak terhadap ketrampilan berinteraksi dan berkomunikasi. Akan tetapi bagi mereka kemampuan berinteraksi dan berkomunikasinya berbeda dengan ke dua contoh yang dipaparkan sebelumnya. Karena gangguan yang dialami oleh mereka adalah sebagai dampak dari kecacatannya.
Mungkin saja penderita cacat tersebut , dari sejak bayi kurang mendapatkan stimulasi yang memadai atau memang mereka sejak bayi tidak memiliki signal-signal komunikatif yang disebabkan faktor lain misalnya terganggunya sistim persyarafan pusat yang minimal di otak. Berat ringannya gangguan komunikasi yang dialami oleh anak sangat bervariasi bergantung dari berat ringannya hambatan yang dialami oleh individu itu sendiri. Oleh karena itu rentang gangguan komunikasi mulai dari yang sangat ringan sampai ke yang sangat berat.
.D. Bagaimana implikasinya terhadap pendidikan ?
Biasanya anak yang memiliki gangguan komunikasi tidak hanya berada pada sekolah khusus , akan tetapi masih banyak mereka berada diluar pendidikan khusus, dan mereka belum mendapatkan layanan yang khusus pula.
Asesmen yang memadai perlu untuk memberikan layanan pengembangan kepada anak mengapa sampai anak mengalami gangguan komunikasi , strategi intervensi seperti apa yang dibutuhkan anak. Dalam kerja asesmen, tidak ditekankan apa yang menjadi penyebab gangguan , yang terpenting melihat gejala yang nampak maka dengan segera anak mendapatkan layanan pengembangan. Dan secara otomatis akan tampak atau akan ditemukan apa yang dapat diberikan dan mulai dari mana pengembangan dimulai dan ini dapat dilakukan melalui penelusuran proses asesmen .
Oleh karena itu anda dapat memahami lebih mendalam tentang persoalan ini secara mendalam dalam bab selanjutnya.
Pada buku ini dibahas bahwa tidak semua anak dalam perkembangan keterampilan interaksinya berkembang secara mulus. Kemampuan berinteraksi dapat mendasari terhadap pengembangan kemampuan berkomunikasi. Perkembangan interaksi yang tidak mulus akan menghambat terhadap perkembangan berkomunikasi. Melalui komunikasi seseorang akan memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhannya. Oleh karena itu harus dipahami bagaimana kesiapan anak dalam melakukan interaksi, dan bagaimana membangun agar anak terampil dalam melakukan interaksi. Oleh karena itu pada buku ini dibahas pula permasalahan-permasalahan yang dimiliki anak dalam melakukan interaksi seperti yang dialami oleh anak berkebutuhan khusus seperti yang dialami oleh anak autis atau anak berkebutuhan khusus lainnya. Dibahas pula beberapa strategi yang dapat membantu anak dengan permasalahan interaksi dan strategi pengembangannya melalui lingkungan, stimulasi dan dengan menggunakan alat atau media atau penciptaan lingkungan yang mampu memfasilitasi prilaku interaksi. Setelah anak mampu dan memiliki kepercayaan diri untuk melakukan interaksi, maka otomatis anak secara bertahap berkembang kearah kemampuan berkomunikasi .
Keterampilan berkomunikasi merupakan suatu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap individu. Melalui komunikasi individu akan merasakan kepuasan, kesenangan atau pengetahuan (informasi) yang akan menunjang terhadap perkembangan individu selanjutnya. Dengan pengetahuan atau informasi tersebut maka individu akan memahami dunia, jadi informasi merupakan jendela untuk seseorang dapat berkembang. Kemampuan berkomunikasi pada umumnya berkembang secara otomatis apabila manusia tersebut berada pada komunitasnya.
Sejak manusia dilahirkan, , manusia sudah dibekali dengan signal-signal komunikatif dan signal –signal tersebut sifatnya masih pre-lingual (belum berupa bahasa) karena pada periode ini individu belum bergaul erat dengan individu lainnya kecuali bergaul dengan orang tuanya terutama dengan ibunya. Pergaulan antara ibu dan anak pada masa itu sudah terjadi interaksi. Dalam proses interaksi ibunya memahami signal-signal komunikatif yang ditampakkan anaknya dan setiap signal kadang-kadang memiliki makna yang dirasakan oleh bayi yang ingin disampaikan kepada orang terdekatnya yaitu ibunya, mis : nangis apabila merasakan lapar, sakit, ngompol dsb, tertawa menunjukkan puas , menatap, mengerakkan kaki tangan apabila merasa senang, dan signal-signal tersebut direspon oleh ibunya, misalnya diganti popoknya, diberi susu atau digendong, itu semua merupakan interaksi awal yang didasari oleh signal-signal positif yang dimunculkan oleh bayi.
B. INTERAKSI SOSIAL
Setelah usia bayi kurang lebih usia 2-3 th, anak mulai bergerak tidak hanya berada pada gendongan ibunya tapi anak mulai bereksplorasi memahami lingkungan terdekatnya yaitu sekeliling rumahnya. Anak mulai bertemu individu lain selain ibunya , setelah melakukan interaksi sosial anak mulai mendengar bahasa yang punya makna yang dipergunakan oleh orang dewasa ataupun anak lainnya. Mulai dari sini anak mulai memperoleh bahasa yang sederhana. Mulai tahu makna kata tidak, iya, makan, minum atau anak sudah mampu mengekspresikan keinginannya secara sederhana , anak mulai merespon tidak lagi melalui tanda-tanda , tapi anak mulai merespon melalui bahasa terhadap stimulus yang datang dari lingkungan. Anak mulai meniru ungkapan-ungkapan orang dewasa untuk mengekspresikan sesuatu melalui bahasa.
Pergaulan anak makin meluas keluar dari rumah dan bertemu dengan teman-temannya yang sebaya . Melalui interaksi sosial perkembangan bahasa anak mulai berkembang kearah yang lebih kompleks sesuai dengan perkembangan usia dan perkembangan bahasanya. Efek dari interaksi sosial ini perolehan bahasa makin kompleks , sehingga anak mulai terampil menggunakan bahasa dengan kemampuanya mengekspresikan apa yang ada dalam hatinya secara lisan dan dapat dipahami oleh orang lain. Dalam masyarakat, perkembangan anak ditunjang tidak hanya dari lingkungan rumah akan tetapi anak diberi kesempatan untuk mendapatkan pembelajaran yang lebih sistimatis dan terarah melalui jenjang persekolahan dan mengembangkan pergaulannya yang lebih luas di masarakat .
C.KOMUNIKASI
Pada masa-masa ini kemampuan individu dalam berkomunikasi makin terampil dan kompleks karena stimulus atau dorongan kearah pengungkapan secara verbal sangat dibutuhkan untuk berinteraksi sosial. Sudah tentu seseorang dapat terampil berkomunikasi tercakup komponen-komponen yang harus dalam keadaan siap pada individu itu sendiri yaitu berkaitan dengan keadaan organ bicara yang memadai dan fungsional agar apa yang diungkapkannya dapat jelas didengar sesuai dengan dasar-dasar pengucapan bunyinya.
Agar bicaranya memiliki makna, individu tersebut harus memiliki bahasa yang telah disepakati oleh lingkungannya, yaitu berupa ide , gagasan, atau pesan-pesan yang sesuai dengan maksud yang ingin diungkapkan dan respon verbal sesuai yang dibutuhkan oleh orang lain.
Penjelasan diatas apabila digambarkan seperti dibawah ini :
Gambar 1.1. Hubungan Interaksi-Interaksi Sosial-Komunikasi
Dalam kotak A.(interaksi awal), digambarkan terjadi interaksi antara ibu dan bayi interaksi yang terjadi melalui signal-signal komunikatif (pre-lingual) seperti senyuman, ekspresi wajah, kedipan mata, menangis, gerak tubuh.dan signal-signal tersebut direspon oleh ibu atau oleh orang dewasa yang hubungannya sangat dekat yang merawat) dengan bayi . Respon—respon yang dilakukan oleh orang dewasa terjadi sesuai dengan signal-signal yang ditampakkan oleh bayi. Dan signal-signal tersebut sebagai dasar untuk membangun komunikasi.
Pada kotak B (interaksi sosial) digambarkan pemberian kesempatan anak untuk berkembangnya kemampuan berkomunikasi tidak hanya dari lingkungan keluarga, akan tetapi dengan pergaulan yang lebih luas di sekolah anak mendapatkan pembelajaran yang lebih terarah dan sistimatis . Pada masa-masa ini perolehan bahasa anak mulai berkembang dari mulai yang sangat sederhana ke perolehan bahasa yang lebih kompleks, sesuai dengan perkembangan usia dan perkembangan bahasa anak sesuai dengan jenjang persekolahannya.
Pada kotak C , Perwujudan dari komunikasi pada interaksi awal yang sifatnya prelingual, berkembang melalui pergaulan (berinteraksi dengan individu lain sehingga terjadi pembelajaran) maka keterampilan berkomunikasi mulai berkembang kearah yang lebih kompleks dengan bahasa sebagai medianya. Dan pada kotak terakhir ini individu berkembang terus , dan berbaur dengan masyarakat luas, melalui keterampilan berkomunikasi individu akan saling memahami ( mengemukan ide, pendapat , keinginan, perasaan dan sebagainya ) dan bahasa sebagai medianya.
Seseorang untuk terampil dalam berkomunikasi , diperlukan kesiapan-kesiapan tertentu dalam aspek keterampilan bicara dan bahasa. Seseorang terampil berbicara harus memiliki kematangan dan kesiapan-kesiapan dari organ artikulasi, yang diperlukan untuk mampu mengucapkan bunyi-bunyi bahasa. Begitupun dalam penguasaan bahasa, seseorang harus mampu menyampaikan pesan kepada orang lain, dimana pesan tersebut harus bermakna sehingga dapat dipahami. Dan pesan yang disampaikan harus sesuai dengan konteks pembicaraan.
Pada kenyataannya, dalam kehidupan ini sebagian anak mengalami hambatan atau gangguan dalam memiliki kemampuan berkomunikasi, mereka perkembangannya tidak sesuai atau terlambat perkembangannya dari anak-anak sebayanya.
Anak ini terlahir dengan tidak menampakkan adanya signal-signal komunikatif pada masa interaksi awal sehingga ibunya tidak menyadari bahwa anaknya tidak peka terhadap stimulus dari lingkungannya terutama dari orang terdekatnya. Sehingga pada saat anak itu bergaul dengan temannya selain dari ibunya, tampak anak tidak mampu untuk memproses stimulus, anak ini tidak mampu melakukan interaksi dengan individu lainnya apalagi melakukan komunikasi , anak ini tidak mampu memahami makna komunikasi itu sendiri.
Selain dari pada itu, ada sebagian anak yang walaupun memiliki signal komunikatif pada masa interaksi, anak tidak cukup menerima stimulus atau respon yang memadai sehingga perkembangannya menjadi tidak optimal, ditambah kegagalan dalam melakukan interaksi sosial. Maka diduga serius anak ini akan mengalami keterlambatan dalam memiliki keterampilan berkomunikasi.
Anak yang mengalami kecacatan misalnya mengalami ketunanetraan, ketunarunguan, tuna grahita , cacat phisik dan sebagainya, memiliki dampak terhadap ketrampilan berinteraksi dan berkomunikasi. Akan tetapi bagi mereka kemampuan berinteraksi dan berkomunikasinya berbeda dengan ke dua contoh yang dipaparkan sebelumnya. Karena gangguan yang dialami oleh mereka adalah sebagai dampak dari kecacatannya.
Mungkin saja penderita cacat tersebut , dari sejak bayi kurang mendapatkan stimulasi yang memadai atau memang mereka sejak bayi tidak memiliki signal-signal komunikatif yang disebabkan faktor lain misalnya terganggunya sistim persyarafan pusat yang minimal di otak. Berat ringannya gangguan komunikasi yang dialami oleh anak sangat bervariasi bergantung dari berat ringannya hambatan yang dialami oleh individu itu sendiri. Oleh karena itu rentang gangguan komunikasi mulai dari yang sangat ringan sampai ke yang sangat berat.
.D. Bagaimana implikasinya terhadap pendidikan ?
Biasanya anak yang memiliki gangguan komunikasi tidak hanya berada pada sekolah khusus , akan tetapi masih banyak mereka berada diluar pendidikan khusus, dan mereka belum mendapatkan layanan yang khusus pula.
Asesmen yang memadai perlu untuk memberikan layanan pengembangan kepada anak mengapa sampai anak mengalami gangguan komunikasi , strategi intervensi seperti apa yang dibutuhkan anak. Dalam kerja asesmen, tidak ditekankan apa yang menjadi penyebab gangguan , yang terpenting melihat gejala yang nampak maka dengan segera anak mendapatkan layanan pengembangan. Dan secara otomatis akan tampak atau akan ditemukan apa yang dapat diberikan dan mulai dari mana pengembangan dimulai dan ini dapat dilakukan melalui penelusuran proses asesmen .
Oleh karena itu anda dapat memahami lebih mendalam tentang persoalan ini secara mendalam dalam bab selanjutnya.
Pada buku ini dibahas bahwa tidak semua anak dalam perkembangan keterampilan interaksinya berkembang secara mulus. Kemampuan berinteraksi dapat mendasari terhadap pengembangan kemampuan berkomunikasi. Perkembangan interaksi yang tidak mulus akan menghambat terhadap perkembangan berkomunikasi. Melalui komunikasi seseorang akan memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhannya. Oleh karena itu harus dipahami bagaimana kesiapan anak dalam melakukan interaksi, dan bagaimana membangun agar anak terampil dalam melakukan interaksi. Oleh karena itu pada buku ini dibahas pula permasalahan-permasalahan yang dimiliki anak dalam melakukan interaksi seperti yang dialami oleh anak berkebutuhan khusus seperti yang dialami oleh anak autis atau anak berkebutuhan khusus lainnya. Dibahas pula beberapa strategi yang dapat membantu anak dengan permasalahan interaksi dan strategi pengembangannya melalui lingkungan, stimulasi dan dengan menggunakan alat atau media atau penciptaan lingkungan yang mampu memfasilitasi prilaku interaksi. Setelah anak mampu dan memiliki kepercayaan diri untuk melakukan interaksi, maka otomatis anak secara bertahap berkembang kearah kemampuan berkomunikasi .
gangguan bicara , bahasa, komunikasi
Gangguan Bicara, Berbahasa, dan Berkomunikasi
Yang termasuk gangguan komunikasi adalah berbagai masalah dalam berbahasa, berbicara dan mendengar. Gangguan bicara dan bahasa terdiri dari masalah artikulasi, masalah suara, masalah kelancaran berbicara (gagap), aphasia (kesulitan dalam menggunakan kata-kata, biasanya akibat cedera otak), dan keterlambatan dalam bicara dan atau bahasa. Keterlambatan bicara dan bahasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk faktor lingkungan atau hilangnya pendengaran.
Gangguan bicara dan bahasa juga berhubungan erat dengan area lain yang mendukungnya seperti fungsi otot mulut (oral motor) dan fungsi pendengaran. Keterlambatan dan gangguan bisa mulai dari bentuk yang sederhana seperti bunyi suara yang “tidak normal” (sengau, serak) , sampai dengan ketidak mampuan untuk mengerti atau menggunakan bahasa, atau ketidak mampuan mekanisme oral-motor dalam fungsinya untuk bicara atau makan.
Gangguan pendengaran terdiri dari gangguan dengar parsial (sebagian) dan gangguan dengar total atau tuli. Ketulian didefinisikan sebagai kehilangan pendengaran yang bermakna yang mengakibatkan komunikasi menjadi sulit atau tidak dapat dilakukan tanpa bantuan amplifikasi alat Bantu dengar. Terdapat 4 tipe gangguan pendengaran. Tipe pertama adalah gangguan dengar konduktif, yaitu terganggunya pendengaran akibat adanya penyakit atau sumbatan di telinga bagian luar atau tengah, dan biasanya dapat diatasi dengan alat Bantu dengar. Tipe kedua adalah gangguan dengan sensorineural yaitu terganggunya pendengaran akibat kerusakan pada sel sel rambut sensoris yang terdapat pada telinga dalam atau pada pembuluh saraf yang mempersarafinya. Tipe ketiga adalah gangguan pendengaran gabungan antara gangguan pendengaran konduktif dan sensorineural. Sedangkan gangguan pendengaran sentral dimaksudkan pada gangguan pendengaran akibat dari cedera atau rusaknya saraf-saraf otak.
Banyak gangguan komunikasi terjadi sebagai akibat dari kondisi lain seperti gangguan belajar (learning disability), palsi serebral (cerebral palsy), keterbelakangan mental (mental retardation), celah bibir, atau celah langit-langit mulut.
Berapa banyak anak yang mengalami gangguan komunikasi?
Di Amerika Serikat, perkiraan keseluruhan terjadinya gangguan komunikasi adalah sekitar 5% anak usia sekolah, yang meliputi gangguan suara sebanyak 3% dan gagap 1%. Insidens anak usia sekolah dasar yang mengalami gangguan artikulasi adalah sekitar 2-3% walaupun persentasinya menurun dengan bertambah maturnya usia anak. Perkiraan terjadinya gangguan pendengaran juga bervariasi, namun berkisar 5% dari usia anak sekolah. Penelitian hal serupa di Indonesia belum ada.
Karakteristik
Kemampuan komunikasi seorang anak dianggap terlambat jika kemampuan bicara dan atau bahasa anak tersebut jauh di bawah kemampuan bicara / bahasa anak seusianya. Kadang seorang anak memiliki kemampuan berbahasa reseptif (mampu memahami apa yang disampaikan lawan bicara) yang jauh lebih baik dibanding kemampuan berbahasa ekspresifnya, namun kondisi ini tidak selamanya terjadi.
Anak dengan masalah pendengaran bisa terlihat sulit memahami dan memberi jawaban jika pertanyaan yang diajukan padanya tidak dilakukan berkali-kali. Selain itu anak juga menunjukkan kemampuan bicara yang tidak akurat, misalnya „kehilangan“ suku kata awal atau suku kata akhir. Atau, anak tersebut menunjukkan seperti „ tidak nyambung „ saat dilakukan diskusi interaktif.
Selain hal-hal tersebut diatas, anak yang terbiasa berbahasa menggunakan dialek tertentu, dapat mengalami kesulitan bicara dan bahasa menggunakan dialek lain atau bahasa yang lain tentunya.
Apa bedanya gangguan bicara dengan gangguan berbahasa ?
Gangguan bicara berhubungan dengan kesulitan menghasilkan bunyi yang spesifik untuk bicara atau dengan gangguan dalam kualitas suara. Ada yang disebut dysfluency atau stuttering atau gagap, yaitu terjadi gangguan pada kelancaran berbicara, dan biasanya muncul di usia 3 atau 4 tahun. Gagap dapat hilang sendiri di usia remaja, namun tidak selalu demikian sehingga terapi wicara harus selalu dipertimbangkan.
Gangguan bicara dapat juga berupa gangguan dalam artikulasi, hal ini disebut gangguan fonologi. Gangguan artikulasi adalah penggantian satu suara dengan suara lain, atau penghilangan satu suara, atau suara menjadi berubah sama sekali. Contoh gangguan artikulasi: „mobil“ jadi „obin“ atau „mobi“ atau „obil“.
Selain itu juga dapat berupa gangguan dalam „pitch“, volume ataupun kualitas suara. Gangguan suara tipikal misalnya suara kasar, suara terputus-putus atau terengah-engah, suara yang terpecah jika dalam intonasi atau pitch yang tinggi. Gangguan suara seperti ini biasanya terjadi bersamaan dengan gangguan berbahasa lain sehingga disebut gangguan komunikasi kompleks. Bahkan gangguan yang terjadi dapat merupakan gabungan dari beberapa gangguan yang telah disebutkan di atas.
Sedangkan gangguan berbahasa ditandai dengan ketidak mampuan anak untuk berdialog interaktif, memahami pembicaraan orang lain, mengerti dan atau menggunakan kata-kata dalam konteks yang „nyambung“ baik verbal maupun non verbal,menyelesaikan masalah, membaca dan mengerti apa yang dibaca, serta mengekspresikan pikirannya melalui kemampuan berbicara atau menyampaikannya lewat bahasa tulisan Beberapa karakteristik dari gangguan berbahasa meliputi penggunaan kata yang tidak tepat, ketidak mampuan untuk menyampaikan pendapat, ketidaktepatan dalam penggunaan pola gramatikal, kosa kata yang minimal jumlahnya, dan ketidak mampuan untuk mengikuti instruksi. Mereka juga mengalami kesulitan dalam mengatur syntax. Syntax adalah aturan bagaimana susunan kata ditempatkan dalam suatu kalimat.
Contoh gangguan syntax: “aku mau makan mi goreng” menjadi “aku mi goreng mau makan”.
Dampak negatif
Gangguan berbicara dan berbahasa dapat mempengaruhi anak dalam berkomunikasi dengan orang lain, dalam proses memahami atau menganalisa informasi. Ketrampilan berkomunikasi merupakan ketrampilan sangat penting yang dibutuhkan dalam perkembangan anak, khususnya mempengaruhi perkembangan belajar dan perkembangan kognisinya. Membaca, menulis, bahasa tubuh, mendengarkan dan berbicara, semuanya merupakan bentuk berbahasa, sebuah simbol / kode yang digunakan untuk mengkomunikasikan pendapat dan pikiran.
Bagaimana implikasi gangguan komunikasi dalam proses pendidikan anak ?
Proses pembelajaran didapat melalui proses komunikasi. Kemampuan untuk berpartisipasi dalam komuniksi aktif dan interaktif dengan sebaya dan orang dewasa di lingkungan sekolah merupakan hal utama yang dibutuhkan seorang anak dalam mendulang sukses di sekolah.
Gangguan mendengar, bicara, membaca dan menulis akhirnya menimbulkan gangguan berkomunikasi. Pada anak usia sekolah terjadi penambahan kosa kata yang luar biasa banyaknya disertai kemampuan abstraksi yang semakin matang. Membaca dan menulis mulai diajarkan, dan dengan bertambahnya usia, pemahaman dan penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi menjadi semakin kompleks. Ketrampilan berkomunikasi sangat kritis dibutuhkan dalam belajar
Anak dengan gangguan komunikasi seringkali menunjukkan prestasi akademis yang kurang baik karena mereka perlu berjuang untuk membaca, mengalami kesulitan memahami dan mengekspresikan pikirannya, tidak dapat menginterpretasikan simbol-simbol sosial, akhirnya anak menolak pergi ke sekolah, bahkan tidak jarang sampai tidak mau mengikuti tes yang diwajibkan.
Karena seluruh gangguan komunikasi memiliki potensi untuk mengakibatkan anak terisolir dari lingkungan sosial dan pendidikannya, maka sangat penting untuk melakukan intervensi dini.. Karena organ otak berkembang pesat di usia dini kehidupan, seorang anak akan lebih mudah mempelajari ketrampilan berkomunikasi pada periode usia sebelum 5 tahun. Jika anak memiliki gangguan otot, gangguan pendengaran, atau keterlambatan dalam perkembangan, biasanya kemampuan berbahasa, berbicara dan kemampuan di bidang lain yang berhubungan juga akan terpengaruhi.
Intervensi apa yang dapat dilakukan?
Dalam usaha meningkatkan kemampuan anak, dibutuhkan tim yang solid yang terdiri dari guru, speech language pathologist, audiologist, dan orang tua tentunya. Namun sebelumnya dokter anak akan mengidentifikasi gangguan komunikasi apa yang dialami anak tersebut, salah satunya dengan mencek fungsi pendengaran anak bekerja sama dengan dokter Ahli Telinga Hidung Tenggorokan.
Speech-language pathologist akan membantu anak dengan gangguan komunikasi dengan cara memberikan terapi yang sesuai dengan kebutuhan spesifik anak tersebut. Dia juga akan mengkonsultasikan kondisi anak dengan guru disekolah sehingga diharapkan pihak sekolah dapat mengakomodasi situasi belajar yang paling maksimal yang dapat mendukung kemampuan komunikasi anak; juga bekerja sama dengan pihak sekolah untuk mendiskusikan teknik-teknik terapi yang paling efektif dan paling cocok diterapkan untuk masalah spesifik anak tersebut. Penggunaan alat bantu dengar sangat bermakna bagi anak dengan gangguan dengar sedang sampai berat. Anak yang tuli membutuhkan stimulasi dini yang konsisten dan juga alat bantu komunikasi lain seperti „sign language“, „finger spelling“, bahasa isarat dan juga tentunya alat bantu dengar tersebut.
Teknologi yang canggih juga banyak membantu anak anak yang mengalami gangguan bicara/bahasa akibat keterbatasan fisik. Penggunaan media komunikasi elektronik dapat membantu individu berkomunikasi tanpa bicara langsung sehingga mereka tetap dapat mengkomunikasikan isi pikirannya.
Yang termasuk gangguan komunikasi adalah berbagai masalah dalam berbahasa, berbicara dan mendengar. Gangguan bicara dan bahasa terdiri dari masalah artikulasi, masalah suara, masalah kelancaran berbicara (gagap), aphasia (kesulitan dalam menggunakan kata-kata, biasanya akibat cedera otak), dan keterlambatan dalam bicara dan atau bahasa. Keterlambatan bicara dan bahasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk faktor lingkungan atau hilangnya pendengaran.
Gangguan bicara dan bahasa juga berhubungan erat dengan area lain yang mendukungnya seperti fungsi otot mulut (oral motor) dan fungsi pendengaran. Keterlambatan dan gangguan bisa mulai dari bentuk yang sederhana seperti bunyi suara yang “tidak normal” (sengau, serak) , sampai dengan ketidak mampuan untuk mengerti atau menggunakan bahasa, atau ketidak mampuan mekanisme oral-motor dalam fungsinya untuk bicara atau makan.
Gangguan pendengaran terdiri dari gangguan dengar parsial (sebagian) dan gangguan dengar total atau tuli. Ketulian didefinisikan sebagai kehilangan pendengaran yang bermakna yang mengakibatkan komunikasi menjadi sulit atau tidak dapat dilakukan tanpa bantuan amplifikasi alat Bantu dengar. Terdapat 4 tipe gangguan pendengaran. Tipe pertama adalah gangguan dengar konduktif, yaitu terganggunya pendengaran akibat adanya penyakit atau sumbatan di telinga bagian luar atau tengah, dan biasanya dapat diatasi dengan alat Bantu dengar. Tipe kedua adalah gangguan dengan sensorineural yaitu terganggunya pendengaran akibat kerusakan pada sel sel rambut sensoris yang terdapat pada telinga dalam atau pada pembuluh saraf yang mempersarafinya. Tipe ketiga adalah gangguan pendengaran gabungan antara gangguan pendengaran konduktif dan sensorineural. Sedangkan gangguan pendengaran sentral dimaksudkan pada gangguan pendengaran akibat dari cedera atau rusaknya saraf-saraf otak.
Banyak gangguan komunikasi terjadi sebagai akibat dari kondisi lain seperti gangguan belajar (learning disability), palsi serebral (cerebral palsy), keterbelakangan mental (mental retardation), celah bibir, atau celah langit-langit mulut.
Berapa banyak anak yang mengalami gangguan komunikasi?
Di Amerika Serikat, perkiraan keseluruhan terjadinya gangguan komunikasi adalah sekitar 5% anak usia sekolah, yang meliputi gangguan suara sebanyak 3% dan gagap 1%. Insidens anak usia sekolah dasar yang mengalami gangguan artikulasi adalah sekitar 2-3% walaupun persentasinya menurun dengan bertambah maturnya usia anak. Perkiraan terjadinya gangguan pendengaran juga bervariasi, namun berkisar 5% dari usia anak sekolah. Penelitian hal serupa di Indonesia belum ada.
Karakteristik
Kemampuan komunikasi seorang anak dianggap terlambat jika kemampuan bicara dan atau bahasa anak tersebut jauh di bawah kemampuan bicara / bahasa anak seusianya. Kadang seorang anak memiliki kemampuan berbahasa reseptif (mampu memahami apa yang disampaikan lawan bicara) yang jauh lebih baik dibanding kemampuan berbahasa ekspresifnya, namun kondisi ini tidak selamanya terjadi.
Anak dengan masalah pendengaran bisa terlihat sulit memahami dan memberi jawaban jika pertanyaan yang diajukan padanya tidak dilakukan berkali-kali. Selain itu anak juga menunjukkan kemampuan bicara yang tidak akurat, misalnya „kehilangan“ suku kata awal atau suku kata akhir. Atau, anak tersebut menunjukkan seperti „ tidak nyambung „ saat dilakukan diskusi interaktif.
Selain hal-hal tersebut diatas, anak yang terbiasa berbahasa menggunakan dialek tertentu, dapat mengalami kesulitan bicara dan bahasa menggunakan dialek lain atau bahasa yang lain tentunya.
Apa bedanya gangguan bicara dengan gangguan berbahasa ?
Gangguan bicara berhubungan dengan kesulitan menghasilkan bunyi yang spesifik untuk bicara atau dengan gangguan dalam kualitas suara. Ada yang disebut dysfluency atau stuttering atau gagap, yaitu terjadi gangguan pada kelancaran berbicara, dan biasanya muncul di usia 3 atau 4 tahun. Gagap dapat hilang sendiri di usia remaja, namun tidak selalu demikian sehingga terapi wicara harus selalu dipertimbangkan.
Gangguan bicara dapat juga berupa gangguan dalam artikulasi, hal ini disebut gangguan fonologi. Gangguan artikulasi adalah penggantian satu suara dengan suara lain, atau penghilangan satu suara, atau suara menjadi berubah sama sekali. Contoh gangguan artikulasi: „mobil“ jadi „obin“ atau „mobi“ atau „obil“.
Selain itu juga dapat berupa gangguan dalam „pitch“, volume ataupun kualitas suara. Gangguan suara tipikal misalnya suara kasar, suara terputus-putus atau terengah-engah, suara yang terpecah jika dalam intonasi atau pitch yang tinggi. Gangguan suara seperti ini biasanya terjadi bersamaan dengan gangguan berbahasa lain sehingga disebut gangguan komunikasi kompleks. Bahkan gangguan yang terjadi dapat merupakan gabungan dari beberapa gangguan yang telah disebutkan di atas.
Sedangkan gangguan berbahasa ditandai dengan ketidak mampuan anak untuk berdialog interaktif, memahami pembicaraan orang lain, mengerti dan atau menggunakan kata-kata dalam konteks yang „nyambung“ baik verbal maupun non verbal,menyelesaikan masalah, membaca dan mengerti apa yang dibaca, serta mengekspresikan pikirannya melalui kemampuan berbicara atau menyampaikannya lewat bahasa tulisan Beberapa karakteristik dari gangguan berbahasa meliputi penggunaan kata yang tidak tepat, ketidak mampuan untuk menyampaikan pendapat, ketidaktepatan dalam penggunaan pola gramatikal, kosa kata yang minimal jumlahnya, dan ketidak mampuan untuk mengikuti instruksi. Mereka juga mengalami kesulitan dalam mengatur syntax. Syntax adalah aturan bagaimana susunan kata ditempatkan dalam suatu kalimat.
Contoh gangguan syntax: “aku mau makan mi goreng” menjadi “aku mi goreng mau makan”.
Dampak negatif
Gangguan berbicara dan berbahasa dapat mempengaruhi anak dalam berkomunikasi dengan orang lain, dalam proses memahami atau menganalisa informasi. Ketrampilan berkomunikasi merupakan ketrampilan sangat penting yang dibutuhkan dalam perkembangan anak, khususnya mempengaruhi perkembangan belajar dan perkembangan kognisinya. Membaca, menulis, bahasa tubuh, mendengarkan dan berbicara, semuanya merupakan bentuk berbahasa, sebuah simbol / kode yang digunakan untuk mengkomunikasikan pendapat dan pikiran.
Bagaimana implikasi gangguan komunikasi dalam proses pendidikan anak ?
Proses pembelajaran didapat melalui proses komunikasi. Kemampuan untuk berpartisipasi dalam komuniksi aktif dan interaktif dengan sebaya dan orang dewasa di lingkungan sekolah merupakan hal utama yang dibutuhkan seorang anak dalam mendulang sukses di sekolah.
Gangguan mendengar, bicara, membaca dan menulis akhirnya menimbulkan gangguan berkomunikasi. Pada anak usia sekolah terjadi penambahan kosa kata yang luar biasa banyaknya disertai kemampuan abstraksi yang semakin matang. Membaca dan menulis mulai diajarkan, dan dengan bertambahnya usia, pemahaman dan penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi menjadi semakin kompleks. Ketrampilan berkomunikasi sangat kritis dibutuhkan dalam belajar
Anak dengan gangguan komunikasi seringkali menunjukkan prestasi akademis yang kurang baik karena mereka perlu berjuang untuk membaca, mengalami kesulitan memahami dan mengekspresikan pikirannya, tidak dapat menginterpretasikan simbol-simbol sosial, akhirnya anak menolak pergi ke sekolah, bahkan tidak jarang sampai tidak mau mengikuti tes yang diwajibkan.
Karena seluruh gangguan komunikasi memiliki potensi untuk mengakibatkan anak terisolir dari lingkungan sosial dan pendidikannya, maka sangat penting untuk melakukan intervensi dini.. Karena organ otak berkembang pesat di usia dini kehidupan, seorang anak akan lebih mudah mempelajari ketrampilan berkomunikasi pada periode usia sebelum 5 tahun. Jika anak memiliki gangguan otot, gangguan pendengaran, atau keterlambatan dalam perkembangan, biasanya kemampuan berbahasa, berbicara dan kemampuan di bidang lain yang berhubungan juga akan terpengaruhi.
Intervensi apa yang dapat dilakukan?
Dalam usaha meningkatkan kemampuan anak, dibutuhkan tim yang solid yang terdiri dari guru, speech language pathologist, audiologist, dan orang tua tentunya. Namun sebelumnya dokter anak akan mengidentifikasi gangguan komunikasi apa yang dialami anak tersebut, salah satunya dengan mencek fungsi pendengaran anak bekerja sama dengan dokter Ahli Telinga Hidung Tenggorokan.
Speech-language pathologist akan membantu anak dengan gangguan komunikasi dengan cara memberikan terapi yang sesuai dengan kebutuhan spesifik anak tersebut. Dia juga akan mengkonsultasikan kondisi anak dengan guru disekolah sehingga diharapkan pihak sekolah dapat mengakomodasi situasi belajar yang paling maksimal yang dapat mendukung kemampuan komunikasi anak; juga bekerja sama dengan pihak sekolah untuk mendiskusikan teknik-teknik terapi yang paling efektif dan paling cocok diterapkan untuk masalah spesifik anak tersebut. Penggunaan alat bantu dengar sangat bermakna bagi anak dengan gangguan dengar sedang sampai berat. Anak yang tuli membutuhkan stimulasi dini yang konsisten dan juga alat bantu komunikasi lain seperti „sign language“, „finger spelling“, bahasa isarat dan juga tentunya alat bantu dengar tersebut.
Teknologi yang canggih juga banyak membantu anak anak yang mengalami gangguan bicara/bahasa akibat keterbatasan fisik. Penggunaan media komunikasi elektronik dapat membantu individu berkomunikasi tanpa bicara langsung sehingga mereka tetap dapat mengkomunikasikan isi pikirannya.
gangguan bicara dan bahasa
GANGGUAN BICARA DAN BAHASA
Gangguan bicara dan bahasa adalah kelompok gangguan yang meliputi gangguan bicara dan bahasa yang menunjukkan kesulitan dalam memproduksi bunyi bicara atau masalah dalam kualitas suara.
Gangguan bahasa menunjukkan adanya ketidakmampuan untuk memahami dan atau menggunakan kata dalam konteks,secara verbal,non verbal atau keduanya.gangguan ini derajatnya bervaiasi dari tipe subtitusi sampai ketidak mampuan memahami atau menggunakan bahasa.
Penyebab gangguan bicara dan bahasa ada yang tidak diketahui dan ada yang jelas-jelas diketahui penyebabnya meliputi :
Gangguan pendengaran
Gangguan neurologis
Brain injuri seperti trauma atau stroke
Mental retardation
Kecanduan obat
Gangguan phisik seperti cleft palate
Vocal abuse or misuse (kesalahan pengucapan)
Autism
Beberapa tipe-tipe gangguan bicara
Apraxia , kesulitan merangkai bicara secara runtut dan kesulitan melakukan alat artikulasi untuk bicara.
Nonverbal Learning Disorder, kondisi neorologis ini diakibatkan dari damage pada otak hemisphere bagian kanan.
Ada 3 tiga kategori dari gangguan ini : motor, visual-spatial-pengorganisasian, sosial.
Kategori sosial bersinggungan dengan gangguan bicara dan bahasa seperti kesulitan memahami komunikasi non-verbal.
Hyperlexia, Kondisi ini termasuk kemampuan membaca jauh diatas level rata-rata untuk usia sebayanya, kesulitan memahami dan menggunakan bahasa verbal, dan kesulitan dalam melakukan interaksi timbal balik.
Auditory Processing Disorder, gangguan ini yang berpengaruh terhadap bagaimana bunyi diproses dan interpretasikan.
Stuttering, gangguan ini yang menyebabkan seseorang untuk mengulang-ulang suku kata ketika mau mengucapkan kata.
Ini biasanya dibarengi dengan mata berputar-putar, mengejapkan mata, dan hentakan kepala. Stuttering , dipengaruhi oleh factor psikologis akan tetapi bukan gangguan emosi atau nervous.
Speech and Language Delay, anak yang memiliki keterlambatan bicara dan bahasa terlambat perkembangan bicara dan bahasanya disbanding perkembangan anak pada umumnya. Hal ini dapat berkaitan dengan perkembangan kognitif , tapi tidak semua kasus seperti ini.
Perceptive-Expressive Language Disorder, perkembangan bicara dan bahasanya mengalami gangguan.
Pervasive Developmental Disorders, gangguan ini lebih dikenal seperti autism , Rett’s disorders, childhood disintegrative disorder, asperger’syndrom gejalanya dengan gangguan bicara dan bahasa.
Pragmatic Language Disorder, kesulitan menggunakan bahasa untuk digunakan komunikasi efektif dengan orang lain.
Phonological Disorder, kesulitan menggunakan bunyi bicara yang sesuai dengan bunyi yang ingin diucapkan sesuai dengan usianya dan dialek.
Gangguan bicara dan bahasa adalah kelompok gangguan yang meliputi gangguan bicara dan bahasa yang menunjukkan kesulitan dalam memproduksi bunyi bicara atau masalah dalam kualitas suara.
Gangguan bahasa menunjukkan adanya ketidakmampuan untuk memahami dan atau menggunakan kata dalam konteks,secara verbal,non verbal atau keduanya.gangguan ini derajatnya bervaiasi dari tipe subtitusi sampai ketidak mampuan memahami atau menggunakan bahasa.
Penyebab gangguan bicara dan bahasa ada yang tidak diketahui dan ada yang jelas-jelas diketahui penyebabnya meliputi :
Gangguan pendengaran
Gangguan neurologis
Brain injuri seperti trauma atau stroke
Mental retardation
Kecanduan obat
Gangguan phisik seperti cleft palate
Vocal abuse or misuse (kesalahan pengucapan)
Autism
Beberapa tipe-tipe gangguan bicara
Apraxia , kesulitan merangkai bicara secara runtut dan kesulitan melakukan alat artikulasi untuk bicara.
Nonverbal Learning Disorder, kondisi neorologis ini diakibatkan dari damage pada otak hemisphere bagian kanan.
Ada 3 tiga kategori dari gangguan ini : motor, visual-spatial-pengorganisasian, sosial.
Kategori sosial bersinggungan dengan gangguan bicara dan bahasa seperti kesulitan memahami komunikasi non-verbal.
Hyperlexia, Kondisi ini termasuk kemampuan membaca jauh diatas level rata-rata untuk usia sebayanya, kesulitan memahami dan menggunakan bahasa verbal, dan kesulitan dalam melakukan interaksi timbal balik.
Auditory Processing Disorder, gangguan ini yang berpengaruh terhadap bagaimana bunyi diproses dan interpretasikan.
Stuttering, gangguan ini yang menyebabkan seseorang untuk mengulang-ulang suku kata ketika mau mengucapkan kata.
Ini biasanya dibarengi dengan mata berputar-putar, mengejapkan mata, dan hentakan kepala. Stuttering , dipengaruhi oleh factor psikologis akan tetapi bukan gangguan emosi atau nervous.
Speech and Language Delay, anak yang memiliki keterlambatan bicara dan bahasa terlambat perkembangan bicara dan bahasanya disbanding perkembangan anak pada umumnya. Hal ini dapat berkaitan dengan perkembangan kognitif , tapi tidak semua kasus seperti ini.
Perceptive-Expressive Language Disorder, perkembangan bicara dan bahasanya mengalami gangguan.
Pervasive Developmental Disorders, gangguan ini lebih dikenal seperti autism , Rett’s disorders, childhood disintegrative disorder, asperger’syndrom gejalanya dengan gangguan bicara dan bahasa.
Pragmatic Language Disorder, kesulitan menggunakan bahasa untuk digunakan komunikasi efektif dengan orang lain.
Phonological Disorder, kesulitan menggunakan bunyi bicara yang sesuai dengan bunyi yang ingin diucapkan sesuai dengan usianya dan dialek.
Langganan:
Postingan (Atom)