Jumat, 18 Maret 2016
BAHASA ISYARAT DALAM KOMUNIKASI ANAK TUNARUNGU
A. Penggunaan Bahasa Isyarat
Menurut Chaiorul Anam (1989) mengemukakan bahwa:
Bahasa isyarat adalah bahasa yang dilakukandenganmenggunakangerakan-gerakanbadandanmimikmuka sebagai simboldarimakna bahasalisan.Kaumtunarunguadalahkelompokutamayang menggunakan bahasaini, biasanyadenganmengkombinasikan bentuk tangan,orientasi dangeraktangan,lengantubuh,serta ekspresi wajahuntukmenggungkapkanpikiran mereka.Daripenjelasan tersebutdapatdisimpulkanbahwabahasaisyaratadalah bahasayang dipergunakandenganmenggunakangerakan-gerakanbadandanmimik muka khusunyapadatunarunggu. (hlm. 7)
Pengertian tunarungu sendiri menurut Padden & Humphries (1988) yang menyatakan bahwa “ketulian bukan hanya karena kondisi kerusakan pada pendengarannya, tetapi suatu kondisi yang sosiokultural;yaitu sebagai suatu identitas. Identitas bagi mereka sebagai orang tuli yang kaya dengan nilai, bahasa, gaya hidup merupakan kultur yang mereka banggakan”.
Dari penjelasan tersebut, maka bahasa isyarat adalah bahasa non verbal yang biasa digunakan kaum tunarungu untuk berkomunikasi. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Grosjean (1980) sebagai bapak bilingual, beliau mengatakan bahwa, “individu atau anak yang terlahir tuli, adalah seorang bilingual artinya bahasa ibu nya adalah bahasa isyarat, dan bahasa keduanya adalah bahasa dimana ia tinggal”. Sehingga tunarungu dengan bahasa isyarat adalah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Menurut Bunawan(1997)bahwa proses pemerolehan bahasa dengan isyarat, memiliki banyak kesamaan dengan bahasa lisan. Berdasarkan beberapa penelitian (Mc. Intire, (1974) Schlesinger dan Meadow, (1972), sebagaimana dikutip F. Caccamise & G. Gustason(1979) dalam Bunawan (1997), terdapat indikasi bahwa anak tunarungu mulai berisyarat pada usia9 bulan dan pada usia 10 bulan sudah mulai membuat kombinasi dua isyarat. Jadi dalam aspek ini perkembangan mereka lebih dini dibandingkan anak dengar.
Hal tersebut diperkuat dengan Mykelebust dalam Bunawan (1997) bahwa “landasan filosofis penggunaan bahasa isyarat yaitu karena tunarungu tak mungkin memperoleh lambang bahasa lewat pendengaran maka perlu digunakan lambang visual atau taktil kinestetik”.Komponen bahasa isyarat yaitu ada 5 komponen yang merupakan fonologi bahasa isyarat, yaitu Handshape, Orientation, Location, Movement, dan Expression.
Menurut Sadjaah (2005) “ketunarunguan memunculkan dampak inti bagi perkembangan bahasa. Hambatan perkembangan bahasa sendiri memunculkan dampak yang komplek seperti dalam hal pendidikan, sosial-emosi, intelegensi dan aspek kepribadian”.
Dampak ketunarunguan ini berakibat pada perkembangan kognitif, yaitu pada pencapaian akademiknya atau prestasi belajarnya. Menurut Vaccari dan Marschark(1997, hlm. 60) bahwa ketika anak tidak mendapatkan contoh, mereka akan menjadi krisis kepercayaan diri dan lebih banyak kecenderungan untuk ketidakpantasan dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran dan perkembangan kognitifnya, penting bahwa anak mendapatkan contoh yang sesuai dengan dirinya, agar ia mampu memposisikan diri bagaimana seharusnya bersikap di masyarakat umum.
Kemahiran berbahasa, dan perkembangan kognitif adalah dibentuk dari pengalaman yang memperlihatkan anak hubungan antara konsep dan label mereka. Mereka dapat membangun sistem konsep sederhana sebuah bagian karena bahasa dan perilaku dari orang tunarungu dewasa, atau yang lebih tua telah memisahkan dunia dalam berbagai cara, yang membuat pengertian kognitif, sosial, dan kebudayaan (Marc Marschark dkk 2002, hlm. 84).
Komunikasi dengan orangtua secara efektif menjadi jalan yang penting untuk capaian akademik anak di sekolah. Senada dengan hal tersebut, menurut Desselle 1994, Gregory 1995 dalam Marc Marschark dkk (2002, hlm. 82) bahwa“tunarungu remaja yang memperlihatkan komunikasi yang lebih baik dengan orangtuanya, sebagai contoh, juga memiliki kecenderungan untuk lebih percaya diri dan capaian akademik yang lebih baik”.
Perkembangan emosi anak tunarungu menjadi terhambat ketika komunikasi tidak berjalan dengan baik. Penelitian diadakan selama tahun 1960an dan 1970an berkonsentrasi pada kesehatan mental dari individu dengan ketunarunguan melaporkan bahwa tunarungu dewasa, pada rata-rata, lebih emosional dan perilaku yang labil dibandingkan dengan orang mendengar yang dewasa (Marc Marschark dkk 2002, hlm. 60). Keluarga menjadi bagian penting dalam perkembangan emosi anak tunarungu. Senada dengan hal tersebut, menurut Kluwin dan Gaustad, 1994 dalam Marc Marschark dkk (2002, hlm. 82) bahwa “keluarga yang menggunakan bahasa isyarat dengan anak tunarungu mereka, juga pada umumnya memiliki ikatan emosi yang lebih baik.”
Sosial pribadi anak tunarungu sangat tergantung dari bagaimana ia berkomunikasi secara efektif dengan lingkungannya. “Komunikasi yang efektif adalah sebuah komposisi yang penting dari keberfungsian kesehatan psikologinya” (Marc Marschark dkk 2002, hlm. 60). Anak tunarungu yang belajar bahasa isyarat pada usia muda cenderung lebih baik di sekolah dan memiliki hubungan sosial yang baik (Marc Marschark dkk 2002. hlm. 60).
Menurut Greenberg dan Marvin, 1979 dalam Marc Marschark dkk (2002, hlm. 81) menyatakan“kita telah melihat bahwa kehilangan pendengaran bisa menjadikan perbedaan pada interaksi sosialnya. Ketika orangtua dan anaknya yang tunarungu memiliki komunikasi yang baik, tanpa memperhatikan apakah mereka mendengar atau tunarungu dan yang memiliki kebebasan dalam berkomunikasi, mereka lebih kuat dan hubungan yang lebih kokoh jika dibandingkan dengan orang tua dan anak dengan komunikasi yang buruk.”
Jika anak tunarungu mendapatkan dukungan dari lingkungannya mengenai apa yang mereka perlukan, mereka akan diapresiasi dengan hak mereka, dan mereka memerlukan pengalaman pendidikan yang berbeda untuk meraih manfaat yang sama (Marc Marschark dkk 2002, hlm. 84). Menurut Gregory, (1996) dalam Marc Marschark dkk (2002, hlm. 83) bahwa “siswa dengan interaksi sosial yang positif di sekolah memiliki kecenderungan untuk memiliki capaian akademik yang tinggi, kesehetan mental yang baik, dan lebih seperti mendapat kesuksesan dalam karirnya.”
Perkembangan bahasa anak tunarungu menjadi bagian penting dan menjadi kunci awal terbukan perkembangan yang lain. Menurut Marc Marschark dkk (2002, hlm. 91) bahwa “orangtua yang lebih menerima ketunarungan anaknya dan lebih aktif untuk melatih anaknya merupakan orangtua yang fleksibel dan kegigihan dalam mencari cara untuk berkomunikasi secara efektif”. Selanjutnya menurut Drasgrow, 1998;Hart, dan Risley 1995 dalam Marc Marschark dkk (2002, hlm. 91) bahwa “kualitas komunikasi antara orangtua dengan anak kemungkinan menjadi salah satu prediksi terbaik dari perkembangan bahasa, dan ini merupakan kejelasan faktor utama pada kesuksesan akademik”.
Hampir setiap negara memiliki bahasa isyarat nya masing-masing. Beberapa negara, seperti Kanada, dan Afrika Selatan, memiliki lebih dari satu, menyesuaikan bahasa lisan (Marc Marschark dkk 2002, hlm. 75-76).Seperti bahasa lisan, bahasa isyarat pun bermacam-macam. Bahasa isyarat memiliki penekanan, logat, dan kosakata istimewa (Marc Marschark dkk 2002, hlm. 76).
Isyarat terdiri dari beberapa karakter definisi yang jelas: bentuk tangan, tempat artikulasi, pergerakan, dan apakah satu atau dua tangan yang digunakan.(Marc Marschark dkk 2002, hlm. 76).
Dalambahasa isyarat ada pengelompok kan
tertentu.Menurut Permanarian Somad(1996, hlm. 148)
bahasa
isyarat
secara
garis
besar
dapat
dikelompokkan
menjadi tigayaitu :
1. UngkapanBadaniah
Ungkapan badaniahmeliputi keseluruhanekspresi badan seperti sikapbadan tentangekspresimuka(mimik),pantomim,dan gestiyang dilakukanorang secara wajar dan alami.Ungkapan badaniah ini tidak dapat digolongkan menjadi suatu bahasadalamartiyangsesungguhnyawalaupun lambang atau isyaratnyadapat berfungsisebagaimediakomunikasisebagaipenunjang dalampengekspresian berkomunikasi.Contohnya: polisilalu lintasdalam menguruskelancaran jalan, seringkali menggunakan tangannyakekiri dan kekanan sebagai lambanguntuk berjalan dan berhentinyapenggunajalan.
2. BahasaIsyarat lokal
a. Bahasaisyarat alamiah
Pengertian bahasa isyaratlocalmenurutHaenudin(2013, hlm. 139)adalah isyarat yang berkembang secara alamiah di antara tunarungu. Pengenalan dan penggunaannya terbatasartinya hanya dikenaldandigunakandalamsuatulingkungan keluargaataupun luar sekolah. Penggunaanbahasa isyaratinidigunakantunarungu untuk berkomunikasi diluarkelas dan lingkunganmasyarakat.
PenggunaanisyaratsemacaminimenurutpenelitianVanUdendalamHaenudin (2013, hlm. 149) dapat dibedakan menjadi tigatingkatan :
1) Isyarat hanya digunakan sebagai penunjang dalam membaca ujaran atau bicara.Membaca ujaranataubicara memegangperananutama. Sehingga penggunaanujarandanbicarasaling menunjangdalamkomunikasi.Namun pemakaian dalamtingkatan hanya hanyabisa digunakanterhadaptunarungu yangmemiliki tingkat pendengaranrendah.
2) Isyaratinidigunakansebagaikata–katakarenaucapananakkurangbaik. Namun bicara dan ujaran masih memegang peranan yang paling penting dalam berkomunikasi.
3) Isyarat lebih berperan dalam berkomunikasi. Dalam penggunaan tingkatan ini digunakanolehtunarungusedang dan berat.Dalampenggunaaninitunarungu lebihmerasaterwakilikomunikasiny lewatisyaratkarenakurangpemahaman bahasayangdimilikinya.
b. BahasaIsyarat Konseptual
Pengertianbahasaisyaratkonseptualmenurut Haenudin(2013, hlm. 140)adalah bahasaisyaratresmiyang digunakansebagaibahasapengantardisekolahtertentu denganmenggunakanmetode manualatau isyarat.Ciriutamanya adalahmemiliki struktur bahasa yang berbeda dengan bahasa lisan yang digunakan masyarakat. ContohdiIndonesiaadalahbahasaisyaratyang digunakandi SLBBZinnia Jakarta, yangdiberi nama bahasaisyaratIndonesia(BASINDO).
3. BahasaIsyarat Formal
Menurut PermanarianSomad (1996, hlm. 150)Bahasa isyaratformalyaitubahasa nasionaldalamisyaratyang biasanyamenggunakankosakataisyaratdandengan struktur bahasayangsamapersis dengan bahasalisan.
Indonesiamemilikibahasaisyaratformalyang telahdibukukandalam bentuk kamusyangdisebut KamusSistemIsyarat BahasaIndonesia(SIBI).
B. Perkembangan Bahasa Isyarat di Indonesia
Dalamperkembanganbahasa isyaratdiIndonesia dibagimenjadiduayaitu BISINDO (Bahasa isyaratIndonesia) danSIBI (SistemIsyaratBahasa Indonesia). SIBI adalahsistembahasaisyaratyang disesuaikandenganstrukturbahasaIndonesiayang mendapat imbuhan, akhiran, dan awalan. Sedangkan BISINDOadalah bahasaisyaratyang berpedomanpadaekspresi,gerakantangan, posisi tubuh, kontak mata yang dikembangkan oleh tunarungu.
1. SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia)
PengertianmenurutHakim,Lukman,Samino,dkk(2008, hlm. iv):definisiSistem isyaratbahasaIndonesiaadalah:”sistemisyaratbahasayang dibakukanmerupakan salahsatumediayang membantukomunikasisesamatunarunguataupunkomunikasi penyandangtunarungu di dalam masyarakatyanglebih luas”.
Dalam SistemBahasaIsyaratIndonesia (SIBI)menyesuaikanstrukturbahasa Indonesiayaitudenganadanyaisyaratawalan,isyaratakhiran,bentukan,kata ulang, katagabung.PengembangankamussistemisyaratIndonesiadenganmenggunakan dan mengembanganSIBI (SistemIsyaratIndonesia) sebagai bahasapengantar.
Wujudnyaadalahtatananyang sistematikbagiseperangkatjari,tangandan berbagaigerakuntukmelambangkankosa katabahasaIndonesia. Didalamupaya pembakuantersebut,dipertimbangkan beberapatolokukuryang mencakupsegi kemudahan, keindahan, dan ketepatan pengungkapan makna atau struktur kata. Secaraterperinci tolok ukur itu sebagai berikut:
a. Sistem isyarat harus secara akurat dan konsisten mewakili sintaksis bahasa Indonesia yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Tujuan utama sistem isyarat yaitu suatu sistem yang mengalihkan bahasa masyarakat umum ke dalam isyarat.
b. Sistem isyarat yang disusun harus mewakili satu kata dasar atau imbuhan, tanpa menutup kemungkinan adanya beberapa perkecualian bagi dikembangkannya isyarat yang mewakili satu makna. Misalnya untuk kata gabung yang sudah demikian padu maknanya sehingga tidak diwakili oleh dua isyarat. Kata-kata yang mempunyai arti ganda memerlukan pertimbangan berdasarkan tiga prinsip yaitu ada/tidak persamaan arti, ejaan dan ucapan, serta tema yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Bila dua dari ketiga prinsip tersebut sama dan hanya satu tema untuk kata tersebut dalam KBBI, isyarat yang sama harus digunakan. Jika prinsip ini tidak diikuti maka jumlah isyarat dalam sistem ini terlalu besar sehingga akan membingungkan tunarungu, khususnya ketika membaca dan menulis.
c. Sistem isyarat disusun harus mencerminkan situasi sosial,budaya, dan ekologi bahasa Indonesia. Pemilihan isyarat perlu menghindari adanya kemungkinan konotasi yang kurang etis di dalam komponen isyarat di daerah tertentu di Indonesia.
d. Sistem isyarat harus disesuaikan dengan perkembangan kemampuan dan kejiwaan siswa.
e. Sistem isyarat harus memperhatikan isyarat yang sudah ada dan banyak dipergunakan oleh kamum tunarungu Indonesia dan harus dikembangkan melalui konsultasi dengan wakil-wakil dari masyarakat.
f. Sistem isyarat harus mudah dipelajari dan digunakan oleh siswa, guru, orang tua murid, dan masyarakat.
g. Isyarat yang dirancang harus memiliki kelayakan dalam wujud dan maknanya. Artinya wujud isyarat harus secara visual memiliki unsur pembeda makna yang jelas, tetapi sederhana, indah dan menarik gerakannya. Makna isyarat harus menunjukkan sifat yang luwes (memiliki kemungkinan untuk dikembangkan), jelas dan mantap (tidak berubah-ubah artinya).
h. Isyarat yang dirancang harus dapat dipakai pada jarak sedekat mungkin dengan mulut pengisyarat dan dengan kecepatan yang mendekati tempo berbicara yang wajar dalam upaya merealisasikan tujuan konsep komunikasi total yaitu keserempakan dalam berisyarat dan berbicara sewaktu berkomunikasi.
i. Sistem isyarat harus dituangkan dalam kamus Sistem Isyarat Bahasa Indonesia yang efisien dengan deskripsi dan gambar yang akurat
SIBImemilikikomponen–komponenyangterdapatdidalamkamusSIBI (2008, hlm. xi)
1) Komponen PembedaMakna
DalamkamusSIBI menurutHakim,Lukman.Samino,dkk(2008, hlm. xi)terdapat duakomponenyang berfungsisebagaipenentuataupembedamakna,sedangkanyang lainberfungsisebagaipenunjang. Semua bersifatvisualsehingga dapatdilihat, komponen – komponen itu adalah sebagai berikut:
a) Komponen penentu makna
(1) Penampil, yaitu tangan atau bagian tangan yang digunakan untuk membetuk isyarat, antara lain :
(a) Tangan kanan, tangan kiri,atau keduatangan
(b) Telapaktangandenganjarimembuka,menggenggam,atausebagian jari mencuat
(c) Posisi jari tangan membentuk hurufA, B, C atau huruflainnya
(d) Jari – jari tangan merapat atau renggang
(e) Posisi jari tangan membentuk angka1,2,3 atauangkalain
(2) Posisi,yaitukedudukantanganataukeduatanganterhadappengisyarat padawaktu berisyarat, antaralain :
(a) Tangankananataukiritegak,condongmendatar,mengarahkekanan, kekiri, kedepan,atau menyerong
(b) Telapaktangankananataukiritelentang,telungkupmenghadapke kanan, kekiri, kedepankepengisyarat
(c) Keduatangan berdampingan, belajar, bersilang, atau bersusun
(3) Tempat,yaitubagianbadanyangmenjaditempatawalisyaratdibentuk atau arah akhir isyarat, antaralain :
(a) Kepala dengan semuabagiannya,seperti pelipis, dahi dan dagu
(b) Leher
(c) Dadakanan, kiri dan tengah
(d) Tangan (penampildapatmenyentuh,menempel,memukul,mengusap, ataupun mengelilingi tempat)
(4) Arah,yaitugerak penampilketikaisyarat dibuat, antaralain :
(a) Menjauhi atau mendekatipengisyarat
(b) Kesampingkanan, kiri,atau bolak– balik
(c) Lurus, melengkung
(5) Frekuensi yaitu jumlah gerak yang dilakukan pada waktu isyarat dibentuk.Adaisyaratyang frekuensinyahanyasekali.Adaduakaliatau lebih atau adajugagerakan kecilyangdiulang– ulang
b) Komponen Penunjang
(1) Mimikmuka, memberikanmaknatambahan/tekananterhadappesan isyaratyang disampaikan.Padaumumnyamelambangkankesungguhan atauintensitaspesanyang disampaikan.Misalnyapadawaktu mengisyaratkan rasasenang, sedihatau ceria
(2) Geraktubuhmisalnyabahu.Memberikankesantambahanataupesan.
Misalnya isyarat tidak baku. Ditambah naiknya kedua bahu diartikan benar – benar tidak tahuatau tidak tahu sedikitpun
(3) Kecepatangerak berfungsisebagaipenambah penekanan makna.Isyarat pergi yang dilakukan dengan cepat, dapat diartikan pergilah dengan segera
(4) Kelenturangerakmenandaiintensitasmaknaisyaratyangdisampaikan.
Isyaratmarahyang dilakukandengankakudapatdiartikansebagaimarah sekali. Dengan demikianisyaratberatyangdilakukan dengan kaku dapat ditafsirkan berat sekali
2) LingkupIsyarat Tangan
Berdasarkan pembentukannya, isyarat dapat dibedakan menjadi tigamacam :
a) IsyaratPokok,yaituisyaratyangmelambangkansebuahkataataukonsep.
Isyarat ini dibentuk dengan berbagai macam penampil, tempat, arah, dan frekuensi sebagaimanatelah diuraikan di atas
b) Isyarat tambahan, yaitu isyarat yang melambangkan awalan, akhiran, dan partikel
(1) Isyarat Awalan
Isyarat ini dibentuk dengan tangan kanan sebagai penampil utama dan tangankirisebagaipenampilpendamping isyaratawalandibentuksebelum isyaratpokok.Seluruhnyaada7buahisyaratyang meliputiisyaratawalan: me-, ber-, di-, ke-, pe-, ter-, dan se-
(2) Isyarat akhiran dan partikel
Isyaratinidibentuk sesudah isyaratpokok dengan tangan kanan sebagai penampil,bertempatdidepan dadadandigerakkanmendatar kekanan. Isyaratiniterdiriatasisyaratakhiran-i,-kan, -an, -man,-wan,-wati,-lah,-kah, dan –pun
(3) Isyarat bentukan
Isyaratbentukanialahisyaratyang dibentukdenganmenggabungkanisyarat pokok dengan isyarat imbuhan dan dengan menggabungkan dua isyarat pokok atau lebih.
(a) Isyaratyangmendapatawalandan/atauakhiran/partikel.Isyaratyang hanyamendapatkanawalanhanya akhiran.Gabunganawalandari akhiran dibentuk sesuai dengan urutan pembentukannya.
(b) Isyarat kataulang
Kataulangyang diiyaratkandenganmengulang isyaratpokok.Apabila frekuensi isyarat pokok lebih dari satu kali, dilakukan jeda sejenak antaraisyaratpokokyang pertamadenganisyaratpokokyang kedua. Kata ulangberubah bunyi diisyaratkan seperti kata ulangbiasa.
Kataulang berimbuhandiisyaratkansesuaidenganurutan pembentukannya. Kataulangyang tergolong kataulang semu, diiyaratkan sebagai isyarat pokok
(c) Kata ulang gabung
Katagabungdiisyaratkandenganmenggabungkanduaisyaratpokok atau lebihsesuai denganurutan pembentukannya.Beberapa kata gabung yangsudah padu benar, adayangdilambangkan dengan satu isyarat.
(d) Abjad jari
Abjad jariadalah isyaratyang dibentuk dengan jari–jaritangan (kanan atau kiri) untuk mengejahurufdan angka.
Bentukisyaratbagihuruf danangka didalamSistemIsyaratBahasa Indonesia (SIBI) serupadenganInternasionalManualAlphabet(dengan perubahan– perubahan.Abjad jari digunakan untuk :
(1) Mengisyaratkan nama diri
(2) Mengisyaratkan singkatan atau akronim, dan
(3) Mengisyaratkan katayangbelumadaisyaratnya
3) Penerapan SistemIsyaratBahasaIndonesia
Berkomunikasidenganmenggunakansistemisyarattidakberbeda dengan berkomunikasimemakaibahasalisan.Aturanyang berlakupadabahasalisanberlaku pula padaSistemIsyarat BahasaIndonesia (SIBI)
a) Urutanisyaratmenentukankeseluruhanmaknapesanyangkitasampaikan.
Anjingmenggigitkucing berbedamaknanyajikakucingmenggigitanjing
b) Jeda atau perhatian sejenak diisyaratkan dengan jeda diantara berbagai isyaratyangdibuat.MisalnyakalimatIbu/Anipergike pasaratauIbuAni/ pergi ke pasar
c) Intonasi dilambangkan dengan mimik muka.Gerakan bagiantubuh lain.
Kelenturandankecepatangerak.Contoh: Pergidenganmimicwajahdan dengan kecepatan biasa akan berbeda maknanya apabila isyarat pergi tersebut dilakukan dengan matamelototdengangerakanyangcepat.
4) Tata maknadalam SistemIsyaratBahasaIndonesia (SIBI)
Makna kata dalamsisteminipada umumnya dimunculkandalamkonteksatau situasi komunikasi.
a) Kata–katayang memilikimaknayang sama/sinonimdiisyaratkandengan tempat. Arah danfrekuensiyangsamatetapi dengan penampilyangberbeda
b) Kata yang sama dengan makna yang berbeda (yang tergolong polisemi) dilambangkan dengan isyaratyangsama
c) Beberapa kata yang memiliki makna yang berlawanan (yang tergolong antonim)yang diisyaratkandenganpenampildantempatyang sama.Tetapi arahgerakannyaberbeda.
2. BISINDO
a. Pengertian BISINDO
BISINDO merupakan akronim dari Bahasa Isyarat Indonesia. Dilihatdari bahasadiIndonesiayang terdiridari berbagai sukubudayadan bahasasehinggamengakibatkanada beragamnyabahasa darimasyarakatIndonesia. BISINDO berawal dari bahasa isyarat alamiah yang berkembang di antara tunarungu.sehingga bahasa isyarat di setiap daerah dengan daerah yang lain memiliki perbedaaan. Jadi BISINDO memiliki kekhasannya masing-masing berdasarkan kesepakatan dari masing-masing daerah di Indonesia.
BISINDOsendiridilaunchingpadatanggal22Februari2014,bertempat diKEMENDIKBUD Jakarta.BersamaandenganlaunchingnyaBISINDO juga diluncurkan buku BISINDOJakarta.
Menurut Dewan Pengurus Daerah Gerakan untuk Kesejahteraan tunarungu Indonesia(DPD GerkatinDKIJakarta(2010, hlm.1)BISINDO adalahsistemkomunikasi yang praktisdan efektifuntukpenyandang tunarunguIndonesia dikembangkanoleh tunarunguIndonesiadigunakansebagaikomunikasiantar orangyangmendengar. BISINDO sendiriberawaldaribahasa awal/bahasa ibutunarungu,dimana penggunaanBISINDO sendirimenyesuaikan denganpemahaman bahasa tunarungu dariberbagailatarbelakangtunarungutanpa memberikanstrukturimbuhanbahasa Indonesia.
Dalam BISINDOlahir dari bahasatunarungu. Tunarungu lebih menangkap denganmenggunakanvisualmaka tunarungumenginterpretasikanbahasaisyarat sebagaibahasapengantar dalamkomunikasisesuaidenganpemahamantunarungu. Karenahalyangterpentingdaribahasaisyaratyaitugesture,gerakanjari,mimik muka/ekspresi,ungkapanseluruhtubuh yangmenginterpretasikansuatubahasa sehingga mampumemberikanvisualisme secara kesuluruhansehinggatunarungu mampumenangkapapayang disampaikandanmampumenyampaikanapayang dipikirkan.
MenurutFisher (1984, hlm. 56) :“proposesthatdeaf children are exposed firstto naturalsignlanguage,andthenbeallowedtodevelopsignsystemsnaturally "inan organic way...relyingoncontextualizedprintto supplementtheacquisitionofspoken language" (p15). Fischer suggests that formal sign systems are used for metalinguistic purposesonly inthe contextofaspecific predagogyfordeveloping English languageskills”.
MaksuddariFisheradalahbahwaanak-anaktunarunguyang memilikibahasa isyaratalami,yangdikembangkanoleh tuna rungu (BISINDO) mampu mengembangkan sistem – sistem bahasa yang resmi dengan mengandalkan kontekstual cetak untukmelengkapi bahasalisan.
b. BISINDO menurut Soejanto (2014)
Dalam artikel yang dituis Soejanto (2014) untuk tim Kelompok Kerja RUU Disabilitas, menggantikan UU No. 4 tahun 1997 tentang penyandang Cacat, bahwa BISINDO atau Bahasa Isyarat Indonesia adalah merupakan Bahasa Isyarat alami yang tumbuh berkembang di dalam komunitas Tuli dalam komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari. BISINDO sama halnya dengan Bahasa-bahasa asing lainnya seperti bahasa Italia, Bahasa Jepang, Bahasa Inggris, bahkan Bahasa Indonesia, yang sudah memiliki struktur tata bahasa dan linguistics yang sempurna dan berdiri sendiri.
Seperti halnya Bahasa Indonesia; ia memiliki fonologi, morfologi, sintaks, semantiks, peribahasa, tata bahasa yang lengkap dan sempurna, maka BISINDO telah diteliti sejak 6 tahun yang lalu oleh beberapa pakar linguistics mendengar (non TULI) yang mengambil PhD terhadap riset bahasa isyarat di Jambi, yaitu Prof, Saharudin dan DR. I Gede Marsaja dari Bali yang sudah melakukan riset tentang Bahasa KOLOK ( Bahasa Isyarat yang digunakan oleh penduduk Tuli di Desa Tuli, yaitu Desa KOLOK, Bengkala, Bali), Nick Palfreyman, PhD Tuli dari UK yang sudah meneliti tentang BISINDO di Jawa, Makasar, Kalimantan, telah membuktikan bahwa BISINDO merupakan bahasa isyarat yang sangat lengkap dan terstruktur. Tata Bahasa Indonesia dan Tata bahasa isyarat Indonesia sangat berbeda, sehingga tidak masuk akal jika kita berbicara dua bahasa yang berbeda dalam waktu yang bersamaan dengan dua tata bahasa yang berbeda, akan terjadi benturan makna, pemahaman bahkan ‘total confusion’ – hal ini terjadi di Indonesia,
Bahasa Indonesia yang diisyaratkan dalam SIBI akan menyulitkan komunitas memahami secara efektif, banyak informasi yang hilang, kemampuan bahasa Indonesianya semakin minim dan rendah, hal ini sesuai dengan hasil riset dari negara Finlandia telah menemukan bahwa 95% Tuli usia 12-25 lulusan SLB di Dunia memiliki kemampuan membaca-menulis yang sangat rendah dibandingkan anak-anak mendengar usia 7-8 tahun. Mengapa demikian? Karena mereka tidak diajarkan dengan menggunakan bahasa ibu mereka, yaitu bahasa isyarat.
Komunitas Tuli merupakan merupakan sebuah kultur karena masing-masing anggotanya mempunyai bahasa, pengalaman hidup, sikap, sastra, dan kesenian yang sama, bahkan termasuk humor yang akan sulit dipahami oleh orang-orang yang menganggap “suara” sebagai hal yang “natural”. Bahasa isyarat yang digunakan di dalam komunitas Tuli bukanlah bahasa akibat keterbelakangan mental, dan komunitas Tuli merupakan ‘ a linguistics community group’.
Sehingga menjadi jelaslah disini bahwa Bahasa Isyarat tidaklah universal, bahasa isyarat di seluruh dunia berbeda dengan masing-masing negara, misalnya di US, maka komunitas Tuli menggunakan dua bahasa yaitu ASL ( American Sign Language) sebagai bahasa pertama, dan yang kedua Bahasa Inggris (bacaan,tulisan) sebagai bahasa kedua, begitu pula Jepang, komunitas Tuli menggunakan dua bahasa yaitu JSL (Japanese Sign Language), dan bahasa Jepang. Bagaimana dengan komunitas Tuli Indonesia? BISINDO adalah bahasa ibu mereka sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan, kemudian bahasa Indonesia adalah bahasa keduanya.
c. BISINDO menurut Palfreyman (2014, hlm. 128)
Pada tahun 2006, GERKATIN membuat resolusi pada kongres ke 7 nya di makasar, yaitu BISINDO bahasa isyarat indonesia. Walaupun masih belum jelas arahnay kemana, namun ada 3 gambaran yang saya dapatkan melalui wawancara sejak tahun 2008 dengan anggota GERKATIN. Pertama, BISINDO digunakan oleh semua masyarakat tunarungu di Indonesia, dan isyarat ini diambil dari isyarat di setiap daerah di seluruh Indonesia untuk menajdikan satu bahasa, menentukan kamus BISINDO. Kedua, bahwa BISINDO searti dengan jenis isyarat Jakarta, yang seharusnya aktif dipromosikan di seluruh Indonesia. Ketiga, gagasan terbaru bahwa BISINDO adalah nama dari bahasa isysrat yang digunakan oleh seluruh masyarakat tunarungu, dan tidak emmerlukan standarisasi, tetapi memiliki keistimewaan di masing-masing wilayah, dan bahasa isyarat lokal tersebut harus diajarkan.
d. Perbandingan SIBI dengan BISINDO
BeberapaperbedaanantaraSIBIdanBISINDO menurut Nick Palfreyman (2014):
1) AdabanyakperbedaanantaraSIBIdanBahasaIsyaratIndonesia(BISINDO) dalamtatabahasa(grammar), kosa kata (leksikon),asaldansifatSIBI secara umum. SIBI adalahcontohlanguageplanningyanggagal;BISINDOadalah bahasayang pernahberkembang secaraalamidalamkomunitastunarungu. SIBI dibuatolehorangyangbisamendengar,dantidakmemanfaatkan "affordances"(manfaat)yangdimilikibahasaisyarat biasa.
2) Dalamgrammarnya,BISINDOmenggunakanruangdanbentuktangandan keadaan dua-tangan-dan-wajahuntuk merepresentasikan arti secaravisual yangtidakbersamaandenganBahasaIndonesia.Leigh(1995, hlm. 133)sudah menunjukkanbahwa sistemASE(Australasian SignedEnglish) sama konsepnyasepertiSIBI hasilnyadaripenelitianLeightidakbisa SMP dan tidak bisa. Berikut menurutLeigh (1995, hlm. 49) :
"Teachersathigher grade levelsproducedsimultaneouscommunicationwith lower rates of bothsign-to-speech correspondence and syntactic acceptability.Indeed,theeffectforGradeLevelwasmostpronouncedin termsoftheeffectonthe syntacticacceptabilityandcomprehensibilityof utterances. The signedcommunicationofsecondary levelteacherswas typically neither an accurate representation of English syntax nor an effective carrier of an intended message.”
Maksuddaripenelitianyang dikembangkanLeighadalah" PemakaianASE samaseperti SIBI,guru-guruditingkatkelasyang lebihtinggimenghasilkan komunikasisimultan dengantingkatyanglebihrendahdarikedua korespondensisign-to-speech dan penerimaansintaksis. Memang, efek untuk GradeLevelpaling menonjoldalamhalefekpadapenerimaansintaksisdan komperehensipdari ucapan.Dalamkomunikasigurutingkatmenengahitu biasanyabukan merupakan representasi akuratdari sintaks bahasaInggris maupun pembawaefektifpesanyangdimaksudkan.
3) Selainitu,tidakmungkinuntukmemakaiSIBIsecarayangdimaksudkarena kapasitasotak untukprocessing.Dari perspektif pengguna SIBI,tidakada cukupwaktuuntukmemakai SIBI sejalandenganucapanBahasaIndonesia biasa.Dariperspektif penerima SIBI,tidakadacukupwaktuuntukmengerti SIBI sejalandenganproduksiisyarat SIBI.Olehkarenaitu,penerjemahSIBI pada TVRI sering melewatkan kata-kata yang diucapkan oleh pembaca berita.
4) BISINDOmengelakkanketerbatasanprocessinginisecaraalamidanefektif melaluipenggunaan strategiyangdijelaskan dalam catatan ketiga.
5) Secara fondamental, SIBI tidak bisa menjadi salah satu cara untuk mengajarkan tata Bahasa Indonesia karena SIBI tergantung pada pengetahuantataBahasaIndonesiayanghanyabisadidapatkanmelalui mendengar ucapanBahasaIndonesia.
Dalam artikel yang dituis Soejanto (2014) untuk tim Kelompok Kerja RUU Disabilitas, menggantikan UU No. 4 tahun 1997 tentang penyandang Cacat, bahwa terdapat perbedaan antara SIBI dengan BISINDO, yaitu sebagai berikut:
SIBI:
1) SIBI bukanlah representasi dari budaya Tuli, komunitas Tuli, dan bahasa alami yang tumbuh dari komunitas Tuli
2) SIBI tidak mampu mengakomodir kebutuhan komunitas Tuli untuk dapat mengakses informasi secara jelas dan tepat
3) SIBI dinyatakan mengalami kegagalan serius dalam perkembangan dan pertumbuhan kognitif anak-anak Tuli, gagal menghasilkan sosok anak-anak Tuli yang cerdas bahasa, komunikatif dan memeiliki pemhaman yang dalam dan luas
4) Banyak kosa isyarat yang terdapat di SIBI tidak masuk akal dan sangat membingungkan
5) Penjelasan tentang SIBI, silahkan merujuk tulisan saya yang lain
6) Bahasa Isyarat semacam ini (SIBI) cukup sulit dipelajari menurut perspektif Tuli. Karena bahasanya tidak mengikuti logika berbahasa mereka, dan menghambat kekayaan berbahasa mereka. Tidak semua orang-orang tuli setuju dengan Kamus SIBI, atau dengan kata lain, Kamus SIBI bukan representasi bahasa isyarat orang-orang Tuli Indonesia, karena kamus SIBI diciptakan oleh pakar pendidikan yang tidak tahu bagaimana rasanya menjadi ‘TULI’ dan ‘tidak pernah’ berinteraksi dengan Komunitas Tuli dalam bahasa isyarat mereka. Jika seseorang belajar SIBI mati-matian, lalu setelah itu ia merasa akan bisa berkomunikasi dengan mereka, ia salah. Ia akan menemukan bahasa isyarat yang berbeda dengan SIBI. Dari satu daerah ke daerah lain, Ia akan menemukan keberagaman bahasa isyarat. Antar SLB B pun, Ia bisa menemukan bahasa isyarat yang beda pula. Lalu, sebagai orang hearing, anda pun "marah", bingung, mengapa tidak ada bahasa isyarat baku? Tapi, Ia mungkin lupa, bahwa orang-orang tuli sudah sekian lama (di)bungkam. Selama ini kita hanya mendengar "lembaga resmi", sehingga kita tidak pernah tahu gejolak yang terjadi.
7) SIBI tidak mampu mengejar percepatan pembicaraan secara lisan dalam sebuah event atau konferensi, atau workshop
8) SIBI tidak mampu memproduksi isyarat dalam waktu yang bersamaan ketika menerjemahkan pembicaraan penting dan cepat
9) SIBI tidak dapat digunakan dalam sastra puisi, peribahasa, story telling, dakwah agama, politik, topik-topik abstract.
10) Proyek SIBI seperti peluncuran kamus-kamus SIBI setiap tahun sejak 1994, tidak ditemukannya masyarakat, keluarga atau guru yang dapat berkomunikasi dnegna komunitas tuli dengan SIBI, SIBI tidak dapat mencetak lulusan TULI yang cerdas bahasa, berani berpidato, berani beradu debat, berani berdiskusi, berani menjadi sosok yang mandiri sebagai pembicara ulung dalam bidangnya dengan SIBI.
11) Keberhasilan Proyek I-CHAT menjadi sebuah misteri bagi kami, seberapa besar keberhasilan I-CHAT ini untuk: menghasilkan anak-anak Tuli cerdas bahasa, memeiliki pemhamanan bahasa yang luas, piawai dalam SIBI, munculnya ratusan orang-orang mendengar yang bisa berkomunikasi dalam SIBI
12) Anak-anak Tuli di Indonesia tidak mengerti SIBI, komunitas Tuli di Indonesia menolak I-CHAT dan menentang I-CHAT karena tidak mengkomodir kultur tuli, bahasa isyarat alami
13) Bagaimana mungkin seseorang membuat kamus bahasa isyarat SIBI tanpa pernah belajar atau berinteraksi dengan komunitas Tuli? Bukankan kamus bahasa isyarat itu harusnya dibuat oleh komunitas Tuli itu sendiri, sebagai sign language native signer????
14) SIBI adalah project yang telah menghilangkan hak-hak linguistik komunitas Tuli, yaitu diberi atau diakuinya bahasa isyarat mereka sebagai bahasa ibu, sebagai bahasa resmi, sebagai bahasa yang independent
15) Bukankah bahasa itu terus hidup, berkembang dan bertumbuh sepanjang masa? SIBI tidak mengalami perubaha, perkembangan apapun dan kaku
Sedangkan BISINDO:
1) Bisindo merupakan bahasa isyarat yang hidup berkembang dan tumbuh dari komunitas Tuli dari seluruh Indonesia
2) BISINDO memiliki variasi atau dialek berbeda dari seluruh Indonesia, misalnya Bisindo dialek jakarta akan berbeda dengan Bisindo dialek Yogyakarta, begitu pula Bisindo dialek Bali, Riau, aceh dan lain sebagainya. Perbedaan dialek ini bukanlah pemecahbelah, bukanlah kelemahan, bukanlah kendala namun menunjukkan sebuah bukti besar bahwa perbedaan Bisindo setiap daerah merupakan kekayaaan dan keunikan bahwa negara kita, komunitas Tuli di Indonesia sangat kaya akan keragaman bisindo
3) Pengguna BISINDO tidak hanya berasal dari komunitas Tuli saja, banyak keluarga, masyarakat, mahasiswa, bahkan dokter, pebisnis non tuli belajar dan berkomunikasi dengaan BISINDO dengan komunitas Tuli Indonesia, Banyak bermunculan calon-calon interpreter BISINDO di berbagai daerah...
4) BISINDO dapat menjelaskan ttg agama, spirituil, abstraks, sastra, puisi, politik, dll dibandingan dengan SIBI yang terbatas sekali
5) BISINDO sudah diakui oleh lembaga PBB untuk DEAF, yaitu WFD (World Federation for DEAF) sebagai bahasa ibu komunitas Tuli Indonesia.
3. Perkembangan BISINDO
Salah satu komunitas tunarungu yang aktif adalah GERKATIN (Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia). Berdasarkan himpunan keputusan Kongres Nasional VIII GERKATIN di Jakarta tanggal 20-23 Juni 2011 yang dibuat oleh Dewan Pengurus Pusat GERKATIN pada ADART GERKATIN tahun 2011-2015 bahwa GERKATIN didirikan dan dideklarasikan pda tanggal 23 Pebruari 1981 di Jakarta untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.
Berdasarkan website resmi dari GERKATIN PUSAT, yaitu www.gerkatin.com, data tahun 2013 bahwa:
a. Visi :
Mencapai Kesamaan Kesempatan Dalam Semua Aspek Kehidupan dan Penghidupan.
b. Misi:
1) Memberdayakan Penyandang Tuna Rungu agar dapat turut serta sebagai pelaku pembangunan negara;
2) Meningkatkan Kepedulian dan Kesadaran Publik tentang arti tuna rungu (Sosialisasi);
3) Melindungi dan advokasi hak-hak Tuna Rungu;
4) Menjadi jembatan (penengah) antara Tuna Rungu dengan kemitraan
c. Tujuan:
1) Menghimpun warga tuna rungu se-Indonesia
2) Menyalurkan aspirasi tuna rungu ke pemerintah
3) Memperjuangkan kesetaraan hak tuna rungu.
d. Landasan Hukum:
1) Hasil Kongres Nasional I GERKATIN Tahun 1981;
2) Akta Notaris Anasrul Jambi Nomor 12 tanggal 05 Maret 1985 ;
3) Pengesahan dari Kementerian Dalam Negeri RI Nomor 192/D,III.2/VII/2009 tertanggal 30 Juli 2009;
4) Pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM RI Nomor Register AHU-166.AH.01.06 Tahun 2010 tertanggal 20 Desember 2010
5) Konvensi Hak Penyandang disabilitas (CRPD / Convention the Rights for Persons with the Disabilitas)
e. Rencana Program kerja GERKATIN Tahun 2015
1) Pendahuluan berdasarkan hasil Kongres Nasional Tahun 2011 tentang program kerja GERKATIN yang meliputi bidang antara lain:
(a) Organisasi
(b) Pendidikan dan Pengembangan BISINDO
(c) Kesejahteraan, meliputi Kesehatan dan Tenaga Kerja
(d) Olahraga dan Kepemudaan
(e) Kewanitaan
(f) Kesenian dan Budaya
(g) Aksesibilitas
(h) Advokasi
(i) Hubungan Masyarakat
(j) Hubungan Luar negeri
2) Program Kerja Tahun 2015 dan 2016
(a) Organisasi, Konsolidasi, Pembinaan, Pembentukan DPD dan DPC GERKATIN se-Indonesia
(b) Menyelenggarakan Kongres Nasional GERKATIN Tahun 2015 di Pekanbaru, Riau
(c) Pendidikan bimbingan penggunaan dan penyebaran BISINDO, pengembangan BISINDO yang bekerjasama dengan UI dan Universitas lainnya. Mendorong anak-anak tuna rungu masuk dan mengikuti pendidikan formal dan informal disekolah bertaraf inklusif, mendorong pendidikan ketrampilan wirausaha seperti otomotif, komputer, kuliner dll, mendorong pendidikan dan belajar luar negeri dengan bantuan lembaga/ organisasi kemasyarakatan (NGO)
(d) Bidang kesejahteraan membimbing dan membina usaha atau kegiatan kecil perorangan maupun organisasi seperi arisan, koperasi, KUBE, UMKN.
(e) Mengupayakan sosialisasi lapangan pekerjaan di instansi pemerintah maupun swasta melalui berbagai media.
(f) Bidang Aksesibilitas, merekrut beberapa tenaga Interpreter/Layanan Juru Bahasa Isyarat melalui promosi pelatihan Bahasa Isyarat Indonesia di berbagai stand dalam acara Car Free Day di seluruh penjuru kota tiap provinsi Indonesia.
DPP GERKATIN mengapresiasikan dan menyambut baik program pemerintah khususnya direktorat jenderal Rehabilitasi Sosial dengan jajarannya dalam kegiatan Sinkronisasi Program Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Netra, Rungu Wicara dengan harapan Program GERKATIN dapat terakomodasi dan terintegrasi.
Berdasarkan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (2006), terdapat hak-hak kaum tunarungu yang dituangkan secara khusus dalam CRPD ini, diantaranya:
Pasal 2: “Komunikasi” mencakup bahasa,tayangan teks, Braille, komunikasi tanda timbul, cetak besar, multimedia yang dapat diakses maupun bentuk-bentuk tertulis, audio, plain-language, pembaca-manusia dan bentuk-bentuk, sarana dan format komunikasi augmentatif maupun alternatif lainnya, termasuk informasi dan teknologi komunikasi yang dapat diakses. “Bahasa” mencakup bahasa lisan dan bahasa isyarat serta bentuk-bentuk bahasa nonlisan yang lain.
Pasal 21 b: Menerima dan memfasilitasi penggunaan bahasa isyarat, Baraille, komunikasi augmentatif dan alternatif, dan semua cara, alat, dan bentuk komunikasi lainnya yang dapat dijangkau sesuai dengan pilihan penyandang disabilitas dalam interaksi resmi
Pasal 21 e: Mengakui dan memajukan pemakaian bahasa isyarat
Pasal 30 c: Menikmati akses ke tempat-tempat pertunjukkan atau pelayanan budaya, seperti teater, museum, bioskop, perpustakaan dan jasa pariwisata, serta sejauh memungkinkan, menikmati akses ke monumen dan tempat yang memiliki nilai budaya penting.
C. Permasalahan Penggunaan Bahasa Isyarat di Indonesia
Menurut laporan dari WFD (World Federation for the Deaf) terdapat 70 juta komunitas Tuli di seluruh dunia, dimana 0.5% dari mereka yang berusia 10-17 tahun justru memiliki kemampuan baca-tulis yang rendah dibandingkan anak yang mendengar normal usia 9-10 tahun. Hal ini juga terjadi di Indonesia, rata-rata anak-anak Tuli sampai dewasa Tuli memiliki kemampuan baca-tulis yang rendah dibawa rata-rata anak yang mendengar normal usia 9-10 tahun. Mereka yang lulus dari SLB B maupun lulus SMA umum,dan sebagian kecil yang sempat menuntut pendidikan tinggi di Universitas pun mengalami kesulitan dalam memahami bacaan dan tulisan dalam bahasa Indonesia.
Hal ini menunjukkan, bahwa masyarakat tunarungu belum memiliki identitas yang jelas, terkait dengan bahasa mereka, sehingga mereka masih mengalami kesulitan dalam hampir semua aspek kehidupannya. Akses informasi yang sangat kurang dan tidak sesuai dengan yang mereka butuhkan membuat makin tertinggalnya perkembangan sumberdaya dari masyarakat tunarungu tersebut.
Menurut Bunawan, (1997, hlm. 19-20) dalam menerapkan Metode Manual, jenis isyarat mana yang digunakan? Dalam menerapkan metode manual maka Bahasa Isyarat Asli/Alami menjadi media kegiatan belajar mengajar. Di Amerika Serikat, dimana metode ini berjaya sejak 1880 sampai kurang lebih 1960-an,ASL digunakan tanpa bicara sama sekali (L. Greene & E. B Dicker, 1981). Maka metode manual juga dikenal dengan sebutan Metode Bisu (Silent Method). Permasalahan dalam penerapan metode isyarat ini berhubungan dengan hal-hal berikut:
Pertama: Di negara (seperti Indonesia) bila belum memiliki suatu Bahsa Isyarat Asli/Alami yang mapan dan dikenal secara luas, tentu akan mengalami kesukaran untuk menerapkannya karenaperlu diadakan penelitian terlebih dahulumengenai keberadaannya. Biasanya digunakan isayarat lokal/isyarat sekolah dan penerapannya seperti diuraikan pada point 3a). Namun penerapan bicara yang digabung/dicampur dengan isyarat lokal yang hanya dikenal terbatas, tidak/kurang akan menguntungkan anak tunarungu, malahan akan menghambat perkembangan bahasa, bicara, dan baca ujaran mereka (A. Van Uden, 1968). Duatokoh lainnya yaitu S. Quigley & R.E. Kretchmer (1982) mengemukakan kerisauan yang serupa. Sewaktu Komunikasi Total baru berkembang, banyak SLB-B di Amerika Serikat mencampur bicara dengan isyarat semacam ini. Sebagai akibat bisa terjadi bahwa bahasa isyarat uang digunakan di dalam satu sekolah bahkan diantara satu kelas dengan yang lain, di asrama dan keluarga anak tidak/kurang memiliki kesamaan atau keajegan. Pada hal satu persyaratan yang paling penting guna mengembangkan bahasa setiap anak (normal maupun tuli) adalah adanya masukan bahasa yang memiliki keajegan bentuk. (B. Leutke & J. Luckner, 1991).
Kedua: Di negara yang sudah memiliki Bahasa Isyarat Asli terdapat permasalahan lain. Keberatan terhadap bahasa isyarat ini adalah bahwa seolah-olah tidak memiliki aturan/gramatika (A. Van Uden, 1968) seperti aturan tentang urutan/pengelompokan kata, awalan/akhiran, dan sebagainya. Namun kemudian ahli-ahli lain diantaranya Strokoe, (1960), mengemukakan bahwa ASL bukannya tidak memiliki tata bahasa melainkan memiliki aturan yang berbeda dari aturan bahasa lisanmasyarakat umum. Dengan demikian di Amerika Serikat, bagibanyak anak tuli, American Sign Language (ASL) menjadi bahasa ibu, sedangkan bahasa Inggris perlu diajarkan sebagai bahasa kedua.
Tokoh lain seperti Maedow (1980) justru melihat segi positif mengenai keberadaan American Sign Language (ASL) atau British Sign Language (BSL) karena: pertama, bisa berfungsi sebagai sumber identifikasi seorang tunarungu dalam suatu subkultur sehingga yang dapat meningkatkan konsep diri yang lebih positif maupun kebangaan atau rasa memiliki, dan kedua, merupakan unsur pemersatu. Namun kedua fungsi itu justru sering tidak diinginkan orangtua anak tuanrungu karena dikhawatirkan akan menghambat integrasi anak ke dalam keluarga dan masyarakat luas. Lagi pula akan mempersukar pemahaman anak terhadap bacaan yang dikarang dalam Bahasa Inggris. Maka Sistem Isyarat atau bahasa Isyarat Formal lebih sesuai untuk kepentingan pendiidkan karena memiliki struktur yang sama dengan Bahasa inggris dan teks bacaan tentu semua dikarang adalam bahasa tersebut. Namun untuk keperluan ungkapan puisi drama, dan seni pada umumnya. Bahasa Isyarat Aslitampaknya memiliki gerakan yang lebih luwes dan lancar, dan mengalir serta memikat ditinjau dari segi keindahan/estetika.
Ketiga: Agar penerapan Metode Manual dengan Bahasa Isyarat Alami berhasil dengan baik maka orangtua anak atau keluarga perlu menguasai bahasa tersebut dengan fasih. Hanya dengan menguasai bahasa isyarat tersebut anak akan memperoleh model dan masukan bahasa yang berbeda dengan bahasa yang sudah dikuasainya yang tentu memerlukan kesadaran waktu, motivasi yang tinggi(Michael Strong, 1988). Karena antara lain alasan ini maka para pendidik lebih menanjurkan sistem isyarat dibuat sama dengan aturan bahasa lisan masyarakat umum. Belajar Sistem Isyarat dapat diumpamakan sebagai belajar menguasai seperangkat lambang atau kode baru dan bukan suatu bahasa yang sama sekali baru atau berbeda.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proses komunikasi seringkali mengalami berbagai hambatan atau gangguan. Hambatan atau gangguan tersebut diakibatkan oleh berbagai faktor, salah satunya nya adalah keterbatasan kemampuan individu dalam menyampaikan pesan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Vardiansyah dalam Febri, A (2013, hlm. 2) “proses komunikasi terjadi manakala manusia berinteraksi dalam aktivitas komunikasi yaitu menyampaikan pesan guna mewujudkan motif komunikasi. Komunikasi hanya akan efektif apabila pesan yang disampaikan dapat ditafsirkan sama oleh penerima pesan tersebut.
Kenyataannya tidak semua individu mampu melakukan proses komunikasi dengan baik. Bagi sebagian individu yang mengalami gangguan perkembangan, biasanya mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Hasil observasi dilapangan, ditemukan bahwa terdapat anak yang mengalami kesulitan untuk berkomunikasi. Hambatan komunikasi yang dialami oleh subjek dibuktikan dari hasil asesmen bahasa yang dilakukan. Subjek belum memenuhi persyaratan instrument asesmen bahasa yang disusun sesuai milestone usianya yaitu usia 13 tahun, kemudian instrument penyusunan bahasa diturunkan hingga milestone anak usia 2 sampai 4 tahun. Hasil yang diperoleh dari asesmen ini, subjek belum bisa berkomunikasi verbal sebagaimana anak dengan usia tersebut, padalah usia subjek sudah 13 tahun. Seharusnya pada usia 13 tahun, subjek sudah ada pada tahapan kompetensi penuh. Akan tetapi, subjek hanya dapat mengeluarkan suara yang tidak jelas.
Berdasarkan kondisi tersebut, menyebabkan orang tua subjek merasa cemas dengan perkembangan kemampuan komunikasi anaknya. Salah satu metode yang diasumsikan dapat membantu meningkatkan kemampuan komunikasi pada subjek adalah Alternative and Augmentative Communication, yaitu teknik-teknik yang menggantikan komunikasi lisan bagi individu yang mengalami hambatan dalam bicara atau tidak mampu berkomunikasi secara lisan.
Berdasarkan masalah yang dialami subjek tersebut, kelompok mencoba membuat media Alternative and Augmentative Communication berupa gantungan kartu gambar dimana media ini berupa kartu gambar yang dibuat berdasarkan tema-tema tertentu, seperti kegiatan sehari-hari, makanan dan minuman. Gambar-gambar tersebut dikelompokan berdasarkan temanya masing-masing kemudian diberi gantungan agar menarik perhatian subjek.
B. Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya pengembangan Alternative and Augmentative Communication ini adalah:
1. Mengetahui kondisi objektif subjek dengan hambatan komunikasi yang dialami.
2. Menemukan potensi-potensi subjek dalam berkomunikasi.
3. Menyusun dan mengembangkan media Alternative and Augmentative Communication yang sesuai dengan kondisi subjek.
4. Mengetahui keefektifan media Alternative and Augmentative Communication yang telah disusun dan diterakan terhadap keterampilan komunikasi dan interaksi subjek.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian AAC
Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu (M. Miftah, 2012 hlm. 1). Terjadinya suatu komunikasi melalui dua proses, yaitu keluarnya informasi dari seseorang dan dapat dimengerti oleh orang lain. Komunikasi dapat dilakukan baik secara verbal maupun non verbal. KATC Webinar memberikan contoh komuikasi verbal adalah berbicara, bernyanyi dan kadang-kadang menggunakan nada suara, sementara contoh komunikasi non verbal identik dengan ciri fisik seperti bahasa tubuh, bahasa isyarat, paralanguage, sentuhan, kontak mata, atau menggunakan tulisan tangan.
Proses terjadinya komunikasi tidak terbatas pada satu keterampilan, tetapi juga melibatkan berbagai keterampilan sehingga ketika berbicara tidak hanya dapat mengomunikasikan keinginan pada orang lain tetapi juga mampu dipahami oleh orang lain. Subjek yang mengalami language disorde dan speech disorder tentu akan mengalami kesulitan untuk berkomunikasi. Seseorang yang mengalami hambatan dalam berkomunikasi perlu mendapatkan bantuan, salah satunya menggunakan augmentative and alternatie communication (AAC).
ASHA mendefinisikan Augmentative and alternative communication (AAC) mencakup semua bentuk komunikasi (selain pidato lisan) yang digunakan untuk mengungkapkan pikiran, kebutuhan, keinginan, dan ide-ide. Definisi lain diungkapkan oleh Linda J. Burkhart (dalam ISSAC) AAC is a set of toold and strategies that an individual uses to solve everyday communicative challeges. Menjelaskan AAC adalah media dan metode serta cara yang digunakan oleh individu/orang yang mengalami hambatan dalam berkomunikasi agar dapat berkomunikasi AAC digunakan untuk individu yang memiliki kebutuhan komunikasi yang beragam.
Augmentatif dan alternatif komunikasi (AAC) adalah bidang yang melintasi banyak disiplin ilmu (Sharon L. Glennen& Denise C. DeCoste, 1997). Ini adalah bidang yang berubah dengan cepat yang menggunakan inovasi terbaru dan teknologi untuk membantu subjek berkebutuhan khusus dalam berkomunikasi. Selain dari aspek teknologi, keefektifan penerapan AAC juga bergantung pada layanan yang diberikan. Oleh karena itu AAC berarti meningkatkan komunikasi secara keseluruhan. AAC bukan merupakan solusi terakhir dari ketidakmampuan individu dalam berkomunikasi, akan tetapi AAC merupakan langkah awal pengembangan pemahaman dan ekspresif bahasa individu (Mary Ann Romski, 2005)
Dalam melaksanakan ACC, terdapat prinsip AAC yang telah ditetapkan. Berikut ini adalah prinsip-prinsip AAC yang ditetapkan oleh The Scottish Government (2012):
1. Services supporting people who use AAC provide a range of interventions including those that are universal, targeted and specific.
2. All children, young people and adults with communication difficulties are potential users of AAC.
3. All individuals with communication difficulties have an opportunity to access specialist AAC assessment.
4. National services are available to all potential AAC users if the need has been identified.
5. All individuals with communication difficulties have information on, and access to, a local quality pathway for AAC.
6. Local AAC pathways incorporate assessment, provision and support for AAC.
7. Local pathways are consistent with local waiting times and, where applicable, national guidance on maximum waiting times.
8. Individuals within the local AAC care pathway have a named AAC coordin ator.
9. Individuals who use AAC can expect services to be centred on their needs and to be outcome focused.
10. Individuals who use AAC can expect services to be delivered by appropriate staff from an integrated, multi -agency team.
11. Services supporting people who require to use AAC use a range of national and local quality indicators to evaluate their service.
B. Komponen Sistem AAC
Berikut komponen-komponen dalam sistem AAC.
1. Teknik Komunikasi
a. Tanpa bantuan
Teknik ini tidak memerlukan alat bantu dan prosedur yang baku. Keuntunganya adalah biayanya murah, mudah dilaksnaakan dan efektif. Sedangkan kelemahannya adalah tidak dipahami oleh lingkungan yang belum mengenal, ketergantungan pada pengguan komunikasi dan isyrat sukar dipelajari.
b. Dengan bantuan
Maksudnya, komunikasi dengan menggunakan alat bantu seperti halnya menggunakan papan komunikasi, chart atau alat-alat yang menggunakan elektronik terikat dengan prosedur baku dalam pemilihan system symbol. Kelebihan teknik ini, dapat digunakan oleh beberapa individu yang memiliki hambatan yang sama. Kelemahannya adalah membutuhkan biaya yang banyak untuk menciptakan alat komunikasi dan kemungkinan alatnya bias rusak.
2. Sistem Simbol
Banyak sistem simbol yang dibuat sesuai dengan benda yang sebenarnya, seperti gambar-gambar yang konkrit, hingga sistem simbol yang abstrak. Sistem simbol abstrak meliputi pengganti gambar (pictorial representation), ide yang dibuat dalam bentuk grafik (ideographs), ide dalam bentuk konfigurasi garis arbitari (symbol arbitary) dan simbol visual grafik secara arbitari yang melibatkan bentuk-bentuk geometrik (lexigrams).
3. Kemahiran Komuniasi
Kemahiran komunikasi ditentukan oleh pengguna dalam hal ini individu yang memiliki hambatan komunikasi karena memiliki hambatan pendengaran dan penglihatan. Semakin sering menggunakan komunikasi yang dikuasainya maka semakin mahir dalam berkomunikasi.
C. Pengguna AAC
AAC digunakan bagi mereka yang mengalami hambatan komunikasi secara verbal. Penyebab seseorang mengalami hambatan komunikasi verbal bisa dilihat dalam tabel berikut:
Congenital Causes Acquired Causes Degenerative Causes
Cerebral Palsy Stroke ALS
Autism Head Injury Muscular Distrophy
Intellectual Disability Spinal Cord Injury AIDS
Physical Disabilities Cancer Hungtinton’s Disease
Dari tabel di atas bisa dilihat penyebab seseorang mengalami hambatan komunikasi verbal.
1. Congenital biasanya terjadi pada seseorang yang mengalami kelainan sejak lahir atau bawaan seperti cerebral palsy, autism, intellectual disability, dan physical disabilities.
2. Acquired merupakan penyebab yang disebabkan setelah lahir, seperti terkena penyakit stroke (gangguan fungsi otak akibat aliran darah ke otak mengalami gangguan), head injuiri (cedera kepala), spinal cord injuiri (cedera tulang belakang), dan cancer. Sehingga seseorang yang terkena penyakit tersebut biasanya mengalami kesulitan dalam komunikasi.
3. Degenerative merupakan penyebab yang disebabkan setelah lahir, seperti ALS (Amiotrophic Lateral Sclerosis) yaitu penyakit otak yang menyerang saraf, AIDS, Muscular Distrophy yaitu gangguan genetik yang menyebabkan otot kerusakan fungsi dan kekuatan otot progresif, dan Hungtinton’s Disease yaitu gangguan otak di mana menyerang ke saraf motorik, namun seseorang yang terkena penyakit tersebut secara perlahan mengalami kemunduran dalam aspek tertentu, sehingga jaringan atau organ yang terkena mengalami perubahan lebih buruk dari waktu ke waktu.
D. Faktor Penggunaan Teknologi dalam AAC
1. Guessability
Harus mudah dipahami (diterka) dan mudah dibaca. Hal ini memperhatikan tingkat kemiripan dan keterwakilan antara symbol yang digunakan dengan item/obyek yang diwakili.
2. Learnability
AAC harus mudah dipelajari. Hal ini merujuk kepada tingkat kemudahan/kesukaran untuk mempelajari penggunaan suatu simbol yang dibuat.
3. Generalization
Menggambarkan simbol secara umum, sehingga siapapun yang menggunakannya dapat memhami dengan mudah. Dari subjek kecil sampai orang dewasa secara umum memahami simbol tersebut.
RANGE OF AAC
Description of Interventions Unaided Aided
No Tech Low Tech Light Tech High Tech
Vocalization
Gestures
Signs
Eye Blinks Picture Exchange
Symbol/ Alphabet board
Communication notebook
Headstick Light pointer
Voice output switches
Simple powered display Dedicated and non-dedicated
Electronic Computer-based voice output systems
Sumber : KTAC Webinar
BAB III
ISI
A. Deskripsi Subjek
1. Identitas Subyek
Berikut identitas subyek yang didapatkan sebelum dilakukan asesmen.
Nama : Ardi
Usia : 13 tahun
Subjek ke : 1 dari 1
Sekolah : SLB Purnama Asih Bandung
Alamat : Karang Tineung
Kondisi subyek yang dapat dilihat awal mula melakukan pendekatan sebelum melakukan asesmen pada subyek yakni subyek memiliki kedua tangan yang sedikit kaku, terkadang air liur subyek tiak dapat dikontrol, lebih sering diam dan terfokus memainkan satu benda, tersenyum dan menghentak-hentakkan kaki dengan posisi badan setengah tidur apabila merasa senang, terkadang mengigit jarinya apabila sedang kesal atau marah, dan subyek tidak dapat mengekspresikan emosi atau keinginannya secara verbal dengan baik, hanya terkadang menunjuk pada benda atau arah tertentu dan lebih sering diam dan sangat kurang dalam komunikasi dua arah bahkan terhadap orang terdekat. Oleh karena itu intervensionis memutuskan untuk melaksanakan asesmen perkembangan secara menyeluruh setelah melihat kondisi subyek pada awal pendekatan, mulai dari aspek kognitif, motorik, sosial, emosi, dan terutama pada aspek bahasa.
2. Hasil Asesmen
Potensi dan hambatan yang dimiliki subyek terutama dalam berkomunikasi secara verbal atau komunikasi dua arah harus dideteksi dan dianalisis terlebih dahulu dengan mengasesmen subyek sehingga potensi dan hambatan yang ada dapat membantu intervensionis dalam mempertimbangkan media AAC yang dapat dengan baik dan mudah digunakan oleh subyek sehingga penggunaannya dapat membantu subyek dalam berkomunikasi dengan orang di sekitarnya. Berikut hasil asesmen pada tiap aspek yang telah dilakssubjekan oleh intervensionis.
Instrument Asesmen Perkembangan Bahasa
NO. BUTIR INSTRUMEN
PENILAIAN
YA TIDAK
1 Menyebutkan huruf dengan tepat dan konsonan tertentu b/p/m/w dengan jelas v
2 Menunjukkan gambar yang berawal dengan bunyi “bo” yang sama v
3 Menunjukkan gambar yang bunyi akhir “ap” v
4 Menyebutkan gambar yang berawalan “ma” v
5 Ekspresif: sebutkan gambar yang terdengar lebih pendek v
Reseptif: tunjuk gambar yang terdengar lebih pendek v
6 Ekspresif: sebutkan gambar binatang yang namanya terdengar lebih pendek v
Reseptif : tunjuk gambar binatang yang namanya terdengar lebih pendek v
7 Ekspresif : mengeja dengan tepat kombinasi suku kata v
Reseptif :tunjuk gambar mana yang kombinasi katanya lebih panjang v
8 Ekspresif: subjek menjawab pertanyaan tentang “kue Ardi ada dimana”? v
Reseptif : tunjuk dimana letak kue v
9 Ekspresif : dimsubjekah letak sepatu? v
Reseptif: tunjukkan mana letak tempat sepatu v
10 Ekspresif : subjek bercerita tentang gambar “hal yang disukai,warna,nama,kegiatan apa yang sering dilakukan” v
Reseptif: menunjuk gambar bola basket, bola sepak, dan bola volley v
11 Ekspresif: coba ceritakan gambar yang ditunjukkan v
Reseptif : tunjukkan gambar subjek yang sedang bermain bola basket v
12 Ekspresif: coba, ceritakan kembali v
Reseptif : susunlah gambar berdasarkan cerita tadi v
13 Ekspresif : sebutkan benda yang dapat dimasukkan ke dalam tas v
Reseptif : tunjuk benda yang dapat di masukkan ke dalam tas v
14 Reseptif : subjek dapat melakssubjekan perintah v
15 Ekspresif :menyebutkan minimal 3 benda sesuai perintah v
16 Reseptif : memahami makna cerita v
Ekspresif : menceritakan kembali cerita yang dibacakan oleh asesor v
17 Menyebutkan kata berdasarkan kelompok kata yang di intruksikan v
Instrumen Asesmen Perkembangan Kognitif
NO. BUTIR INSTRUMEN PENILAIAN
YA TIDAK
1 Mendengarkan dengan penuh perhatian cerita pendek yang dibacakan v
2 Berkomentar mengenai cerita yang dibacakan, terutama mengenai rumah dan kejadian yang terjadi dalam keluarga v
3 Menunjukkan dengan tingkat ketepatan yang sedang terhadap gambar yang benar ketika dibacakan kata-kata dengan pengucapan yang mirip: rambut-rumput; cicak-becak; manga-tangga. v
4 Menunjukkan pemahaman mengenai perbandingan dasar ukuran bentuk seperti bola A lebih besar daripada bola B v
5 Menyebutkan segitiga, lingkaran, kotak; dan dapat menunjukkan bentuk yang diminta v
6 Mengelompokkan benda-benda secara logis berdasarkan bentuk, warna, atau ukuran. v
7 Menyebutkan dan menjodohkan paling tidak warna primer (merah, kuning, biru) v
8 Menempatkan delapan pasak ke papan pasak atau enam bulatan dan enam balok kubus dalam papannya v
9 Menunjuk pada gambar yang jumlahnya “lebih banyak” seperti tiga gambar tentang mobil, pesawat, dan kucing dengan jumlah berbeda dan subjek diminta menunjuk gambar yang jumlahnya lebih banyak. v
10 Mengaitkan truk dengan trailer, mengisi muatan pada truk, dan menjalankannya sambil bersuara seperti mesin. v
11 Menyusun kubus dalam barisan memanjang. v
12 Menyusun kubus untuk membuat jembatan v
13 Berusaha menggambar; meniru lingkaran, kotak, dan beberapa huruf meskipun belum sempurna v
14 Menghitung benda dengan suara keras v
Berdasarkan Milestones Arnold Gessel
Instrumen Asesmen Perkembangan Motorik
(Fundamental Motor Skill)
ASPEK KOMPONEN INDIKATOR SKOR
MS MB TM
Fundamental Motor Skill 1. Berjalan dan Berlari 1.1. Berjalan kearah depan v
1.2. Berjalan kearah samping v
1.3. Berjalan kearah belakang v
1.4. Berjalan pada permukaan selebar 30 cm v
1.5. Berjalan dengan menarik mainan beroda v
1.6. Berjalan sambil mendorong kursi di dalam ruangan v
1.7. Jalan berputar v
1.8. Berjalan dengan ujung kaki (jinjit) v
1.9. Berjalan dengan tumit v
1.10. Berjalan maju pada garis lurus v
1.11. Berjalan mundur pada garis lurus v
1.12. Berjalan dengan membawa segelas air tanpa tumpah v
1.13. Berjalan pada garis melingkar tanpa keluar garis v
1.14. Berjalan dengan ujung kaki sejauh 3 meter tanpa menyentuhkan tumit ke lantai. v
1.15. Berlari ke depan v
1.16. Berlari ke belakang v
1.17. Mengejar bola yang menggelinding v
1.18. Berjalan zigzag v
1.19. Berlari zigzag v
1.20. Berjalan dengan menggunakan bakiak di jalan yang datar v
1.21. Berjalan dengan menggunakan bakiak di jalan yang landau v
1.22. Berjalan dengan menggunakan bakiak di jalan menanjak v
2. Melompat 2.1. Melompat ke depan dengan 2 kaki v
2.2. Melompat ke depan dengan 1 kaki v
2.3. Melompat ke belakang dengan 2 kaki v
2.4. Melompat ke belakang dengan 1 kaki v
2.5. Melompat dengan jarak 36-60cm v
2.6. Melompat dengan ketinggian 20cm v
2.7. Melompat ke bawah dengan ketinggian 20 cm v
2.8. Melompat melewati rintangan (melewati 2 buku tulis) v
2.9. Berlari dan melompat sejauh 70 cm v
3. Memanjat 3.1. Menaiki tangga yang memiliki pegangan
3.2. Menuruni tangga yang memiliki pegangan
3.3. Menaiki tangga yang dibantu dengan pijakan kaki
3.4. Menuruni tangga yang dibantu dengan pijakan kaki
3.5. Menaiki tangga dengan kaki bergantian
3.6. Menuruni tangga dengan kaki bergantian
3.7. Menaiki tangga tanpa pegangan
3.8. Menuruni tangga tanpa pegangan
v
v
v
v
v
v
v
v
4. Melempar 4.1. Menggelindingkan bola besar
4.2. Menggelindingkan bola kecil
4.3. Melempar bola besardengan 2 tangan
4.4. Melempar bola kecildengan 2 tangan
4.5. Melempar bola besardengan 1 tangan
4.6. Melempar bola kecildengan 1 tangan
4.7. Memantulkan bola besardengan 2 tangan
4.8. Memantulkan bola besardengan 1 tangan
4.9. Memantulkan bola kecildengan 2 tangan
4.10. Memantulkan bola kecildengan 1 tangan
4.11. Melemparkan bola ke dalam keranjang sejauh 1 meter
4.12. Melemparkan bola ke dalam keranjang sejauh 2 meter v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
5. Menangkap 5.1. Menangkap bola besar yang di gelindingkan
5.2. Menangkap bola kecil yang di gelindingkan
5.3. Menangkap bola besar dengan 2 tangan
5.4. Menangkap bola kecil dengan 2 tangan
5.5. Menangkap bola besar dengan 1 tangan
5.6. Menangkap bola kecil dengan 1 tangan
5.7. Menangkap bola besar yang dipantulkan dengan 2 tangan
5.8. Menangkap bola besar yang dipantulkan dengan 1 tangan
5.9. Menangkap bola kecil yang dipantulkan dengan 2 tangan
5.10. Menangkap bola kecil yang dipantulkan dengan 1 tangan v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
6. Menendang 6.1. Menendang bola besar dengan kaki bagian dalam
6.2. Menendang bola kecil dengan kaki bagian dalam
6.3. menendang bola besar dengan kaki bagian luar
6.4. Menendang bola kecil dengan kaki bagian luar
6.5. Menendang bola besar dengan punggung kaki bagian luar
6.6. Menendang bola kecil dengan punggung kaki bagian luar
6.7. Menendang bola besar dengan tumit kaki ke arah belakang
6.8. Menendang bola kecil dengan tumit kaki ke arah belakang
6.9. Menendang kearah gawang sejauh 3 meter
v
v
v
v
v
v
v
v
v
Instrumen Asesmen Perkembangan Emosi Usia
NO. BUTIR INSTRUMEN PENILAIAN
YA TIDAK
1 Mengamuk pada situasi tertentu v
2 Menunjukkan sikap marah bila keinginannya tidak dipenuhi v
3 Menunjukan sikap marah apabila aktivitasnya diganggu v
4 Tersenyum bila mendapat barang/benda yang disukainya v
5 Ikut senang ketika teman senang v
6 Menunjukkan rasa senang pada orang atau benda tertentu v
7 Menunjukkan sikap takut pada suatu objek, orang atau pada bunyi tertentu v
8 Menunjukan sikap takut pada suatu rangsangan atau sentuhan tertentu v
9 Menunjukkan sikap sedih bila kehilangan orang atau benda yang disayangi v
10 Menunjukkan rasa sayang terhadap anggota keluarganya
11 Perubahan ekspresi saat diberi mainan v
12 Perubahan ekspresi saat mainannya diambil v
Instrumen Asesmen Perkembangan Sosial
NO BUTIR INSTRUMEN PENILAIAN
YA TIDAK
1 Memberikan respon terhadap ekspresi teman yang bersedih, marah, senang v
2 Mengungkapkan perasaan kepada orang lain ketika marah, sedih, senang v
3 Tampak mengerti saatnya bertukar giliran dalam bercakap-cakap tetapi tidak selalu mau melakukannya v
4 Memiliki kelompok bermain v
5 Menyesuaikan diri dalam kelompok v
6 Bermain bersama temannya v
7 Merelakan mainannya dipinjam oleh temannya v
8 Penuh kasih sayang dan perhatian kepada teman yang lebih lemah. v
9 Bekerja sama dengan orang lain v
10 Mempunyai teman atau sahabat v
11 Menyukai persahabatan v
12 Mengamati subjek lain bermain, bisa ikut bermain sebentar, sering bermain berdampingan dengan yang lain v
13 Sering menceritakan lelucon, menghibur dan membuat orang tertawa v
14 Memanggil nama dan celaan untuk menyingkar subjek lain v
Berdasarkan asesmen yang telah dilakukan oleh intervensionis, maka didapatkan hasil asesmen dengan menyusun potensi dan hambatan yang ada pada subyek. Potensi dan hambatan tersebut sebagai berikut.
Potensi :
1. Bahasa
a. Ekspresif
• Mampu mengungkapkan keinginan dengan gesture
• Perbendaharaan bahasa verbal subjek saat ini : mampumenyebutkan
“aya”=ayah
“pa” = bapak
“ma” = mama
“in”= iin/bunda
• Membuat bunyi yang dapat mewakili benda
b. Reseptif
• Memahami kata Tanya apa, dimana dan siapa
• Mampu melakukan perintah
• Mampu menunjukkan beberapa benda yang disebutkan observer. Contoh: mana bola?
• Mampu menunjukan letak benda. Contoh: kue Ardi ada dimana?
2. Kognitif
• Mampu membedakan ukuran benda “besar&kecil”
• Mengetahui warna dan bentuk benda
• Memahami perintah sederhana
3. Motorik
Subyek mampu secara mandiri untuk:
• Berjalan ke arah depan, samping, dan belakang
• Berlari ke depan dan ke belakang
• Melompat ke depan dengan satu kaki
• Melompat dengan ketinggian 20cm
• Mengelindingkan bola besar dan bola kecil
• Melempar bola besar dan bola kecil dengan dua tangan
• Melempar bola kecil dengan satu tangan
• Memantulkan bola besar dan bola kecil dengan satu tangan maupun dua tangan
• Menangkap bola besar yang digelindingkan
• Menendang bola besar maupun kecil dengan kaki bagian luar
• Menunjukdan mengambil benda
4. Emosi
• Menunjukan sikap marah bila keinginannya tidak dipenuhi
• Menunjukan sikap marah apabila aktivitasnya diganggu
• Tersenyum bila mendapat barang/benda yang disukainya
• Menunjukan sikap takut pada suatu objek, orang, atau bunyi-bunyian
• Perubahan ekspresi saat diberi mainan
• Perubahan ekspresi saat mainannya diambil
5. Sosial
• Mengamati subjek lain bermain, bisa ikut bermain sebentar
• Mampu berinteraksi dengan orang baru
• Dapat mengikuti dialog dan memahami giliran tetapi tidak dapat melakukan
Hambatan :
1. Subjek belum mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara mandiri,
2. Kemampuan bahasa verbal yang sangat terbatas.
3. Subjek yang cenderung diam bila tidak diberi stimulus terlebih dahulu.
3. Pertimbangan Pemilihan Media AAC
Berdasarkan potensi dan hambatan yang telah disusun berdasarkan hasil asesmen subyek, kemudian digabungkan dengan hasil wawancara kepada guru dan keluarga atau orang terdekat, dalam hal ini nenek, didapatkan minat subyek dalam beberapa hal yang akan membantu dalam pertimbangan pembuatan media AAC. Berikut beberapa minat subyek berdasarkan hasil wawancara dan observasi berulang di rumah.
Minat
• Nonton TV
• Acara bola
• Musik
• Olahraga
Setelah dari berbagai hasil observasi, asesmen, dan wawancara didapatkan, maka intervensionis mendapatkan hasil pertimbangan dalam pembuatan media AAC yang dapat membantu subyek dalam berkomunikasi lebih baik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya adalah sebagai berikut.
1) Kemampuan kognitif subjek dalam mempersepsi benda nyata dengan gambar
2) Kemampuan motorik subjek dalam mobilisasi
3) Kemampuan subjek menginterpretasi gambar bertema
4) Kondisi ekonomi keluarga
Berdasarkan pertimbangan group intervensionis tersebut, berikut rencana media AAC yang akan diberikan dan dicobakan pada subyek.
Media tersebut terdiri dari gambar-gambar yang menunjukkan berbagai kegiatan dan minat subyek sehari-hari. Gambar-gambar tersebut kemudian diberi lubang untuk diberikan gantungan. Lebih seperti gantungan kunci, agar lebih fleksibel subyek juga dapat membawa media tersebut kemanapun ia pergi sehingga ia dapat menunjukkan keinginannya ketika berada di tempat lain.
Rencana setting pelaksanaan AAC adalah di rumah, dengan asumsi bahwa subyek lebih sering berada di lingkungan rumah, yang meliputi:
Makandanminum
Toilet Training
Chanel Televisi
B. Pelaksanaan AAC
1. Prosedur AAC
Prosedur pelaksanaan AAC yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Berikut ini penjelasan lebih lanjut mengenai prosedur AAC yang telah dilakukan.
a. Asesmen perkembangan subjek.
Asesmen perkembangan yang dilakukan meliputi perkembangan bahasa, motorik, sosial, emosi, dan kognitif. Aspek perkembangan bahasa dikembangakn berdasarkan milestone yang dikemukakan Vygotsky. Aspek perkembangan social, emosi, dan kognitif dikembangkan berdasarkan milestone yang dikemukakan Laura E. Berk. Instrumen aspek perkembangan motorik dikembangkan berdasarkan milestone yang diungkapkan oleh Arnold Gessel dan Seefelt.
Aspek perkembangan kognitif meliputi komponen perhatian, memori, akademik dan pengetahuan sehari-hari, pemecahan masalah, imajinasi, kreatifitas, dan kemampuan berkomunikasi. Aspek perkembangan bahasa meliputi kemampuan dalam bertanya, kemampuan dalam bercerita, kemampuan menyelesaikan tugas atau masalah, kemampuan mengikuti perintah, penguasaan kosa kata, dan kemampuan berbicara. Aspek perkembangan motorik meliputi kemampuan berjalan dan berlari, melompat, memanjat, melempar, menangkap serta menendang. Aspek perkembangan emosi meliputi kemampuan dalam mengomunikasikan emosinya, pemahaman terhadap diri sendiri, kemampuan dalam mengelola atau mengekspresikan perasaannya. Aspek perkembangan social meliputi knowlage about other people, intimate relationship, friendship, and interpersonal skill. Analisis kecakapan dasar interaksi dan komunikasi subjek.
b. Mengelompokkan kecakapan interaksi dan komunikasi subjek ke dalam tema.
Identifikasi kecakapan interaksi dan komunikasi subjek dilakukan melalui asesmen. Asesmen dilakukan dengan tiga cara, yaitu mengamati subjek selama berada di sekolah, memberi stimulus pada subjek untuk berkomunikasi dengan menggunakan media gambar, serta melakukan wawancara pada guru dan orangtua.
Kecakapan subjek yang diperoleh sementara dan dapat dikelompokkan ke dalam tema terdiri dari tiga tema, yaitu makanan, minuman, dan aneka pilihan chanel stasiun televisi. Tema makanan terdiri dari roma gandum, roma malkis abon, roma kelapa, nasi putih, telur mata sapi, ayam, tahu, tempe, sayur, kerupuk, buah. Tema minuman terdiri dari air putih, susu kedelai, teh panas, jus alpukat, jus mangga, the kotak, susu energen, susu dancow coklat. Tema channel TV terdiri dari logo RCTI, SCTV, TRANS TV, TRANS 7, NET, ANTV, TV ONE, TVRI, GLOBAL TV, MNC TV, KOMPAS TV, dan METRO TV.
c. Membuat media berupa “kode” AAC kecakapan dan komunikasi subjek berdasarkan tema.
Media yang dipilih berupa gantungan kunci bertema. Gantungan kunci yang digunakan merupakan bentuk-bentuk kesukaan subjek seperti bola, mobil, dan alat-alat olahraga. Setiap gantungan kunci memiliki tema, tetapi tema tersebut tidak berkaitan dengan jenis gantungan yang digunakan. Gantungan hanya untuk menarik perhatian subjek agar subjek mau menggunakan media tersebut utamanya untuk berkomunikasi. Tema utama yang dipilih adalah tema makanan, minuman, dan aneka pilihan chanel TV.
d. Mengulang kembali kebenaran “kode” AAC yang ditetapkan di dalam media.
Pengulangan kembali kebenaran “kode” AAC yang telah ditetapkan di dalam media komunikasi AAC dilakukan di rumah. Pengulangan dilakukan dengan bantuan nenek subjek. Pengulangan dimaksudkan untuk memastikan apakah “kode” tersebut dipahami subjek atau tidak. Dalam pengulangan kembali kebenaran “kode” AAC ini terdapat beberapa “kode” yang diubah, dikurangi, dan ditambah.
Perubahan, pengurangan, dan penambahan “kode” tersebut merupakan hasil diskusi ulang dengan nenek subjek dan ujicoba “kode” yang ditetapkan kepada subjek. Setelah adanya perubahan, pengurangan, dan penambahan “kode” tersebut, maka media AAC segera disusun.
e. Mengenalkan media berisi “kode” AAC bertema kepada subjek dan orangtua.
Pengenalan media AAC dilakukan di rumah subjek. Media dikenalkan kepada nenek subjek dan Ibu subjek. Pemilihan Ibu dan Nenek sebagai orang utama yang mengenal media AAC yang dibuat karena nenek dan ibu lah yang selama ini dekat dengan subjek dan lebih banyak berinteraksi dengan subjek.
Melalui pengenalan media ini, orangtua dan nenek juga dijelaskan tahapan-tahapan dalam menerapkan media kepada subjek. Langkah awal penerapan media terdiri dari empat tahapan. Masing-masing tahapan memiliki target, langkah-langkah, dan prediksi hambatan sendiri-sendiri.
f. Menerapkan media AAC berdasarkan tema ke dalam kehidupan sehari-hari.
Penerapan media AAC dibagi kedalam empat tahapan. Tahapan pelaksanaan penerapan media AAC disusun berdasarkan analisis potensi dan kelemahan subjek serta disesuaikan dengan kemampuan nenek subjek.
Kemampuan nenek subjek menjadi pertimbangan karena nenek subjek yang lebih banyak berinteraksi dengan subjek dan nenek subjek pulalah yang akan berperan utama dalam pelaksanaan penerapan media AAC. Tahapan penerapan media AAC akan dijelaskan pada point tahapan pelaksanaan AAC.
g. Menganalisa keefektifan media yang telah diterapkan terhadap komunikasi dan interaksi subjek.
Analisa keefektifan media yang telah diterapkan terhadap komunikasi dan interaksi subjek dilakukan melalui diskusi dengan nenek subjek. Diskusi ini meliputi bagaimana kemudahan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan subjek.
2. Tahapan Pelaksanaan Penerapan Media AAC
Penerpan media AAC terdiri dari 4 tahap, dimana masing-masing tahap memiliki target, langkah-langkah, dan prediksi hambatan yang kemungkinan akan dialami dalam menerapkan media di setiap tahapan. Adapun tahapan pelaksanaan penerapan media AAC adalah sebagai berikut:
3. Hasil Penerapan Media AAC
Terdapat perubahan prosedur dari yang telah direncanakan dengan fakta ketika pelaksanaan penerapan media AAC. Rencana awal dimana dalam satu pertemuan hanya ditargetkan satu tahapan, menjadi satu pertemuan empat tahapan sekaligus. Empat tahapan ini diterapkan untuk satu tema media. Sebagai contoh, pertemuan pertama menerapkan tema makanan dan minuman, pertemuan kedua menerapkan tema channel TV, dan seterusnya.
Pada pertemuan pertama, prediksi hambatan yang akan dialami yakni media AAC yang dijadikan mainan ternyata tidak terjadi. Dalam pelaksanaannya, subjek sangat kooperatif.Subjek nampak sangat tertarik dengan media AAC yang diberikan. Subjek langsung mengidentifikasi berbagai makanan dan minuman yang tertera dalam media sambil berupaya menceritakan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan gambar.
Hambatan lain seperti ketidaksabaran subjek meminta makanan dengan menggunakan media, sikap subjek yang tidak peduli dengan media yang berada di sekitarnya, serta sikap nenek yang tidak sabar menunggu atau tidak kooperatif, ternyata tidak terjadi. Subjek cukup antusias dan sabar menggunakan media yang disediakan, ditambah pula dengan sikap nenek yang kooperatif dan tlaten membimbing subjek. Berikut akan dijelaskan lebih rinci hasil penerapan media AAC yang telah dilakukan kelompok.
Pertemuan pertama penerapan media AAC dilakukan tanggal 21 Oktober 2014 dari pukul 10.30-13.00 WIB di rumah.Pertemuan pertama diawali dengan mengenalkan media yang telah dirancang kepada subjek. Reaksi subjek setelah diberi media tersebut ternyata di luar dugaan. Subjek sangat antusias dan tertarik dengan media yang diberikan.Subjek menunjukkan gambar teh kotak kemudian menunjuk-nunjuk Dewi. Maksudnya, subjek menceritakan bahwa subjek masih ingat kalau kemarin pernah dikasih teh kotak oleh Dewi.
Setelah itu subjek kembali membuka-buka media AAC yang diberikan. Ketika melihat gambar jus mangga, subjek kembali menunjuk-nunjuk gambar jus tersebut berulang-ulang.Dengan bantuan nenek, maksud subjek tersebut dapat diterjemahkan bahwa subjek ingin menceritakan kalau tadi malam minum jus mangga.
Subjek kembali membuka lembar media AAC dan menemukan gambar susu kedelai. Subjek meminta susu kedelai dengan menunjuk gambar pada media AAC. Setelah diberikan, subjek menunjuk-nunjuk kalau yang diberikan sama dengan yang digambar. Dengan kata lain, dapat diartikan bahwa subjek memahami konsep media AAC.
Selesai menunjukkan bahwa minuman yang diminta sama dengan minuman yang ada di gambar, subjek beralih mengambil media makanan. Ketika subjek melihat gambar tahu, subjek ingat kalau tadi nenek masak tahu dan langsung minta makan dengan lauk tahu dengan cara menunjuk-nunjuk gambar tahu sambil menarik tangan nenek menuju ke dapur. Subjek konsekuen dengan apa yang dimintanya. Subjek makan dengan lauk tahu yang tadi dipilihnya.
Sambil makan, subjek masih terlihat antusias membuka-buka media AAC.Melihat gambar lauk ayam, subjek menunjuk-nunjuk gambar tersebut berulang-ulang.Mulanya, observer dan nenek mengira kalau subjek minta makan lauk ayam, tetapi ketika ditanya apakah mau makan lauk ayam, subjek menggelengkan dan memberikan isyarat ingat. Ternyata, maksud subjek menunjuk-nunjuk gambar lauk ayam secara berulang-ulang bukan meminta lauk ayam, tetapi ingin menceritakan bahwa subjek pernah makan dengan lauk ayam.
Selama menyelesaikan makan, subjek masih terus membuka-buka media AAC. Saat melihat gambar susu dancow, subjek menunjuk-nunjuk gambar berulang-ulang sambil mengisyaratkan bahwa dia ingat. Oleh nenek, observer dibantu menterjemahkan maksud subjek, yaitu subjek ingat kalau sore hari selalu minum susu dancow.
Perubahan sikap subjek terjadi ketika subjek melihat gambar energen. Subjek langsung minta dibuatin energen dengan menunjuk gambar energen sambil menarik nenek ke dapur. Nenek dengan sabar memenuhi keinginan subjek sambil berusaha membimbing subjek membuat susu energen sendiri. Sampai langkah ini, sudah mencapai tahap keempat yaitu dengan target subjek mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan bantuan media selama di rumah.
Pada pertemuan pertama ini, observer berkesempatan bertemu dengan Ibu dari subjek. Selama pertemuan, Ibu banyak menceritakan tentang kodisi subjek. Hal pertama yang diceritakan adalah perbedaan pola asuh yang diberikan Ibu dan neneknya. Ibu bersikap tegas terhadap subjek dan selalu membimbing subjek untuk mandiri, berbeda dengan sikap nenek yang selalu menuruti kemauan subjek dan melayani kemauan subjek buakn membimbingnya untuk mandiri dengan alasan tidak ingin repot.
Ibu juga mengungkapkan beberapa potensi kognitif yang dimiliki subjek yang diungkap Ibu dengan mengikuti dan mencoba sendiri hal-hal yang sering dilakukan subjek secara berulang.Potensi kognitif yang berhasil diungkap Ibu yaitu kemampuan subjek dalam menggunakan cermin sebagai media untuk melihat dua objek sekaligus serta kemampuan subjek menggunakan VCD bekas untuk bermain pelangi cahaya. Ibu masih terus berusaha menggali potensi yang dimiliki subjek dengan memanfaatkan waktu bersama seefektif mungkin.
Pada kesempatan ini, Ibu juga mengajarkan subjek untuk menunjuk dulu benda yang diinginkan saat memintanya.Hal ini dimaksudkan agar subjek memperjelas maksud dan keinginannya bukan merengek meminta sesuatu dan oranglain harus menebak keinginan subjek.
Selesai memberikan pembelajaran pada subjek, observer melakukan diskusi dengan Ibu dan nenek.Observer menjelaskan kegunaan media AAC yang diberikan, bagaimana menerapkan media tersebut, serta bagaimana menambah tema pada media tersebut.Bersama dengan Ibu dan nenek, akhirnya disepakati untuk menambah tema baru, yaitu tema channel TV. Tema ini dipilih berdasarkan potensi yang dimiliki subjek yaitu mengenal logo-logo channel TV. Potensi ini didapat berdasarkan observasi yang dilakukan observer dan hasil diskusi dengan Ibu dan nenek.
Media AAC dengan tema channel TV diterapkan pada pertemuan kedua yang dilakukan pada tanggal 25 Oktober 2014. Penerapan media diawali dengan mengenalkan channel-channel yang tertera dalam media.Ketika melihat logo Metro TV, subjek menarik tangan nenek sebagai isyarat minta tolong untuk mengganti channel TV yang sedang ditonton ke channel Metro TV.
Sekian lama menonton channel Metro TV, subjek terihat mulai bosan dan ingin menonton channel lain. Subjek mecari media AAC dan menunjuk-nunjuk logo Trans 7. Ketika salah pindah channel ke trans TV, subjek terlihat marah dan menunjuk-nunjuk logo Trans 7 menandakan bahwa channel yang dipindah salah, tidak sesuai keinginannya.Pada pertemuan ini juga diulang kembali penggunaan media dengan tema makanan dan minuman.Kemampuan subjek dalam menggunakan media terlihat makin baik.
Pertemuan terakhir dilakukan pada tanggal 30 Oktober 2014. Pada pertemuan ini dilakukan wawancara dengan nenek mengenai keefektivan media terhadap komunikasi dan interaksi subjek selama di rumah. Hasil wawancara dengan nenek menunjukkan bahwa setelah adanya media komunikasi tersebut, subjek selalu menunjuk gambar pada media tersebut jika menginginkan makan, minum, ataupun mengganti channel TV. Keefektivan media juga dibuktikan oleh nenek dengan memberikan stimulus agar subjek menggunakan media tersebut sebagai media komunikasi.
Nenek menceritakan bahwa penggunaan media juga sudah dikomunikasikan dengan kedua Om subjek yang tinggal serumah dengan subjek.Kedua Om juga melatih subjek untuk berusaha mengkomunikasikan keinginannya sejelas mungkin, salah satunya menggunakan media AAC yang telah diterapkan.
Pada pertemuan ini juga dijelaskan pada nenek bahwa ini merupakan salah satu media komunikasi subjek yang masih bisa terus ditambah temanya.Nenek juga terlihat antusis dengan bagaimana penerapan media tersebut di sekolah. Kemudian, observer menjelaskan bahwa media juga akan diberikan ke pihak sekolah sebagai mendia komunikasi subjek agar metode yang diberikan antara yang di rumah dan di sekolah sejalan.
BAB IV
KESIMPULAN
Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Agar pesan komunikasi dapat tersampaikan dengan baik, maka dalam melakukan proses komunikasi dibutuhkan keterampilan. Proses terjadinya komunikasi tidak terbatas pada satu keterampilan saja, tetapi juga melibatkan berbagai keterampilan sehingga ketika berbicara tidak hanya dapat mengkomunikasikan keinginan pada orang lain tetapi juga mampu dipahami oleh orang lain.
Terkadang Sebuah proses komunikasi terjadi hambatan atau gangguan. Hambatan atau gangguan tersebut diakibatkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah keterbatasan kemampuan individu dalam menyampaikan pesan. Dari hasil observasi lapangan terdapat seorang subjek yang mengalami kesulitan untuk berkomunikasi. Hambatan komunikasi yang dialami oleh subjek dibuktikan dari hasil asesmen bahasa 2 sampai 4 tahun. Hasil yang diperoleh dari asesmen ini subjek belum bisa berkomunikasi verbal sebagaimana subjek dengan usia tersebut, padalah usia subjek sekitar 15 tahun. Seharusnya pada usia 15 tahun, subjek sudah ada pada tahapan kompetensi penuh. Akan tetapi, subjek hanya dapat mengeluarkan suara yang tidak jelas.
Salah satu metode yang diasumsikan dapat membantu meningkatkan kemampuan komunikasi pada subjek adalah Alternative and Augmentative Communication (AAC), yaitu teknik-teknik yang menggantikan komunikasi lisan bagi individu yang mengalami hambatan dalam bicara atau tidak mampu berkomunikasi secara lisan. Berdasarkan permasalahan yang dialami subjek tersebut dibuatlah media Alternative and Augmentative Communication yaitu gantungan kartu gambar. Media ini berupa kartu gambar yang dibuat pertema, seperti kegiatan sehari-hari, makanan dan minuman. Gambar-gambar tersebut dikelompokan pertema dan diberi gantungan agar menarik perhatian subjek.
Prosedur pelaksanaan penerapan media ACC yaitu: dimulai dengan asesmen perkembangan subjek pada aspek bahasa, motorik, kognitif dan social. Dari hasil asesmen tersebut ditentukan kecakapan kemampuan berbahasa subjek berdasarkan tema. Kecakapan komunikasi yang telah dimiliki subjek tersebut selanjutnya menjadi landsan dalam pembuatan kode AAC. Dari kode kecakapan subjek yang diperoleh dibuat media AAC berupa gantungan kunci gambar bertema. Berdasarkan hasil asesmen dan diskusi dengan keluarga maka tema utama gambar untuk media yang dipilih adalah makanan, minuman dan channel TV.
Selanjutnya dilakukan penyesuaian kode AAC yang telah dibuat. pada tahap ini dilakukan Perubahan, pengurangan, dan penambahan “kode” ACC berdasarkan hasil diskusi ulang dengan nenek subjek dan ujicoba “kode” yang ditetapkan kepada subjek. Kemudian mengenalkan media AAC kepada nenek dan Ibu subjek sebagai partner utama subjek berkomunikasi. Tahap terakhir pelaksanaan penerapan media dalam menganalisa keefektifan media yang telah diterapkan terhadap komunikasi dan interaksi subjek. Analisis keefektifan media dilakukan melalui diskusi dengan nenek subjek untuk mengetahui bagaimana kemudahan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan subjek dengan menggunakan media.
Penerapan media AAC dibagi menjadi 4 tahap, dimana masing-masing tahap memiliki target, langkah-langkah, dan prediksi hambatan yang kemungkinan akan dialami. Pada uji coba penerapan media, terdapat perubahan prosedur yang telah dirancang sebelumnya. Pada rencana awal ditetapkan dalam satu pertemuan hanya ditargetkan satu tahapan,ternyata pada saat uji coba subjek dapat melakukan empat tahapan sekaligus dalam satu kali pertemuan. Dimana empat tahapan ini diterapkan untuk satu tema media. Sikap kooperatif subjek dan nenek dalam penerapan media sangat menentukan keberhasilan uji coba yang dilaksanakan.
Pada pertemuan terakhir dilakukan wawancara dengan nenek. Hasil wawancara menunjukkan bahwa setelah adanya media komunikasi tersebut, subjek selalu menunjuk gambar pada media tersebut jika menginginkan makan, minum, ataupun mengganti channel TV. Keefektifan media juga dibuktikan oleh nenek dengan memberikan stimulus agar subjek menggunakan media tersebut sebagai media komunikasi ketika observer berada di sana.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, observer menyimpulkan bahwa media AAC “gantungan kunci gambar bertema” dapat meningkatkan kemampuan komunikasi subjek AR. Subjek dapat dengan mudah menggunakan media serta dapat melakukan komunikasi interaktif dengan nenek di rumah. Keberhasilan penerapa media AAC yang diterapkan diasumsikan dapat efektif dikembangkan ke dalam tema-tema yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Abadi, R. F. (2011). Pengembangan Media AAC dalam Mengembangkan Keterampilan Komunikasi. (Tesis). Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.
Communication Matters. Shining a light on Augmentative and Alternative Communication. www.communicationmatters.org.uk
Glennen L. S., and DeCoste D.C. 1997. Augmentatif and Alternative Communication. London: San Diego.
Indriati, E. (2011). Kesulitan Bicara dan Berbahasa padda Subjek: Terapi dan Strategi Orang Tua. Jakarta: Renada Media Group.
KATC Webinar. Augmentative and Alternative Communication 101 The Basic.
M. Miftah. 2012. Komunikasi Efektif dalam Pembelajaran. (Online) http://web.unair.ac.id/admin/file/f_35969_komunikasi-2012.pdf
The Scottish Government. 2012. A right to speak Supporting Individuals who use Augmentative and Alternative Communication. Scottish: The Scottish Government.
A. Definisi Augmentative and alternative communication (AAC)
Menurut McCormick & Shane, 1990,Komunikasi alternatif adalah teknik-teknik yang menggantikan komunikasi lisan bagiindividu yang mengalami hambatan dalam bicara atau tidak mampu berkomunikasi melalui bahasalisan.Sedangkan Komunikasi augmentatif adalah kaidah-kaidah danperalatan/media yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi verbal dalam kenyataan hidupsehari-hari (Mustonen, Locke, Reice, Solbrack, dan Lingren, 1991).
Dalam penelitian ahmad dkk 2009 dikemukakan bahwa Augmentative and alternative communication (AAC) adalah media dan metode serta cara yangdigunakan oleh anak/orang yang mengalami hambatan dalam berkomunikasi agar dapatberkomunikasi dengan baik dan lancar dengan orang di sekitarnya. Sejalan dengan pendapat diatas Sumaiyyah Zakaria (2012) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa Augmentative and alternative communication (AAC)adalah istilah yang digunakan untuk semua komunikasi yang tidak percakapan, tetapi digunakan untuk meningkatkan atau untuk menggantikan percakapan. Satu Sistem AAC bermaksud gabungan keseluruhan kaedah yang digunakan untuk komunikasi, sebagai contoh, gerak isyarat, mata menunjuk, vocalizations dan menunjuk simbol.
Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Augmentative and alternative communication (AAC) merupakan suatu bentuk komunikasi yang digunakan atau disediakan atau dipakai serta diperuntukkan bagi orang yang tidak bisa berbahasa lisan.
B. Komponen-komponen Augmentative and alternative communication (AAC)
Augmentative and alternative communication (AAC) memiliki beberapa komponen yang harus diketahui terlebih dahulu sebelum menggunakannya. Dalam wikipedia.org dikatakan bahwa Komponen AAC meliputi: (1) Teknik komunikasi; (2) Sistem symbol; dan (3) Kemampuanberkomunikasi.
1. Teknik Komunikasi
Teknik komunikasi ada dua macam, yaitu: (1) teknik komunikasi tanpa bantuan;dan (2) dengan bantuan. (Vanderheiden & Lloyd, 1986 dalam Kuder 2003).
a. Teknik Komunikasi tanpa bantuan:
Teknik ini tidak memerlukan alat bantu dari luar diri anak dan tidak pulamemerlukan prosedur khusus dalam pengunaannya. Teknik ini menggunakan kaidahberbicara, bahasa isyarat, gesture, dan mimik muka.Kelebihan teknik ini adalah tidak perlu alat Bantu, dengan sendirinyamenjadi lebih murah karena tidak memerlukan biaya, dan mudah ditukar ataudipindahkan. Adapun kekurangannya adalah: pertama, tidak inovatif sehinggakomunikasi di masa depan akan menjadi masalah karena bahasa komunikasi itu terusberkembang; kedua, tergantung pada kemampuan ingatan pengguna; ketiga isyaratsebenarnya sulit dipelajari.
b. Teknik Komunikasi dengan bantuan
Teknik ini memerlukan alat Bantu dan menggunakan prosedur secara rincidalam penggunaannya. Baik alat Bantu ini elektronik maupun non-elektronikmaupun system symbol. Alat bantu ini dari yang sangat sederhana sampai yangpaling canggih, dari papan komunikasi sampai alat bantu bicara sintetik yangmenggunakan komputer. Jadi teknik ini memerlukan obyek fisik yang berupaperalatan bantu komunikasi untuk memudahkan seorang anak berkomunikasi.Kelebihan teknik ini adalah dapat menyampaikan pesan lebih kompleksterhadap kemampuan berbahasa/berkomunikasi bagi pengguna, dan dapat digunakankomunikasi jarak jauh. Adapun kelemahan teknik ini adalah mudah rusak,kehilangan daya (elektronik), perawatan susah, dan lebih mahal.
2. Sistem Simbol
Berbagai sistem simbol telah dibuat dari benda asli (benda sebenarnya), berbentukgambar, dan sistem simbol yang abstrak. Sistem simbol yang abstrak antara lain gambaryang mewakili suatu bentuk atau kejadian (picturial representations), ideographs (ideyang ditampilkan melalui simbol grafis), simbol arbitrari (ide dalam bentuk konfigurasigaris arbitrari), dan lexigrams (sibmol visual-grafis secara arbitrari yang merupakanbentuk-bentuk geometrik). Contoh sisem simbols :
3. Kemampuan berkomunikasi
Prosedur dan alat bantu AAC telah menyediakan peluang terbaik bagi individuyang tidak mampu berkomunikasi secara lisan/verbal untuk dapat berkomunikasi denganorang lain secara baik. Oleh karena itu porsedur dan alat bantu AAC harus digunakansecara optimal. Untuk dapat mengikuti prosedur dan alat bantu dengan baik ABK perlumendapatkan latihan secara intensif dan berkesinambungan.
C. Subjek potensial dalam penggunaan Augmentative and alternative communication (AAC)
Dalam penelitian Ayu Yuliani S, NPM (2012) mengemukakan bahwa subjek yang potensial dalam menggunakan Augmentative and alternative communication (AAC) adalah :
1. Down Syndrome
2. Cerebral palsy
3. Tunagrahita Berat
4. Autism
5. Gangguan Komunikasi
6. Gangguan Pendengaran
kecuali Tunarungu
D. Faktor-faktor dalam memilih Augmentative and alternative communication (AAC)
Pemilihan AAC perlu dipertimbangkan secara matang dengan memperhatikanhambatan komunikasi yang dialami individu. AAC yang dipilih harus dapat diakses olehpengguna secara mudah dan nyaman. Berikut adalah hal-hal yang perlu dipertimbangkandalam pemilihan AAC berdasarkan pendapat Ahmad dkk (2009) :
1. Guessability
Harus mudah dipahami (diterka) dan mudah dibaca, hal ini memperhatikan tingkatkemiripan dan keterwakilan antara simbol yang digunakan dengan item/obyek yangdiwakili.
2. Learnability
AAC harus mudah dipelajari. Hal ini merujuk kepada tingkat kemudahan/kesukaranuntuk mempelajari penggunaan suatu simbol yang dibuat.
3. Generalization
Menggambarkan simbol secara umum, sehingga siapapun yang menggunakannyadapat memahami dengan mudah. Dari anak kecil sampai orang dewasa dapat secaraumum memahami simbol tersebut.
Daftar Pustaka
Ahmad, dkk. (2009). Media Komunikasi Augmentatif Bagi Anak Autis Spektrum Disorder (ASD. Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, hlm 5, 7, 9-10
McCormick & Shane.(1990).Augmentative and alternative communication (AAC) Journal [Online].Tersedia di :http://en.wikipedia.org/wikiAugmentative_and_alternative_communication). Diakses tanggal 23 September 2014
Mustonen, Locke, Reice, Solbrack, dan Lingren. (1991).Augmentative and alternative communication (AAC) Journal [Online].Tersedia di :http://en.wikipedia.org/wikiAugmentative_and_ alternative_communication). Diakses tanggal 23 September 2014
Yuliani, Ayu. (2012).Sistem Komunikasi Augmentatif dan Alternatif untuk Anak-anak dengan Autism Spektrum Disorder (ASD). Jurnal Ilmu Keperawatan, hlm 10
Zakarya, Sumaiyyah.augmentative and alternative communication (ACC) [Online]. Tersedia di http://sumaiyyahzakariaa137439.wordpress.com/augmentative-and-alternative-communication-acc/ . Diakses tanggal 23 September 2014
http://en.wikipedia.org/wiki/Augmentative_and_alternative_communication) diakses tanggal
BAB 1
PEMBELAJARAN BUILDING BLOCK
PEMAHAMAN DASAR DALAM PEMBELAJARAN DAN PERILAKU DI KELAS
Hari terakhir sekolah di Sekolah Distrik Harper United merupakan hari yang patut dirayakan sekaligus direnungkan. Meskipun guru dan siswa sudah menunggu-nunggu liburan musim panas, para siswa merasa sedih karena harus berpisah dengan guru-gurunya, dan perasaan gurupun bercampur aduk ketika menjelang akhir tahun sekolah karena merasa khawatir pada beberapa siswanya. Meskipun para guru berharap semua siswa berhasil di tahun yang akan datang, mereka merasa gelisah memikirkan beberapa siswa yang memiliki kesulitan belajar dan masalah dalam perilaku. Tahun lalu, terdapat beberapa anak yang dalam beberapa hari mereka bisa menjadi sumber kebahagiaan guru, namun di lain hari mereka bisa menjadi sumber frustrasi terhebat.
Guru berpengalaman tahu bahwa siswa-siswa dengan hambatan belajar dan perilaku akan menghadapi perjalanan yang sulit dalam menjalani pendidikannya, maka dari itu mereka membutuhkan perhatian yang konstan dan arahan yang baik untuk berhasil. Salah satu contohnya adalah Ms. Abram, dia menyadari ada sesuatu hal yang berbeda dengan muridnya yaitu Andy siswa kelas tiga.Meskipun Andy dapat berbicara dengan cepat, dia mengalami hambatan dengan motorik kasar dan halusnya. Di taman bermain, bola selalu menggelinding melewatinya. Dia sering kali terjatuh di tangga sekolah. Ketika pelajaran olahraga bermain bola sepak, dia sering terjatuh ketika mencoba menendang bola yang sedang menggelinding. Andy masih belum bisa mengikat tali sepatunya, dan juga masih belum mencoba untuk mengendarai sepeda. Meskipun Ms. Abram sudah dengan rutin melatih Andy menulis tangan, dia hanya menunjukan sedikit perkembangan. Spasinya masih tidak bagus, ukuran huruf tidak konsisten. Pada suatu hari, dia meninggalkan sebuah pesan kepada Ms. Abram yang dia simpan di meja kerja Ms. Abram, bertuliskan : I’ll see you later.” (Lihat Figure 1.1.)
Figure 1.1. Tulisan Andy kepada Ms. Abram: “I’ll see you later”
Mr. Steen, seorang guru kelas empat yang memiliki kekhawatiran terhadap siswanya bernama Ryan. Di awal tahun, Ryan mengawali kelasnya dengan keterampilan membaca yang sangat minim. Dia juga memiliki kesulitan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan dan selalu mengeluh tidak suka sekolah. Dia sangat cepat sekali mengatakan kepada yang lainnya bahwa dirinya dan sekolah itu “bodoh.” Berkat kunjungan rutin di ruang sumber daya, keterampilan membaca, sikap, dan kepercayaan diri Ryan telah berkembang; untungnya, Mr. Steen sangat menyadarinya sejak dini dengan baik, sehingga Ryan dapat melanjutkan usahanya dalam mengerjakan tugas membaca dan menulis di tahun-tahun berikutnya.
Kali ini mengenai Ms. Richards, Ms. Richards memperhatikan Stephanie di taman bermain, dia menyadari Stephanie tidak bisa berintaraksi baik dengan teman sebayanya. Stephanie sering kali berlari ke arah teman-temannya dan dengan sengaja melewati diantara mereka. Ketika teman-temannya menyuruh dia berhenti, dia akan menatap temannya dan mendekat. Akhirnya, teman-temannya akan menjauh dan berkelompok meninggalkan Stephanie yang terus menerus berusaha mencari perhatian. Ms. Richards mencoba membuat situasi yang dapat membantu Stephanie membangun pertemanan, tetapi tampak tidak berpengaruh. Di kelas, Stephanie dapat mengeja, menghafal, dan membaca kata dengan mudah. Dia dapat menceritakan tentang situasi dan informasi yang dia tahu dengan baik. Kadang-kadang, dia bisa terus berbicara walaupun hanya dimulai dengan sedikit poin pembicaraan. Sebaliknya, ketika ditanya mengenai cerita yang baru saja dia baca, Stephanie tidak bisa menjawab apapun. Ketika dia diminta untuk memprediksi jawaban atau mengikuti beberapa arahan, dia sering kali lupa apa yang sedang dia kerjakan dan tidak bisa menyelesaikan tugas.
Selanjutnya adalah Ms. McGrew seorang guru kelas lima yang memperhatikan Katy. Tidak seperti Stephanie, Katy memiliki beberapa teman baik, tetapi memiliki hambatan dalam pembelajaran konsep baru dan kosakata. Meskipun dia dapat menghafal ejaan dengan mudah, dia memiliki kesulitan untuk menggunakannya dalam kalimat. Dia mampu mengingat rumus matematika dengan mudah, tetapi ketika membaca soal cerita, dia akan bertanya, “Apa yang harus aku lakukan? menambah, mengurangi, atau mengalikan?” Diapun sering menjawab pertanyaan di kelas dengan sukarela, tetapi jawabannya sering kali salah. Sebulan yang lalu, ketika Ms. McGrewbertanya kepada siswa-siswanya mengenai apa yang mereka tahu tentang Planet Saturnus, Katy mengangkat tangan dan berkata, “Saturnus itu mobil.” Tahun berikutnya, Katy akan mulai memasuki sekolah menengah dan akan berhadapan dengan enam guru setiap harinya. Ms. McGrew khawatir bagaimana Katy akan mengikuti dan memperoleh pendekatan khusus dan dukungan yang akan dia dapatkan di lingkungan sekolah yang baru.
Ms. Jones kali ini mengkhawatirkan muridnya yang bernama Anthony yang berada di kelas lima. Selama setahun di kelasnya, dia terlihat suka menyendiri, pendiam, dan kurang perhatian. Lebih dari seminggu pertamanya di sekolah, kualitas belajarnya selalu menurun dan sering kali terlihat sedih. Suatu hari Ms. Jones menemukan Anthonysedang bersembunyi di ruang mantel. Ketika dia mengajaknya kembali ke kelas, Anthony menjawab kalau dia tidak mau.
Pikiran Ms. Perry tertuju pada Mark seorang siswa kelas enam. Ms. Perry diam-diam ingin mengadopsinya. Dia tahu kalau Mark memiliki banyak potensi, tetapi setiap sore dia meninggalkan sekolah, dia kembali pada situasi yang kacau, kehidupan rumah yang tidak konsisten. Mark dan kedua saudara laki-laki juga satu saudara perempuannya tinggal di sebuah karavan dengan empat orang dewasa.Setelah Ms. Perry mempelajari lingkungan rumah Mark, dia akhirnya mengerti mengapa Mark tidak pernah menyelesaikan atau mengerjakan pekerjaan rumah dan belajar untuk ulangan mingguan. Menyadari dia tidak mempunyai kendali untuk menangani lingkungan rumah Mark, dia berhenti memberikan Mark pekerjaan rumah dan mengadakan pelajaran tambahan khusus untuk Mark di sekolah sebanyak dua minggu sekali setelah sekolah untuk membantunya menyelesaikan tugas-tugasnya.Suatu hari, Mark berterimakasih kepada Ms. Perry karena sudah menyukainya.
Sementara itu, Mr.Chavez memikirkan Jeremy seorang siswa kelas lima di kelasnya. Guru Jeremy saat kelas satu menggambarkan dirinya “target bergerak yang tidak bisa mengontrol gerakannya.” Meskipun Jeremysudah didiagnosa memiliki attention-deficit/hyperactive disorder (ADHD) dan pernah menerima perawatan medis dan konseling, dia masih memiliki masalah dalam mengikuti arahan dan menyelesaikan tugas.Mr.Chavez percaya bahwa Jeremy bisa melakukan tugas sekolahnya hanya jika dia bisa berkonsentrasi lebih lama dan melihat situasi ketika dia akan melakukan sesuatu. Suatu hari Jeremy pernah melontarkan respon di kelas, “Aku tidak bisa menjaga mulutku.”
Ms. Rhein, seorang guru Bahasa Inggris di SMP. Kali ini yang dia khawatirkan adalah Ben, seorang siswa kelas delapan. Ben menyukai aktifitas fisik dan olahraga. Dia sangat unggul di sepak bola, baseball, dan tenis. Di sekolah, dia dapat menghadapi kegiatan matematika, ilmu pengetahuan alam, dan komputer. Dia suka menggambar sketsa mesin dan mobil yang rumit. Tetapi, Ben tidak menyukai pelajaran yang berhubungan dengan membaca dan menulis. Meskipun dia membaca dengan cukup akurat, kecepatan membacanya sangat lamban. Ketika kebanyakan siswa sudah membaca sampai sepuluh halaman, Ben baru membaca di halaman kedua. Diapun sering kali salah mengeja dalam menulis bahkan kata-kata yang umum sekalipun, seperti thay untuk they. Dia selalu mencoba menghindari tugas menulis sebisa mungkin. Ms. Rhein khawatir bagaimana guru Ben saat dia SMA nanti merespon keterampilan menulisnya yang minim dan juga sikap negatifnya pada tugas menulis.
Seorang guru kelas enam bernama Mr. Arnold, diawal tahun sudah menyadari masalah Maria muridnya,terhadap keterampilan membaca dan mengejanya. Ketika membaca nyaring, dia melewati kata-kata yang sulit dilafalkan. Saat dia mencoba melafalkan kata-kata tersebut, bunyinya tidak sesuai dengan kata-katanya. Mr. Arnold bertanya kepada ibunya Maria apakah pendengaran Maria pernah diperiksa atau tidak dan apakah sudah diyakinkan bahwa Maria tidak memiliki kesulitan pendengaran. Ibunya Maria mengatakan bahwa Maria pernah beberapa kali mengalami infeksi di telinganya ketika saat masih berada di pra sekolah. Ibunya juga mengatakan dia biasanya menghabiskan waktu tiga hingga empat jam setiap malam untuk mengerjakan perkerjaan rumahnya. Mr. Arnold tahu betul bagaimana Maria berusaha keras menghadapi tugas yang ada, tetapi keterampilan membaca dan mengejanya masih sangat tertinggal dibandingkan teman sekelasnya.
Ms. Handler memiliki siswa kelas enam bernama Samuel yang selalu mendapati masalah setiap hari. Dulu, Samuel pernah mengambil perhiasan dan uang milik siswa lain bahkan kusen pintu di dinding kelas. Ms. Handler harus memeriksa tas Samuel setiap hari untuk memastikan apakah barang-barang yang berada di tasnya adalah benar miliknya. Dia pernah dihukum dua kali disekolah, yang pertama karena menyalakan petasan di sekolah dan yang kedua karena membawa pisau lipat. Baru-baru ini, ketika dia diminta guru untuk menyingkirkan topi di bangkunya, dia menolak. Ketika permintaan diulangi, dia mengambil kursi lalu dilemparkan ke gurunya. Minggu lalu waktu istirahat, dia mengunci dua anak di lemari penyimpanan alat seni.
Satu cerita lagi dari Dr. Mantellyang memiliki kekhawatiran terhadap John, seorang junior di kelas sejarah Amerika. Meskipun John antusias dalam belajar dan selalu menyelesaikan pekerjaan rumahnya, dia tampak memiliki keterampilan belajar yang kurang dan bermasalah dalam menangkap konsep. Dia selalu menyelesaikan pekerjaan rumah tetapi tidak pernah lulus dalam ulangan. Ketika dia sukarela menjawab pertanyaan di kelas, jawabannya menunjukan kurangnya pemahaman yang dia miliki. Nyatanya, seperti “swiss cheese knowledge” dimana seperti dia memahami beberapa hal tetapi tidak ada dasarnya. Suatu hari di kelas, ketika dia diminta menyebutkan nama negara yang berbatasan dengan Amerika Serikat di sebelah utara dan dia menjawab “Inggris.” Ketika dia diminta bahan apa yang digunakan untuk membuat kertas, dia menjawab “sodium.” John memiliki kesulitan yang parah dalam memahami konsep yang diperkenalkan di kelas ilmu pengetahuan alam, seperti perbedaan antara meiosis dan mitosis. Bahkan dengan les di rumah sebanyak tiga kali dalam satu minggu, John tidak bisa paham atau menguasai konsep untuk dapat lulus dalam ulangan.
Untuk guru di sekolah umum, guru SLB, atau psikolog yang sudah mengajar beberapa tahun atau berhadapan dengan anak dengan kesulitan belajar dan masalah perilaku dalam kapasitas tertentu, ragam karakteristik yang sudah disebutkan dan diceritakan oleh berbagai guru ini mungkin akan terdengar tidak asing, dan para pendidik yang masih dalam pelatihan pun akan segera mengenali karakteristik-karakteristik ini dengan baik. Semua siswa memiliki gaya dan kemampuan belajar yang berbeda-beda. Alasan mengapa satu anak memberontak pun berbeda-beda dan kesulitan belajar juga perilaku tidak bisa ditangani dengan cepat atau mudah.
Buku ini bukan buku pengantar tentang kesulitan belajar dan masalah perilaku di kelas seperti pada umumnya. Meskipun macam-macam permasalahan dalam belajar dan berperilaku dan cara-cara untuk menilainya secara informal dalam buku ini juga digambarkan, yang menjadi pokok utama di dalam buku ini diantaranya adalah mengidentifikasi perkembangan, kemampuan belajar dan perilaku pada anak, dan menentukan strategi dan teknik di lapangan yang paling efektif untuk membantu siswa berhasil di sekolah. Seperti yang sudah digambarkan mengenai keragaman siswa sebelumnya, setiap siswa memiliki gaya belajar dan persoalan yang unik. Dengan tingkat kesadaran dan pemahaman yang tinggi terhadap profil siswa dalam kelemahan dan kelebihannya yang unik, hal ini dapat membantu pendidik dalam membantu mengembangkan kemampuan setiap anak agar berhasil di sekolah.
BUILDING BLOCK DALAM PEMBELAJARAN
Ketika anak memberontak di sekolah, hal pertama yang harus guru lakukan adalah mencari tahu dan menggaris bawahi hal yang berkaitan dengan hambatan belajar dan perilaku tersebut karena ketika seorang anak berulah, alasannya mungkin akan sulit terlihat. Sama halnya ketika seorang anak gagal atau menolak menyelesaikan tugas, jarang alasannya hanya dikarenakan kurangnya motivasi. Rendahnya motivasi pada siswa lebih sering muncul sebagai gejala kedua akibat kesulitan sekolah yang sudah kronis. Setelah beberapa tahun menghadapi siswa, kami beserta para psikolog sekolah, guru SLB dan umum, dan orang tua telah mengembangkan dan merevisi sebuah kerangka sederhana untuk menjelaskan alasan seorang anak memiliki masalah dalam belajar dan berperilaku di kelas. Kerangka ini dinamakan Pembelajaran Building block (Goldstein & Mather, 1998). Meskipun maksudnya serupa dengan kerangka awal kita, edisi kedua ini juga berisi kuisioner yang sudah diperbaharui dan direvisi.
Usaha kami untuk mengembangkan model kerja dalam permasalahan kelas dikombinasikan dengan pengalaman profesional, membawa kami untuk menyimpulkan hambatan belajar dan perilaku di kelas dapat direpresentasikan ke dalam tiga tingkatan yaitu, kerangka triangular yang merefleksikan kemampuan dasar, kemampuan memproses simbol atau persepsi, dan kemampuan konseptual atau berpikir. Bab ini memperkenalkan pembelajaran model building blocks. Bab kedua mengulas landasan teori untuk model tersebut.
Meskipun model building block belum besar, dengan evaluasi berbasis penelitian, kami konsisten mengembangkannya dengan melakukan penelitian baru, observasi, mengumpulkan laporan dari orang tua, guru, juga spesialis selama bertahun-tahun. Model ini memberikan jembatan antara peneliti dan pendidik di lapangan. Maksud dari model ini adalah untuk membantu pendidik meningkatkan pemahaman dalam berbagai macam alasan mengapa anak memberontak di sekolah, dan lebih penting, cara para professional untuk membantu siswa-siswa ini.
Model ini, dipresentasikan di figure 1.2, berisi sepuluh block yang ditumpuk kedalam bentuk piramid. Dasar dari piramid ini adalah lingkungan pembelajaran atau variabel eksternal yang termasuk tempat tinggal anak, sekolah, dan lingkungan kelas. Sepuluh block di dalam
piramid dibagi ke dalam tiga kelompok yang berbeda. Dasarnya merupakan empat foundationalblock(dasar): atensi dan pengaturan diri, emosi, perilaku, dan kepercayaan diri. Di tingkat menengah berisi kumpulan tiga symbolic block(simbol): fonologi, untuk proses fonologi; ortografi, untuk proses mengeja; dan motorik, untuk proses motorik. Tingkat paling atas berisi tiga conceptual block(konseptual)diantaranya bahasa, untuk pola pikir berbahasa; gambar, untuk pola pikir dengan gambar; dan strategi, untuk pola pikir berstrategi. Meskipun semua block memiliki ukuran yang sama, terdapat beberapa block yang lebih penting dari block yang lain untuk beberapa macam pembelajaran tertentu.
Banyak masalah pembelajaran dan perilaku di kelas pada umumnya dapat direpresentasikan, digambarkan secara jelas, dan kemudian dipahami melewati penggunaan model ini. Kami akui bahwa tidak semua kemampuan dapat diterangkan di model ini; kami pun mengenal bahwa pembelajaran merupakan proses interaktif dan block-block bukan merupakan unit yang memiliki ciri tersendiri tetapi lebih mencakup keterkaitan, faktor interaktif, dan kemampuan. Meskipun pembelajaran tidak terdiri dari keterampilan yang terisolasi, pemahaman guru terhadap keunikan dari variable afektif, sikap, kognitif, dan linguistik yang mempengaruhi perkembangan dan prestasi di sekolah dapat membantu pendidik untuk memahami bermacam ragam LD, gangguan perilaku, dan kemudian merancang atau menentukan intervensi akademik dan bagaimana cara menyikapinya.
LINGKUNGAN BELAJAR
Secara simbolis, yang menjadi dasar dari piramid adalah lingkungan belajar. Hal ini termasuk dukungan yang diberikan untuk siswa di rumah dan sekolah serta layanan khusus seperti terapi bahasa lisan atau terapi dengan pekerjaan tertentu yang diterima oleh siswa. Sangat jelas, masalah belajar dan perilaku anak dapat diperburuk oleh faktor organisasi rumah. Contohnya, kurangnya dukungan dari orang tua disertai dengan keadaan rumah yang kacau memiliki dampak yang signifikan pada jati diri dan emosi Mark untuk mengatasi tugas-tugas akademiknya. Meskipun kenyataannya lingkungan rumah merupakan pengaruh yang kuat pada prestasi sekolah, yang menjadi fokus utama di dalam buku ini adalah lingkungan belajar di sekolah. Guru di kelaslah yang paling bertanggung jawab untuk membuat dan memelihara lingkungan kelas sehingga siswa merasa dihargai dan didukung secara akademis, emosional, sosial.
FOUNDATIONAL BLOCK
Foundationalblockmenyediakan sistem pendukung untuk semua pembelajaran. Sama halnya seperti struktur bangunan yang harus kuat untuk memopong rumah, keempat block ini harus kuat untuk menciptakan pembelajaran yang efisien. Berikut ini adalah penjelasan jelas mengenai keempat block tersebut.
Atensi dan Pengendalian Diri Block atensi dan pengendalian diri meliputi hal-hal kritis dalam pembelajaran diantaranya; kemampuan anak dalam menyimak, pengendalian diri dalam bersikap, dan kontrol impuls. Mr. Chavez mengetahui bahwa kesulitan yang paling mendasar pada Jeremy adalah kesulitan atensi dan sikap yang bertangkai dari kurangnya kemampuan pengendalian diri dan sikap implusif menghalangi dia untuk fokus pada pembelajaran dan melakukan tugas sekolahnya. Jeremy memiliki masalah dalam mempertahankan usaha gigih dan mudah terbagi-bagi perhatiannya ketika sedang menyelesaikan tugasnya. Contohnya, dia selalu mengganggu teman-temanya yang lain.
Emosi Building block emosi meliputi temperamen anak dan suasana hati mereka. Block ini mengacu kepada gangguan internalisasi dimana kondisinya seperti depresi, gelisah, dan kurangnya motivasi. Gangguan ini secara signifikan berpengaruh pada kemauan belajar, sikap, dan prestasi anak di sekolah. Contohnya, seperti Ben yang selalu menolak untuk belajar membaca dan mengeja. Kesulitan-kesulitan ini berpengaruh kepada sikap dan kemauan dia untuk melakukan tugas yang membutuhkan membaca dan menulis.
Perilaku Building blockperilaku meliputi tindakan-tindakan siswa yang tersembunyi dan terbuka, termasuk kemampuan sosialisasi dan beradaptasi. Gangguan perilaku, sikap memberontak, dan kontrol emosi adalah contoh-contoh gangguan eksternalisasi yang mempengaruhi interaksi antara guru dan teman-temannya. Perilaku Samuel menyebabkan reaksi negatif dari teman-temannya. Dia sering mendorong temannya, atau, tanpa provokasi, melemparkan buku temannya ke lantai. Ms. Handler telah mencoba mengimplementasikan beberapa intervensi, termasuk memindahkan bangku Samuel jauh dari teman-temannya atau menyetrapnya, tetapi perilaku mengganggunya masih terus berlanjut.
Kepercayaan Diri Building block kepercayaan diri berhubungan dengan bagaimana siswa mempersepsikan dirinya dan faktor apa yang dapat membawa mereka ke keberhasilan atau kegagalan. Kepercayaan diri merupakan sikap yang dapat dipelajari, dikembangkan, dan didapatkan dari feedback orangtua, guru, dan teman-teman. Kepercayaan diri yang kurang dalam akademik dapat berpengaruh pada kemauan siswa untuk menyelesaikan tugas yang sulit. Maria, seorang siswa kelas enam, menulis komentar di jurnalnya (lihat figure 1.3). Secara jelas, dia penolakannya terhadap menulis dan mengeja berpengaruh kepada persepsi dirinya. Karena kesulitan-kesulitan ini, Maria mulai mempercayai dirinya bahwa dia tidak bagus dalam apapun.
Figure 1.3 Komentar Maria Dalam Jurnalnya
Untuk berhasil di sekolah, seorang anak membutuhkan dukungan dari lingkungan kelas, kemampuan memperhatikan/menyimak, emosi yang sehat, disiplin diri, dan pandangann positif terhadap diri sendiri dan sekolah. Kekuatan dalam block dasar membantu siswa mengimbangi kesulitan yang dia miliki dengan belajar untuk tetap gigih dalam menghadapi tugas yang sulit. Lemahnya block dasar dapat berdampak kepada prestasi sekolah dan menjadi faktor yang merugikan, contohnya seperti gelisah atau depresi yang dapat mengurangi kemauan anak untuk belajar. Dasar block yang kuat tidak menjamin anak untuk meraih kesuksesan di sekolah .Beberapa anak sudah mendapatkan dukungan di rumah dan sekolah, perhatian, bahagia dapat beradaptasi dengan baik tetapi tetap terjadi pemberontakan yang disebabkan oleh kelemahan kognitif dan linguistic yang spesifik dalam block symbol atau konseptual yang terdapat di dalam pyramid.
SYMBOLIC BLOCK
Symbolic block yang berada di tingkat ke dua di dalam pyramid melibatkan proses informasi melalui indra-indra. Kemampuan block-block ini adalah dapat membantu anak memperoleh akses untuk memproduksi, mengingat, dan mendapatkan kembali informasi tentang aspek simbolis pada bahasa. Banyak istilah-istilah yang sudah digunakan bagi anak-anak yang memiliki prestasi yang kurang di sekolah, termasuk LD, underachievement, kesulitan belajar, disleksia, dan gangguan perkembangan spesifik (Hinshaw, 1992).
Pada umumnya, kemampuan dari symbolic block ini berpusat kepada kesulitan yang sangat berdampak kepada perkembangan kemampuan dasar atau penggunaan sistem pengkodean dalam bahasa seperti: decoding (contoh: mengidentifikasi kata), encoding (contoh: mengeja), dan motor coding (contoh: menulis dengan tangan). Issacon (1989) dengan jitu membedakan antara peran sekertaris dan penulis dalam proses menulis. Sekertaris mengatur hal-hal mekanis dalam penulisan, seperti pengejaan, tanda baca, dan tulis tangan (contoh: kemampuan terpengaruh pada kelebihan dan kekurangan dalam symbolic block), sedangkan penulis merumuskan, mengorganisasikan, dan mengekspresikan ide (contoh: kemampuan terpengaruh pada kelebihan dan kekurangan dalam block konseptual).
Beberapa anak memiliki masalah dalam tugas fonologi (contoh; kata-kata berima, mengidentifikasi suara diskrit dalam kata) atau dengan aspek dalam verbal memori (contoh; mencoba mengingat kembali nama-nama hari atau bulan dengan urutan yang benar). Beberapa anak yang lain memiliki masalah dalam hal yang berhubungan dengan ortografi atau aspek yang lebih visual dalam dalam pembelajaran membaca atau mengeja, seperti mengingat bagaimana caranya menulis huruf b atau bagaimana mengeja unsure tidak teratur dalam kata. Beberapa anak yang lainnya lagi memiliki kelemahan dalam aspek motorik dalam pembelajaran seperti Andy yang memiliki kesulitan dalam menggunting atau membentuk huruf. Anak-anak yang memiliki kelemahan dalam block-block ini sering didiagnosa mengalami LD. Keterampilan-keterampilan dalam symbolic block sangat bergantung kepada memori. Akhirnya, kemampuan-kemampuan ini menjadi semakin otomatis karena kinerjanya lebih efisien dan tanpa kesulitan. Deskripsi yang jelas mengenai keterampilan-keterampilan di dalam block tersebut akan dinyatakan sebagai berikut.
Proses Fonologi Kemampuan utama dalam block proses fonologi adalah phonological awareness dan short-term memory verbal. Phonological awareness adalah kemampuan berbahasa oral untuk memahami struktur suara dalam lisan. Kemampuan ini memungkinkan seseorang untuk memanipulasi bunyi bahasa. Seperti siswa yang belajar bahasa alfabetis seperti Bahasa Inggris, langkah pertama yang sulit adalah mengetahui atau menyadari bahwa bahasa lisan dapat dibagi atau diurutkan ke dalam serangkaian suara diskrit, kata-kata, suku kata, dan fonem atau unit terkecil dalam bunyi. Dalam kebanyakan kasus, kesadaran ini berkembang secara berangsur selama pra-sekolah dan sekolah dasar. Kesulitan Maria dalam membaca dan mengeja disebabkan oleh kesadaran fonologinya yang kurang . Dia memiliki masalah dalam membedakan bunyi suara yang mirip dan sering kali menghilangkan bunyi ketika mengeja kata atau akan bingung di beberapa bunyi, seperti menulis f untuk bunyi /v/.
Short-term memory verbal menunjukan kepada kemapuan mengulang kembali informasi yang baru saja didengar. Kemampuan tipe ini dibutuhkan untuk mengikuti arah di kelas atau menulis catatan ketika sedang diterangkan oleh guru. Kesulitan mengingat juga terkait dengan mengingat hafalan, seperti belajar nama-nama huruf atau table perkalian. Dalam kasus tertentu, kesulitan beberapa siswa sangat berkaitan dengan memori. Selain itu, masalah dengan tugas short-term memory lebih berpengaruh kepada kelemahan dalam atensi atau bahasa. Meskipun Maria mengalami masalah dengan bunyi bahasa, dia tidak masalah dengan mendengarkan, mengulang, dan mengikuti arahan.
Proses Ortografi Dalam arti umum, ortografi mengarah kepada sistem menulis dalam bahasa, termasuk tanda baca, huruf capital, dan bentuk ejaan. Dalam arti sempit, ortografi mengarah kepada persepsi dan memori pada rangkaian huruf dan bentuk kata. Kemampuan ini, sebagai kesadaran ortografis, memungkinkan seseoranguntuk membentukrepresentasi mentaldaripenampilanhuruf atau kata. Selain itu, sensitifitas dalam ortografi membantu seseorang menjadi sadar dengan bentuk ejaan dan bagian-bagian kata yang umum maupun aturan tentang rangkaian kata yang legal dan kombinasi yang ada dalam bahasa. Contohnya, kebanyakan siswa kelas satu dapat mempelajari dengan cepat bahwa huruf ck dapat ditempatkan di akhir kata untuk membuat bunyi /k/ tetapi tidak bisa diakhir kata.
Bagian yang lain dalam block ini meliputi automatic retrieval, atau kecepatan dalam mengenal huruf dan kata. Kemampuan ini butuh mengingat kosakata dengan cepat secara visual untuk membaca dan mengeja. Anak dengan kelemahan awal pada block ini biasanya memiliki kemampuan membaca dan mengeja yang rendah. Faktanya, masalah utama Ben dalam membaca dan mengeja dikarenakan kurangnya kesadaran ortografi dan persepsi kata yang lambat.
Beberapa kemampuan lebih kompleks dan meliputi dua block atau lebih., seperti working memory. Working memory mengarah kepada kemampuan untuk menangkap informasi dan menyususnnya dengan cara yang ditentukan. Contoh sederhananya, minta seseorang untuk mendengarkan rangkaian angka dan sebutkan kembali sesuai dengan urutan. Kemampuan tipe ini membutuhkan short-term memori verbal seperti kemampuan memvisualisasi dan menyusun kembali angka-angka.
Proses Motorik Block motorik terdiri dari dua tipe keterampilan yaitu motorik kasar, kemampuan yang melibatkan derakan otot seperti yang digunakan ketika melompat dan berlari, dan motorik halus, yang melibatkan otot kecil seperti yang digunakan dalam menulis dan menggambar. Seorang anak bisa memiliki kelebihan dan kelemahan pada kedua tipe ini antara salah satu atau kedua-duanya. Sebagai contoh, anak yang mahir bermain sepak bola belum tentu dapat menghasilkan tulis tangan yang rapih. Selain itu, motorik halus dapat dibagi menjadi dua jenis: kemampuan yang melibatkan produksi symbol (contoh: menulis huruf dan angka) dan kemampuan ekspresi artistic (contoh: menggambar). Beberapa anak dapat menggambar ilustrasi dengan baik tetapi kurang bagus dalam meproduksi symbol. Kesulitan memproduksi symbol yang dibutuhkan untuk menulis ini mengarah kepada disgrafia. Contohnya seperti Andy memiliki kelemahan dalam motorik halus dan kasar. Di dalam buku ini, kami fokus kepada kemampuan motorik halus karena lebih relevan dengan prestasi di kelas.
Pada umumnya, kemampuan pemoresesan yang kuat membuat pembelajaran dini menjadi lebih mudah dan membuat anak-anak untuk melakukan pekerjaan layaknya sekertaris seperti mencatat, menghafal fakta matematika, atau kemampuan mengidentifikasi kata dengan akurat dan lancar. Sekali seorang anak sudah mempelajari tugas dimana membutuhkan latihan yang berulang-ulang, kemampuan ini otomatis akan meningkat, tentu saja dengan disertai sedikit pemikiran dan usaha. Sebagai contoh, ketika anak sudah belajar membaca kata, kata tersebut akan dia kenal ketika dia menemuinya.
Kemampuan-kemampuan di dalam block ini membantu anak-anak dalam melakukan berbagai macam tugaqs, tetapi kemampuan-kemampuan ini sendiri tidak juga menjamin kesuksesan di sekolah. Beberapa anak ada tidak memiliki kesulitan dalam belajar membaca, mengeja, dan menyelesaikan soal matematika. Anak-anak ini menyelasaikan tugas simbolis dengan mudahnya, tetapi, ketika kurikulum mulai mempercepat dan anak-anak harus membaca untuk belajar, mereka menolak karena kurangnya kemampuan konseptual dan linguistic. Mereka mungkin bisa mahir dalam matematika dasar tetapi menolak matematika yang lebih kompleks atau rumit karena memiliki kesulitan dalam mempertimbangkan dan mengkonsep informasi. Dalam model kami, kesulitan-kesulitan ini berhubungan dengan block konseptual.
CONCEPTUAL BLOCK
Puncak dari pyramid adalah kemampuan konseptual: berpikir dengan bahasa, gambar, dan strategi. Kemampuan dalam conceptual block membantu anak-anak untuk memahami makna, hubungan, memvisualisasikan desain yang kompleks, dan menerapkan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya untuk mereka gunakan dalam mengerjakan tugas akademik.
Kemampuan Bahasa Kemampuan bahasa melibatkan tugas seperti memahami apa yang dia dengar, memahami teks tertulis, mengekspresikan ide lewat lisan dan tulisan, dan belajar menggunakan menggunakan kosakata baru. Siswa-siswa yang memiliki kelebihan di bahasa cenderung bebicara lebih cepat dan memiliki pembendaharaan kata yang lebih daripada yang lain. Siswa-siswa yang memiliki kelemahan dalam bahasa sering mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas yang melibatkan pemahaman atau memproduksi sebuah teks. Katy memiliki kelemahan dalam bahasa, dan jawabannya sering sekali salah. Suatu hari, Ms. McGrew memperlihatkan sebuah gambar empat batang pohon kepada Katy dan bertanya kepadanya, “Setengah dari pohon-pohon ini ada berapa?” Katy bertanya sambil menggambar garis horizontal membelah gambar pohon-pohon tersebut tepat di tengahnya, “Maksudnya kalau dipotong seperti ini?”
Kemampuan Visual Kemampuan visual diantara lain memproduksi bentuk visual atau desain yang kompleks dan juga memahami atau menilai hubungan spasial. Beberapa anak-anak ada juga yang memiliki kesulitan lebih dalam tugas nonverbal daripada yang melibatkan bahasa. Anak-anak ini cenderung memiliki kesulitan dalam menangkap konsep matematika. Selain itu, mereka juga memiliki masalah dalam perkembangan kompetensi social, pengenalan, evaluasi, dan interpretasi gesture dan ekspresi. Stephanie memiliki banyak masalah dalam menginterpretasikan ekspresi dan tidak bisa membaca perasaan orang lain. Block ini mewakili beberapa masalah mengasosiasikan dengan apa yang sering disebut LD nonverbal.
Kemampuan Strategi Kemampuan strategi meliputi kemampuan berpikir, atau mengarah pada metacognition. Block ini teridiri dari fungsi seorang eksekutif yang biasanya memimpin semua kegiatan kognitif dan kemampuan untuk merencanakan, mengorganisasi, memonitori, mengevaluasi, dan merefleksi pada pembelajaran diri seseorang. Kelebihan block ini diantaranya dapat menolong siswa menjadi memiliki tujuan dan kontrol diri untuk lebih terarah dalam mencapai tujuan. Pada akhirnya, jika siswa-siswa memiliki strategi, pelajar yang berorientasi pada tujuan, biasanya mereka mampu mengimbangi dan menyesuaikan kelemahannya di beberapa area.
Bagaimana Block-Block Bekerja Sama
Dalam pemikiran tentang kemampuan belajar dan perilaku siswa, seseorang dapat memahami peranan bahwa kelemahan spesifik pada satu block atau lebih dapat mempengaruhi kesulitan di sekolah. Ryan memiliki kelemahan dalam symbolic block, dimana berkaitan dengan kesulitan membaca Ryan dan sekaligus mempengaruhi kepercayaan dirinya. Katy memiliki kelemahan dalam conceptual block, dan dia mengalami kesulitan dalam memahami tugas yang berkaitan dengan bahasa dan pertimbangan. Jeremy memiliki kesulitan dalam foundationalblock yaitu atensi dan pengaturan diri. Di lain sisi, meskipun Ben dapat memproduksi sketsa yang rumit seperti sketsa mesin dan membongkar pasang mesin motor, dia memiliki masalah dalam mengeja bahkan dalam kata-kata yang umum. Selain itu, Ben juga sulit mengungkapkan perasaan dalam kata-kata. Kesulitannya dalam mengeja juga berdapampak buruk pada semua tugas menulis. Beralih kepada Mark, dia datang dari lingkungan rumah yang tidak baik dimana tidak tersedianya sarana dan waktu belajar untuk Mark.
Ketika block-block tersebut bersatu dalam satu model, seseorang dapat memahami bagaimana gaya belajar dan perilaku unik dalam setiap anak, juga sistem support dan lingkungan anak, dapat berdampak pada keberhasilan di sekolah. Ketika menyadari karakter unik pada setiap anak, tujuan yang harus diutamakan adalah mengidentifikasi kelebihan spesifik pada anak dan bagaimana kelebihan tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi; kedua adalah mengidentifikasi kelemahan dan kemampuannya agar bisa memberikan akomodasi dan rencana instruksional yang sesuai dan dapat dikembangkan juga diimplementasikan.
PROFIL UMUM
Dari hasil penelitian kualitatif, telah teridentifikasi perbedaan pada kesulitan pada setiap anak dan banyak juga ditemukan kombinasi yang berbeda dari keterampilan yang ada. Slogan “one size fits all” atau satu ukuran cukup untuk semua orang tidak mengaplikasikan kemampuan atau hambatan belajar anak. Ketika merancang intervensi akademik dan perilaku pada siswa secara spesifik, slogan yang lebih akurat adalah “one size fits one” satu ukuran cukup untuk satu orang. Kami telah menemukan beberapa profil umum yang sering muncul. Lima macam profil umum yang sering muncul akan digambarkan secara gamblang sebagai berikut.
Kelebihan dalam Simbolic dan Conceptual Blocks, Kelemahan dalam Foundational Blocks, dan Lingkungan yang Tidak Mendukung
Beberapa anak memiliki kemampuan bahasa, membandingkan, memproses, atau hal-hal lain yang dibutuhkan untuk prestasi sekolah, tetapi terhambat oleh persoalan emosi dan perilaku. Kesulitan-kesulitan yang dialami anak di sekolah dapat terkait dengan kelemahan dalam foundationalblocks. Siswa yang mengalami masalah dalam atensi atau masalah serius dalam emosi dan perilaku memungkinkan dirinya memiliki kesulitan untuk belajar. Anak lain mungkin pulang ke rumah setiap sore dalam keadaan rumah yang kacau atau sangat menekan. Gangguan yang konstan ini dapat mengurangi kemampuan anak dalam menerima instruksi. Dimasa yang akan datang, ketika persoalan atensi, emosi, atau sosial pada anak-anak sudah dialamatkan dan diselesaikan, anak-anak ini dapat berhasil di sekolah.
Kelebihan dalam Foundational Block dan Conceptual Block, Kelemahan dalam SymbolicBlock, dan Lingkungan yang Mendukung
Beberapa siswa memiliki kemampuan bahasa, berpikir, dan atensi di atas rata-rata, juga hidup di rumah yang mendukung dan belajar dalam didikan lingkungan sekolah. Walaupun mereka memiliki banyak kemampuan, mereka memiliki kelemahan dalam symbolicblock yang berpengaruh kepada kemampuan berlajar dan mengingat informasi spesifik. Meskipun anak-anak ini dapat menyesuaikan diri dan termotivasi dengan baik, mereka memiliki kesulitan dalam tugas sekolah yang membutuhkan hafalan dan daya ingat, seperti membaca kata, mengeja, atau menghitung. Mereka lambat untuk berkembang secara otomatis dalam membaca kata dan mengeja dan bisa saja terdiagnosa sebagai pengidap disleksia, diskalkulia, atau disgrafia (membaca spesifik, matematika, atau kemampuan menulis). Dengan pemahaman dan sistematis, intervensi intensive, dan juga penyesuaian kulikuler dan akomodasi selama mereka bersekolah, anak-anak ini akan berhasil.
Kelebihan dalam Foundational dan Symbolic Block, Kelemahan dalam ConceptualBlock
Siswa yang memiliki kelemahan dalamconceptualblock akan mengalami kesulitan dalam tugas yang melibatkan kemampuan berpikir dan bahasa. Siswa-siswa ini memiliki kesulitan tertentu dalam menyelesaikan tugas yang berkaitan dengan pemahaman, mengekspresikan ide, dan problem solving. Berbeda dengan yang satu ini, karena memiliki kelebihan dalam symbolicblock, mereka dapat mengingat ejaan kata dan rumus matematika dengan mudah tetapi memiliki masalah dalam mengaplikasikan keterampilan dalam masalah di kehidupan nyata. Kurikulum yang sudah dimodifikasi dan diadaptasi dipasangkan dengan terapi secara langsung dalam penggunaan bahasa dan aplikasi dalam strategi dapat membuka peluang berhasil di sekolah untuk siswa-siswa ini.
Kelebihan dalam ConceptualBlock, Kelemahan dalam Symbolic dan Foundational Block
Beberapa anak yang memiliki kelebihan dalam berpikir dan membandingkan memiliki kelemahan dalam memproses dan mengikuti informasi. Contohnya, beberapa anak yang mengidap LD sering menerima dignosis ganda yaitu LD dan ADHD. Di sisi lain, siswa LD sering kali memiliki kepercayaan diri yang rendah atau masalah emosi dan perilaku. Masalah ini berpengaruh pada turunnya motivasi dan prestasi di sekolah.
Kelebihan atau Kelemahan yang Signifikan dalam Satu Block
Beberapa siswa unggul di satu are. Meskipun Ben dulu memiliki masalah dalam membaca dan menulis, dia adalah atlet yang sangat berbakat. Dia berhasil dalam olahraga dimana hal ini membantu dia memandang hal positif dalam dirinya. Maria memiliki masalah dalam bunyi bahasa tetapi tidak dalam menyelesaikan tugas yang mebutuhkan berpikir dengan bahasa. Kemampuan dirinya yang kuat untuk menggunakan bahasa membuat dia belajar dengan mendengar dan mengkompensasi sesuatu pada masalahnya terhadap fonology.
Siswa yang lainnya lagi memiliki kelemahan yang signifikan hanya dalam satu area yang seringkali mengakibatkan diagnosa spesifik dan kelayakan untuk pelayanan khusus. Contohnya, siswa yang memiliki kelemahan spesifik dalam fonology mungkin dapat didiagnosa mengalami disleksia. Siswa dengan masalah parah dalam keterampilan motorik dapat diklasifikasikan ke dalam gangguan integrasi sensor motorik atau disgrafia. Sama halnya, seorang siswa dengan masalah atensi yang serius dapat diklasifikasikan mengalami ADHD. Siswa yang memiliki masalah dalam perolehan bahasa atau dapat diklasifikasikan mengalami gangguan bahasa. Siswa yang memiliki kelemahan berat dalam satu domain seringkali membutuhkan intervensi yang intensif dan sistematis agar dapat berhasil di sekolah. Maria, Jeremy, dan Andy adalah contoh siswa-siswa yang jelas memiliki kelemahan dalam satu area. Untuk mengkompensasi, anak-anak ini harus belajar bagaimana cara mengandalakan kelebihannya.
KUISIONER BUILDING BLOCK
Kuisioner building block, ditampilkan dalam lampiran di akhir bab ini, dirancang untuk membantu pendidik menunjuk secara informal dan tepat mengenai kelebihan dan kelemahan siswa untuk memberikan gambaran sekolah yang berhubungan dengan keterampilan dan perilaku siswa. Kuisioner ini memiliki dua sesi: bagian pertama menyediakan 10 pertanyaan, satu pertanyaan untuk setiap kesepuluh building block, yang dimaksudkan untuk menyediakan gambaran umum pada kelebihan dan kelemahan siswa. Dalam foundational sebagai contoh, untuk block emosi pertanyaan yang umumnya bisa jadi, “Apakah siswa sering terlihat sedih atau gelisah seharian?” dan pengguna kuisioner ini akan mengindikasi apakah ini benar atau tidak dengan mencentang pilihan jarang, kadang-kadang, atau sering. Bagian kedua menyediakan 10 item tambahan untuk setiap block untuk menyediakan informasi lebih dalam tentang perilaku yang lebih spesifik.
Melengkapi Kuisioner Building Block
Jika memiliki kekhawatiran pada siswa tertentu, guru dapat membuat salinan kuisioner building block dan mengisinya. Orang tua pun dapat melengkapi kuisioner ini, atau guru atau psikolog di sekolah dapat mewawancarai siswanya. Tujuan melengakapi kuisioner ini adalah untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kesulitan di sekolah. Ketika guru-guru dapat memahami alasan mengalam siswa memberontak di sekolah, akan lebih efisien dengan menentukan dan merancang intervensi yang sesuai. Selain itu, ketika guru menyadari kelebihan anak, mereka dapat menggunakannya untuk merancang dan menentukan intervensi.
Profil Ryan
Mr. Steen,guru kelas empat Ryan, memikirkan Ryan seperti yang dia jawab dari 10 pertanyaan di bagian 1 dalam kuisioner building block(lihat figure 1.4). Dia mencatat bahwa kadang-kadang Ryan terlihat kurang menyimak, maka dia mencentang kadang-kadang untuk atensi dan pengendalian diri. Kadang-kadang dia terlihat sedih, maka Mr. Steen mencentang kadang-kadang untuk emosi. Ryan biasanya mengikuti peraturan sekolah, maka Mr. Steen mencentang jarang untuk perilaku. Ryan sering mengeluh tentang seberapa besar dia sangat tidak menyukai sekolah dan dengan cepat mengatakan bahwa dirinya dan sekolah itu “bodoh”, maka dari itu Mr. Steen mencentang sering untuk kepercayaan diri. Ryan telah memulai awal tahun dengan kemampuan membaca dan mengeja yang minim, maka Mr. Steen mencentang sering dalam pertanyaan fonologi dan ortografi. Tulisan tangan Ryan biasanya terbaca, maka Mr. Steen mencentang kadang-kadang dalam pertanyaan motorik. Ryan menyukai kegiatan Ilmu pengetahuan alam dan matematika dan memiliki kosakata yang memadai, maka Mr. Steenmencentang jarang untuk pertanyaan pola pikir bahasa dan gambar. Ryan tidak konsisten dalam merancang dan memegang rencana, maka Mr. Steenmencentang kadang-kadang pada pertanyaan strategi. Kuisioner yang lengkap membantu Mr. Steenmendapatkan rasa dalam jenis tugas yang mudah dan sulit bagi Ryan dan seperti hasilnya, Mr. Steendapat mengembangkan program pendidikan afektif untuk Ryan untuk membantunya meningkatkan kepercayaan diri dan sikapnya maupun kemampuan dasarnya dalam membaca dan mengeja.
Kuisioner Building Block
Nama siswa : RyanKelas : 4
Nama guru : Mr. Steen Tanggal : 5/30
BAGIAN 1
10 pertanyaan dalam bagian 1 merupakan pertanyaan umum da nmemberikan gambaran siswa di sekolah yang berkaitan dengan kemampuan dan perilakunya. Untuk setiap building block digambarkan di kolom sebelah kiri dan dilanjutkan dengan mencentang apakah siswa menunjukan gelajanya jarang, kadang-kadang, atau sering. Setelah melengkapi bagian 1 dan di setiap pertanyaan anada menjawab kadang-kadang atau sering, lanjutkan ke bagian 2 dan lengkapi 10 pertanyaan di sana. Sebagai contoh, apabila anda menjawab sering pada pertanyaan foundational “Apakah siswa terlihat kurang menyimak dan impulsif?” lalu lanjutkan bagian 2 di kategori foundational dan atensi dan pengendalian diri.
Jarang Kadang Sering
FOUNDATIONAL
1. Atensi dan pengendalian diri: Apakah siswa terlihat kurang menyimak dan impulsif?
2. Emosi: Apakah siswa lebih sering terlihat sedih atau gelisah?
3. Perilaku: Apakah siswa memiliki masalah dalam mengikuti peraturan sekolah?
4. Kepercayaan diri: Apakah siswa terlihat rendah diri?
SYMBOLIC
5. Proses fonologi: Apakah siswa memiliki kesulitan dalam mendengar atau mengplikasikan bunyi huruf ketika berbicara membaca, atau mengeja?
6. Proses ortografi: Apakah sis memiliki masalah dalam membaca atau mengeja kata dengan elemen tidak beraturan (contoh: once)?
7. Proses motorik: Apakah siswa memiliki kesulitan dalam membentuk huruf atau menulis dengan jelas?
CONCEPTUAL
8. Pola pikir bahasa: Apakah siswa memiliki masalah dalam menggunakan atau memahami bahasa lisan?
9. Pola pikir gambar: Apakah siswa memiliki masalah dalam membuat gambaran mental?
10. Pola pikir strategi: Apakah siswa memiliki masalah dalam membuat atau mengikuti rencana?
Figure 1.4 Kuisioner building block, Bagian 1, dilengkapi untuk Ryan
TUJUAN, GAMBARAN, DAN PESERTA
Informasi dalam buku ini tidak mengarah kepada semua ragam pembelajaran dan masalah perilaku yang dialami oleh anak-anak. Hal ini bertujuan untuk membantu guru sekolah umum, spesialis, psikolog sekolah, terapis bahasa lisan, dan guru SLB untuk meningkatkan pengetahuan mereka mengenai bagaimana perkembangan, perilaku, dan masalah akademik mempengaruhi keberhasilan di sekolah dan bagaimana masalah-masalah ini dapat diarahkan dan diatasi.
Seperti yang sudah kita bahas, model building block telah dikembangkan salama bertahun-tahun dengan konsultasi, mengajar, dan konseling anak juga keluarganya. Hal utama yang dibutuhkan adalah untuk membantu siswa mengembangkan pemahaman yang jelas akan karakteristik uniknya dengan mengevaluasi kelebihan dan kelemahan anak. Langkah selantjutnya adalah menentukan jenis intervensi pendidikan dan perilaku yang dibutuhkan dan mengembangkan tujuan pendidikan yang realistis. Kelebihan dan kelemahan anak dalam 10 block ini dapat berdampak pada beberapa daerah pembelajaran. Sebelum membaca lebih jauh, mungkin anda akan merasa penting untuk mengulas kuisioner building block dalam bab lampiran dan melengkapinya kembali untuk satu anak atau lebih. Ketika pembelajaran dan sikap dipandang dalam model ini, hal ini menjadi lebih mudah dimengerti mengapa anak-anak seperti Andy, Jeremy, Katy, Ben, dan Maria bersusah payah di sekolah, dan, yang lebih penting, apa yang bisa kita lakukan sebagai profesional untuk mengurangi masalah mereka.
Buku ini juga dirancang untuk melayani dalam bentuk teks atau suplemen dalam mata kuliah pengantar, karakteristik, dan metode LD dan masalah perilaku. Selain itu, dapat juga digunakan untuk psikolog sekolah, pendidik khusus, dan konselor, dan guru-guru di sekolah umum pun dapat menggunakan buku ini untuk meningkatkan pemahaman mereka mengenai macam-macam masalah yang akan dihadapi oleh siswanya juga ragam teknik dan bahan mengajar spesifik yang mereka dapat gunakan untuk membantu siswa mengatasi kesulitannya. Tidak seperti banyak teks dan sumber yang sudah ada mengenai masalah perilaku dan LD, buku ini fokus kepada pengembangan dan pemahaman mengenai penyebab-penyebab dalam masalah di kelas. Kami menekankan pentingnya mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan setiap individu sehingga dapat merancang program intervensi yang efektif.
Di sesi I, terdapat sesi pengantar, bab 2 menyediakan teori rasional untuk model building block, dan bab 3 mendiskusikan pentingnya lingkungan belajar yang mendidik dan positif. Selanjutnya, terbagi lagi menjadi tiga sesi lainnya.
Sesi II mengarah kepada foundational block. Setiap bab mengarah kepada bulding block spesifik: atensi dan pengendalian diri, emosi, perilaku, dan kepercayaan diri. Jika seorang siswa memiliki masalah dapa foundational block, kami menyarankan anda untuk melihat kuisioner, jawab 10 pertanyaan tambahan, dan baca bab foundational block.
Sesi III, mengarah kepada symbolic block. Apabila seorang siswa memiliki masalah dalam symbolic block (fonologi, ortografi, atau proses motorik), kami menyarankan anada membuka kuisioner symbolic block, jawab item tambahan tentang keterampilan dan kemampuan anak, dan baca seluruh bab symbolic block.
Sesi IV mengarah kepada conceptual block. Apabila seorang siswa memiliki masalah dengan tiga conceptual block (pola pikir bahasa, gambar, atau strategi), kami menyarankan anada membuka kuisioner conceptual block pada bagian kedua, jawab pertanyaan tambahan mengenai keterampilan berpikir anak, dan pelajari bab conceptual block. Terakhir, apabila anda sedang melakukan pelatihan, berperan sebagai konsultan dengan guru, atau berhadapan dengan banyak siswa di kelas, kami menyeranakan anda mempelajari keseluruhan buku ini.
Banyak gagasan dan teknik yang dipresentasikan di dalam buku ini dari pendidik khusus dan psikolog yang sudah bertahun-tahun bekerja dengan anak yang memiliki masalah di sekolah. Selama bertahun-tahun dalam pekerjaan klinis kami, kami telah menggunakan banyak teknik yang sudah digambarkan sebelumnya satu kali sampai lebih untuk membuktikan apakah efektif digunakan untuk beberapa anak. Teknik-teknik tersebut dapat digunakan, didukung dengan bukti hasil penelitian dan relatif mudah diemplementasikan.
Satu lagi kesimpulan jelas dari hasil penelitian: bagi anak yang mengalami hambatan belajar, belajar merupakan kerja keras baginya; bagi guru mereka, memberikan instruksi kepada merupakan kerja keras dan membutuhkan banyak latihan dan dukungan(Semrud-Clikeman, 2005). Pendidikan efektif untuk siswa-siswa yang berkesulitan belajar dan berperilaku itu tergantung kepada tindakan individu professional yang kompeten dan perhatian kepada siswanya (Kauffman, 2005) dan implementasi pada pendekatan individu yang memberikan strategi mengajar efektif (Zigmond, 2004). Ini adalah harapan kami, anak-anak yang mengalami kesulitan di sekolah akan menerima instruksi dari perhatian, guru yang mengerti akan makna belajar, perilaku, dan perbedaan temperamen dan tahu kapan dan bagaimana cara untuk membantu anak-anak berkembang dalam perkembangannya.
LAMPIRAN
KUISIONER BUILDING BLOCK
Kuisioner Building Block
Nama siswa : Kelas :
Nama guru : Tanggal :
BAGIAN 1
10 pertanyaan dalam bagian 1 merupakan pertanyaan umum da nmemberikan gambaran siswa di sekolah yang berkaitan dengan kemampuan dan perilakunya. Untuk setiap building block digambarkan di kolom sebelah kiri dan dilanjutkan dengan mencentang apakah siswa menunjukan gelajanya jarang, kadang-kadang, atau sering. Setelah melengkapi bagian 1 dan di setiap pertanyaan anada menjawab kadang-kadang atau sering, lanjutkan ke bagian 2 dan lengkapi 10 pertanyaan di sana. Sebagai contoh, apabila anda menjawab sering pada pertanyaan foundational “Apakah siswa terlihat kurang menyimak dan impulsif?” lalu lanjutkan bagian 2 di kategori foundational dan atensi dan pengendalian diri.
Jarang Kadang Sering
FOUNDATIONAL
11. Atensi dan pengendalian diri: Apakah siswa terlihat kurang menyimak dan impulsif?
12. Emosi: Apakah siswa lebih sering terlihat sedih atau gelisah?
13. Perilaku: Apakah siswa memiliki masalah dalam mengikuti peraturan sekolah?
14. Kepercayaan diri: Apakah siswa terlihat rendah diri?
SYMBOLIC
15. Proses fonologi: Apakah siswa memiliki kesulitan dalam mendengar atau mengplikasikan bunyi huruf ketika berbicara membaca, atau mengeja?
16. Proses ortografi: Apakah sis memiliki masalah dalam membaca atau mengeja kata dengan elemen tidak beraturan (contoh: once)?
17. Proses motorik: Apakah siswa memiliki kesulitan dalam membentuk huruf atau menulis dengan jelas?
CONCEPTUAL
18. Pola pikir bahasa: Apakah siswa memiliki masalah dalam menggunakan atau memahami bahasa lisan?
19. Pola pikir gambar: Apakah siswa memiliki masalah dalam membuat gambaran mental?
20. Pola pikir strategi: Apakah siswa memiliki masalah dalam membuat atau mengikuti rencana?
Kuisioner Building Block
BAGIAN 2
Dalam bagian 2, building block digambarkan dengan menggunakan 10 pertanyaan di bagian 1 yang dikelompokan menurut ketiga tingkatan pada piramid. Dalam rangka mendapatkan informasi yang lebih dalam mengenai kelebihan dan kelemahan siswa pada berbagai area, lengkapi 10 item pada setiap block yang sesuai dengan yang anda telah anda jawab sering atau kadang pada bagian 1.
FOUNDATIONAL
ATENSI DAN PENGENDALIAN DIRI Jarang Kadang Sering
Terlihat lusuh dan gelisah
Perilakunya terlihat tidak konsisten tergantung jenis tugas yang diberikan
Memiliki masalah untuk tetap duduk
Terlihat bertindak dahulu sebelum memikirkannya
Tidak bisa menyelesaikan tugas
Memiliki masalah dalam melakukan kemajuan
Tidak bisa bekerja mandiri
Memiliki masalah untuk bertahan dalam rutinitas dalam jangka waktu lama
Memiliki masalah dalam mendengar dan mengikuti arahan
Memiliki masalah dalam menemukan dan mengorganisasikan tugas dan materi
EMOSI Jarang Kadang Sering
Terlihat sedih
Suasana hati mudah berubah
Khawatir berlebihan terhadap sekolah
Mengeluh terhadap tugas sekolah
Menangis
Terlihat gelisah
Mudah marah
Mengisolasi diri sendiri dari teman-temannya
Terlihat bosan dan tidak tertarik
Usahany hanya sedikit
Kuisioner Building Block
(lanjutan)
FOUNDATIONAL
PERILAKU Jarang Kadang Sering
Memiliki kesulitan dalam bergaul dengan teman sebayanya
Sering bermasalah di sekolah
Kurang berpartisipasi dalam kegiatan kelas
Tidak mengikuti disiplin sesuai dengan yang diharapkan
Mengganggu orang lain
Melakukan kontak fisik yang tidak pantas kepada temannya (contoh: mendorong temannya)
Menghina secara verbal
Tidak mau menurut
Tampak argumentatif
Suka menyakiti diri sendiri dan orang lain
KEPERCAYAAN DIRI Jarang Kadang Sering
Tidak tertarik dalam tugas akademik
Mengeluh dia tidak pintar
Mengeluh tugas sekolah terlalu sulit
Interaksi dengan teman sekelas
Mengeluh tidak disukai
Komentar negatif pada dirinya
Mudah menyerah ketika mengerjakan tugas
Sensitif menerima kritik
Mengkritik yang lain
Kurang percaya diri
Kuisioner Building Block
(lanjutan)
SYMBOLIC
PROSES FONOLOGI Jarang Kadang Sering
Memiliki masalah dalam kata-kata berima
Memiliki masalah dalam melafalkan beberapa bunyi
Memiliki masalah dalam menempatkan suara bersama-sama dan melafalkan kata ketika membaca
Memiliki kesulitan dalam membagi suara terpisah dalam kata ketika mengeja
Memiliki kesulitan dalam membedakan huruf yang bunyinya mirip (contoh: /b/ dan /p/, /f/, dan /v/) ketika berbicara dan mengeja
Memiliki kesulitan untuk mengulangi kembali informasi yang baru saja didengar
Mengalami masalah belajar setiap hari dalam satu minggu dan setiap bulan dalam secara berantai
Mengalami kesulitan dalam menyatukan suara antar huruf ketika mengeja
Mengalami masalah dalam melafalkan banyak suku kata ketika berbicara atau membaca
Memiliki masalah dalam melafalkan atau mengeja kata-kata dengan pola teratur secara fonetik
PROSES ORTOGRAFI Jarang Kadang Sering
Tidak tertarik dalam tugas akademik
Mengeluh dia tidak pintar
Mengeluh tugas sekolah terlalu sulit
Interaksi dengan teman sekelas
Mengeluh tidak disukai
Komentar negatif pada dirinya
Mudah menyerah ketika mengerjakan tugas
Sensitif menerima kritik
Mengkritik yang lain
Kurang percaya diri
Kuisioner Building Block
(lanjutan)
SYMBOLIC
PROSES MOTORIK Jarang Kadang Sering
Menggambar yang terlihat masih hijau untuk usianya
Memiliki masalah dalam melakukan koordinasi motorik halus (contoh: menali sepatu)
Terlihat tidak tertarik dalam menggambar dan belajar menulis
Memiliki masalah dalam memegang krayon, pensil, atau pulpen dengan baik
Membentuk huruf dengan cara yang tidak biasa (contoh: memulai dari bawah daripada dari atas)
Spasi anatar huruf dan kata tidak bagus
Kertasnya terlihat acak-acakan
Tulisan tangan tidak bagus
Mengalami kesulitan dalam belajar tulis kursif
Menulis dengan lamban
CONCEPTUAL
POLA PIKIR BAHASA Jarang Kadang Sering
Lamban dalam mengembangkan dan menggunakan bahasa lisan
Memiliki masalah dalam pemahaman arahan atau pertanyaan
Sulit menangkap isi pembicaraaan
Melakukan kesalahan gramatikal ketika berbicara
Sulit menangkap menangkap kata-kata spesifik
Sulit memahami apa yang dia baca
Sulit mengekspresiskan gagasan ketika menulis
Sulit merangkum
Kosakata lisan terbatas
Sulit mengorganisasi dan mengekspresikan ide
Kuisioner Building Block
(lanjutan)
CONCEPTUAL
POLA PIKIR GAMBAR Jarang Kadang Sering
Sulit menggabungkan puzzle
Sulit menyusun model atau rancangan
Sulit berhitung tanpa menggunakan jari
Sulit membedakan kanan dan kiri
Sulit menerka jarak
Sulit mengerjakan matematika tanpa kertas dan pensil
Sulit mengerjakan tugas yang berkaitan dengan kemampuan spasial
Sulit menggunakan peta
Sulit memahami diagram atau grafik
Sulit menginterpretasikan bahasa tubuh dan isyarat
POLA PIKIR STRATEGI Jarang Kadang Sering
Sulit memantau kinerja
Kesulitan mengidentifikasi langkah-langkah dalam tugas
Kesulitan mengembangkan rencana dalam menyelesaikan tugas
Sulit mempertahankan upaya dalam menyelesaikan masalah
Sulit mengidentifikasi dan memprioritaskan aspek relevan dalam tugas
Kesulitan membuat rencana alternatif
Sulit mengevaluasi kinerja
Sulit memnentukan atau melakukan teknik untuk menghafal
Sulit menentukan dan menggunakan teknik untuk belajar
Sulit menggeneralisasi (contoh: mengambil apa yang sudah dipelajari dalam sebuah situasi dan mengaplikasikannya pada yang lain)
Langganan:
Postingan (Atom)